TABEL 13 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin
JumlahJiwa Persentase
1 Laki-laki
22 55
2 Perempuan
18 45
Jumlah 40
100
Sumber: Data Koesioner Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22 jiwa atau 55, dan
responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 18 jiwa atau 45 dari keseluruhan jumlah responden yaitu 40 jiwa.
3.2. Pengertian Masyarakat Rantau Prapat Tentang Pendidikan
Proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Sosialisasi atau proses didik ini pada mulanya terjadi dari
lingkungan keluarga, sebagai lembaga sosial yang paling kecil, dengan maksud untuk mengalihkan atau proses pembinaan adat-istiadat dan seluruh kebudayaan dari generasi
yang lama ke generasi yang baru. Proses ini berlangsung mulai dari bayi, balita, sampai kepada masa kanak-kanak dibawah pengawasan ibu, ayah dan dibantu oleh sanak
keluarga yang lainnya sebagai suatu lembaga kekeluargaan, sampai pada suatu lembaga yang sifatnya formal.
Dari sini mulai ditanamkan nilai-nilai kemasyarakatan yang dirasakan oleh anak- anak selama masa awal umurnya atau masa-masa yang paling penting, sehingga menjadi
mesin penggerak dalam pribadinya. Anak-anak biasanya diatas usia 5 tahun mulai diperkenalkan kepada lembaga-lembaga yang sifatnya formal.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Rantau Prapat yang secara geografis merupakan daerah yang terbuka sehingga secara sosial budaya Rantau Prapat merupakan daerah multietnik. Penduduk
Rantau Prapat sebagian besar adalah orang-orang yang datang dari daerah Sidimpuan Sipirok, Jawa, Batak Toba, Batak Karo, Nias, Melayu, Cina. Pada masyarakat Rantau
Prapat ini sebelum mengenal pendidikan modern yaitu sekolah-sekolah, mereka telah mengenal sistem pendidikan yang sifatnya tradisional sejak jaman dahulu sudah dikenal
oleh masyarakat Rantau Prapat. Sistem pendidikan tradisional ini sering kali bersifat keagamaan dan diutamakan kepada anak-anak usia 3-5 tahun. Masyarakat beragama
Kristen misalnya pendidikan dasar yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar di gereja Sekolah Minggu 1 x dalam satu minggu yaitu
pada hari minggu pagi anak-anak akan diantar oleh orangtuanya ke gereja. Dan di gereja guru sekolah minggu akan memberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh anak-anak. Anak-anak diajari bernyanyi dengan menggunakan seluruh anggota tubuhnya, menggerak-gerakkan tubuhnya sambil menari
mencontohkan apa yang diperagakan oleh guru sekolah minggunya.
Biarpun gunung-gunung beranjak kedua tangan disatukan membentuk segitiga dan menyerupai gunung
Dan segala bukit bergoyang kedua tangan diletakkan dipinggang kemudian sambil bergoyang-goyang
Namun kasih setia-Mu meletakkan kedua tangan didada
Tak akan beranjak dariku Melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”.
Reff:
Tak akan beranjak melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”
Tak akan bergoyang-goyang meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang.
Tak akan beranjak melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”
Tak akan bergoyang-goyang
Universitas Sumatera Utara
meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang. Demikianlah firman Tuhan yang mengasihi mu
kedua tangan diletakkan didada. Kemudian mereka disuruh duduk tenang mendengarkan firman Tuhan yang
disampaikan oleh guru sekolah minggu dengan gaya bahasa berdongeng. Setelah rutinitas ibadah selesai, yang berlangsung 1
1 2
jam anak-anak akan diberi hadiah berupa permen dan kartu card. Kartu tersebut harus disimpan sampai hari Natal berupa Alkitab.
Begitu juga pada masyarakat Rantau Papat yang beragama Islam. Pendidikan yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar dengan
cara belajar mengaji seseorang guru ngaji. Sistem pendidikan modern, lembaga-lembaga pendidikan formal dengan bentuk
sekolah seperti sekarang ini, mulai tumbuh dan berkembang pada zaman kolonial yang dibangun oleh pemerintah kolonial khususnya dikota-kota sebagai pusat pemerintahan
kolonial, misalnya ibu kota provinsi, ibukota keresidenan, ibukota kabupaten, putraputri pegawai negeri. Di dalam sistem pendidikan modern ini, para murid diberikan
pengetahuan yang sifatnya lebih sekuler dan rasional. Selanjutnya masyarakat Rantau Prapat memandang pendidikan yang akan
diberikan kepada sianak adalah pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang akan membantu sianak kelak dikemudian hari sebagai jembatan menuju
masa depan kehidupan yang mungkin akan dihadapinya. Seperti kutipan hasil wawancara penulis dengan salah seorang informan yang berusia 52 tahun, yang menjabat sebagai
lurah Rantau Utara. “Sudah jelas orang punya pendidikan berbeda dengan orang
yang tidak punya pendidikan. Sekolahlah misalnya anak saya di Perguruan Tinggi atau SMA lah kita bilang ya… Anak saya sudah 3
orang yang Sarjana, 1 lagi SMA, adiknya SMP lah itu kelas 1. Sudah
Universitas Sumatera Utara
jelas anak saya yang lulusan Perguruan Tinggi atau SMA berbeda pemikirannya dan pola pikirnya. Dan kalau mencari kerjapun ya
sudah jelas yang berpendidikan lebih diutamakan, artinya masa depannya sudah agak terjaminlah kita bilang, walaupun nasib dan
keberuntungan juga menentukan masa depan seseorang, cuma berapa persenlah itu. Berapa persenlah orang yang seperti si Pardede sana,
atau seperti si Olo sana, kaya tanpa sekolah, sikitnya kan ? Jadi kalau dia sekolah terisilah sedikit demi sedikit ilmu dikepalanya, yang bisa
dipergunakannya sewaktu-waktu.”
Jadi, pada masyarakat Rantau Prapat pengertian tentang pendidikan telah mereka sadari akan kehadirannya dalam kehidupan sosialnya. Secara umum mereka memandang
pengertian tentang pendidikan itu diberikan kepad si anak agar anak menjadi “cerdas” dan “pintar” atau lebih tahu dari mereka peroleh sebelumnya, dengan harapan akan membantu
si anak kelak dalam memecahkan misteri liku-liku dan teka-teki kehidupan ini. Gambaran ini terlihat jelas dengan usaha yang telah mereka lakukan sebelum dikenalkannya
lembaga pendidikan modern seperti pada masa sekarang ini yaitu apa yang dinamakan sebagai pendidikan tradisional lain.
Arti pentingnya kehadiran bukan saja dirasakan oleh orangtua, pada diri si anak juga menyadari kalau pendidikan itu sangat berarti dalam kehidupannya kelak. Janter
Agus Toni Manurung, siswa SMAN 1 Rantau Utara Kelas Xc mengatakan : “Hadirnya pendidikan itu menurut saya merupakan suatu cara
untuk mengubah watak seseorang dan pengetahuannya, sehingga kelak saya bisa menjadi manusia yang berguna. Bukan cuma itu,
selain pendidikan yang saya dapat disekolah, saya juga bisa mengembangkan bakat yang telah diberikan Tuhan, dengan ikut
ekskul.”
Sama halnya dengan Heni Deswenti, siswi SMAN 1 Rantau Utara mengatakan : “Hadirnya pendidikan merupakan suatu proses yang dapat
merubah manusia yang tadinya belum mengetahui apa – apa tetapi setelah diperkenalkan dengan pendidikan menjadi apa yang
diinginkan. Bisa menjadi Dokter, Insinyur, ABRI, pokoknya apa saja,
Universitas Sumatera Utara
yang penting punya tekat dan semangat serta didorong dengan usaha yang keras.”
3.3. Konsep Masyarakat Rantau Prapat Tentang Ilmu Pengetahuan