2.1 Pengertian Zat Pewarna.
Zat pewarna merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di
antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan
penyimpanan. Zat pewarna makanan terbagi tiga bagian yaitu pewarna alami, pewarna
identik alami dan pewarna sintetis Mudjajanto, 2006.
2.1.1 Pewarna Alami
Pewarna alami adalah zat warna alami pigmen yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman dari pada zat warna sintetis, seperti annato
sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga tannin, antosianin, antoxantin
,
karoten dan klorofil, Quonin, xanthon, heme, flavonoid. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified
color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak
diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik.
Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan dapat ditemukan pada akar, buah atau batang tanaman termasuk itu pada annato warna kuning coklat yang diambil
dari biji tanaman Bixa orrelana, caramel coklat, khlorofil hijau, cochineal, saffron, dan turmeric Sudarmadji, dkk, 1989.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pewarna identik alami
Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah
karotenoid murni antara lain canthaxanthin merah, apo-karoten merah-oranye, beta-karoten oranye-kuning. Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas
konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. Pewarna ini masih satu golongan dengan kelompok zat
warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi Srifatimah, 1999.
2.1.3 Pewarna sintetis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan
biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAOWHO Expert Commitee on Food Additives JECFA
dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid FAO Indonesia, 2007.
Di Amerika Serikat pada tahun 1906 dikeluarkan suatu peraturan yang disebut Food and Drug act yang memuat tujuh macam zat pewarna yang diijinkan untuk
dipakai pada bahan makanan orange no.1, erythrosine, ponceau 3 R, amaranth ,indigotin, naphtol-yellow, dan light green. Pada masa itu telah ada suatu system
pemberian sertifikat terhadap zat pewarna yang dilakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, tetapi sertifikasi tersebut belum merupakan suatu keharusan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah mengalami berbagai pengujian antara lain uji fisiologi, zat pewarna baru bertambah banyak.urutan penambahan zat pewarna yang diijinkan berdasarkan
tahun adalah : Tartrazine 1916, Yellow AB dan OB 1918, Guinea green 1922, Fast Green 1927, Ponceau SX, Sunset Yellow, Briliant Blue 1929, Violet no.1
1950, FD C Lakes 1959, Orange B 1966, FD C Red no. 40 1971 Winarno, 1997.
2.2 Peraturan Penggunaan Zat Pewarna