Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong yang mempengaruhi pola
makan pada siswi. Penelitian ini dikhususkan kepada para siswi agar populasi lebih homogen dikarenakan adanya perbedaan jumlah kebutuhan asupan kalori dan protein
antara laki-laki dan perempuan. Hal yang sama juga terdapat pada tingkat aktivitas yaitu adanya perbedaan antara keluaran energi pada kegiatan laki-laki dan
perempuan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor
pendorong terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun 2010?.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi pengetahuan, sikap, faktor pendukung uang saku, aktivitas, dan faktor pendorong dukungan teman, promosi
makanan cepat saji terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis
Berdasarkan permasalahannya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh faktor-faktor pengetahuan, sikap, uang saku, promosi makanan siap
saji, teman dan aktivitas terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2010.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Sebagai informasi bagi para siswi agar senantiasa menjalani pola makan yang
sehat.
b. Sebagai informasi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran para siswa-siswi untuk melakukan pola makan yang sehat.
c. Sebagai informasi dan masukan bagi Puskesmas agar dapat menjalankan program perbaikan gizi institusi khususnya ke sekolah-sekolah dengan lebih
baik lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Makan
Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu Yayuk
Farida Baliwati. dkk, 2004 : 69. Santosa dan Ranti 2004 : 89 mengungkapkan bahwa pola makan merupakan
berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu. Pendapat dua pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum bahwa
pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap
hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.
Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang
berasal dari lingkungan alam, budaya, sosial dan ekonomi dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap
11
Universitas Sumatera Utara
makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih
makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya Khumaidi, 1994. Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial Soehardjo, 1996.
2.1.1. Pola Makan Keluarga
Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap anak, hal ini karena di dalam keluargalah anak memperoleh pengalaman pertama dalam kehidupannya.
Dalam hal ini orang tua mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk kesukaan makan anak-anaknya, karena orang tua adalah model pertama yang dilihat oleh anak.
Hubungan social yang dekat yang berlangsung lama antara anggota keluarga memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis makanan yang sama dengan
keluarga Karyadi, 1990. Menurut Khumaidi 1994, sikap anak terhadap makanan dipengaruhi oleh
pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanak-kanak tentang apa dan bagaimana makan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan
hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara anak-anak dengan
yang memberi mereka makan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Pola Makan Remaja
Berdasarkan hasil penelitian Frank Gc yang dikutip oleh Moehyi 1992, mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan anak dengan ukuran
tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60 dari intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25. Anak obes ternyata
akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama. Anak sekolah terutama pada
masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan merupakan
salah satu factor penting yang turut menentukan potensi pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut Sediaoetama 2004 yang disajikan pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Jumlah porsi makanan yang dianjurkan pada usia remaja
Makan pagi 06.00-07.00 WIB
Makan siang 13.00-14.00 WIB
Makan malam 20.00 WIB
Nasi 1 porsi 100 gr beras Telur 1 butir 50 gr
Susu sapi 200 gr Nasi 2 porsi 200 gr beras
Daging 1 porsi 50 gr Tempe 1 porsi 50 gr
Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 75 gr
Nasi 1 porsi 100 gr beras Daging 1 porsi 50 gr
Tahu 1 porsi 100 gr Sayur 1 porsi 100 gr
Buah 1 porsi 100 gr Susu skim 1 porsi 20 gr
Universitas Sumatera Utara
2.2. Perkembangan Remaja 2.2.1. Pengertian Remaja
WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Definisi tersebut dikemukakan dalam 3 kriteria, yaitu : biologis, psikologis dan sosial
ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi remaja adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seks
sekundernya sampai ia mencapai matang seksual. 2.
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja.
Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan fertilitas wanita, batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut
dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun Sarwono, 2000.
2.2.2. Fisiologi Remaja
Selama masa remaja terjadi perubahan tubuh secara fisik yang diakibatkan oleh pengaruh hormonal. Fase pertumbuhan yang tercepat pada masa remaja ini
dikenal dengan pacu tumbuh atau growth spurt. Penelitian-penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa rata-rata perempuan mengalami masa pacu tumbuh linier pada usia 10-13 tahun, sedangkan pada pria antara 12-15 tahun.
Pertumbuhan maksimal yang terjadi baik dalam hal tinggi badan, berat badan dan juga pada pertumbuhan komposisi tubuh Sayogo, 1992.
Di dalam kehidupan, masa pacu tumbuh ini terjadi dua kali, yaitu pada masa bayi dan masa remaja. Disebut juga pertumbuhan dan perkembangan pada masa
remaja sangat berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Pada perempuan pacu tumbuh terjadi lebih awal daripada laki-laki, sehingga pada usia 11-13 tahun
perempuan lebih besar daripada laki-laki, dan pada usia 13-14 tahun perempuan lebih tinggi dan lebih berat daripada laki-laki Harini, 2005.
Dikemukakan pula oleh Samsudin 1985 pada masa remaja terjadi perkembangan yang meliputi seluruh kepribadian baik berupa fisik, mental, emosi
dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi adalah pertumbuhan tinggi dan berat badan, timbulnya ciri-ciri seks sekunder seperti bulu-bulu disekitar alat kelamin dan pada
bagian tubuh lainnya, membesarnya buah dada, menstruasi pada perempuan, dan lain- lain. Sedangkan perubahan mental dan emosi adalah remaja mulai berfikir kritis
mengenai dirinya dan lingkungannya.
2.2.3. Gizi remaja
Mengonsumsi makanan dari restoran makanan cepat saji, terutama yang menyediakan menu Western Style, semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota
besar khususnya para remaja.. Selain jumlah restoran-restoran tersebut semakin
Universitas Sumatera Utara
banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya cepat dalam penyajian Khomsan, 2003
Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan siap saji umumnya mengandung lemak, karbohidrat, dan garam yang cukup tinggi
tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat. Bila konsumsi makanan jenis ini berlebih akan menimbulkan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko
beberapa penyakit degeneratif yang saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian.
Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium dan
beberapa vitamin ternyata masih kurang. Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara
berlebihan, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis
ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami
perubahan patologis yang terlalu dini Arisman, 2004. Snack mencakup hampir 40 kalori diet remaja. Es krim, es krim kocok
shake, hamburger, dan pizza memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi lemak, natrium dan kalori. Remaja sangat sering mengonsumsi makanan yang ada
pada restoran makanan cepat saji yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan yang tinggi kalori, lemak dan natrium Moore, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut.
Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke
dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit
kantong empedu, beberapa jenis kanker, dan berbagai gangguan kulit. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan
pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian
masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, disamping
itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas Arisman, 2004.
Pada usia remaja 10-18 tahun, terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, disamping aktivitas fisik
yang tinggi. Besar kecilnya angka kecukupan energi sangat dipengaruhi oleh lama serta intensitas kegiatan jasmani tersebut Almatsier, 2001.
Penentuan kebutuhan akan zat gizi secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances RDA yang disusun berdasarkan perkembangan
kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari
Universitas Sumatera Utara
jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial.
WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10- 15 berasal dari protein, 15-30 dari lemak, dan 55-75 dari karbohidrat
Almatsier, 2001. Secara garis besar, remaja putra membutuhkan lebih banyak energi ketimbang
remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putra membutuhkan sekitar 3.470 kkal perhari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun. Kebutuhan remaja putri
memuncak pada usia 12 tahun 2.550 kkal, kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 18 tahun Arisman, 2004.
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein memberatkan ginjal dan hati yang harus
memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi AKG untuk protein.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI WKNPG VI tahun 1998 menganjurkan angka kecukupan gizi AKG protein untuk remaja 1,5 - 2,0 grkg BBhari. AKG
protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan 55- 66 gr per hari untuk laki-laki.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30 dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk
kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak Almatsier, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada Remaja
Jenis Kelamin
Umur thn Berat badan
kg Energikkal Protein
gr
Laki-laki 10-12 35
2050 50
13-15 46 2400 60
16-19 55 2600 65
Perempuan 10-12 37
2050 50
13-15 48 2350 57 16-19 50
2200 50
Sumber : Depkes RI, 2004
Perubahan gaya hidup suatu masyarakat dalam kaitannya dengan makanan berkaitan juga pada perubahan budaya. Makanan alamiah yang berasal dari pertanian
seperti beras, gandum, jagung menjadi lebih menarik lagi apabila diolah dengan lebih modern sesuai dengan tuntutan zaman. Makanan siap saji menjadi lebih diminati
karena dianggap lebih cepat dan praktis sebab dapat menunjang kebutuhan masyarakat urban yang sangat sibuk bekerja. Dengan demikian perkembangan dan
peningkatan perekonomian sebagian masyarakat juga membentuk kebiasaan makannya. Perubahan gaya hidup muncul ketika orang lebih tertarik dengan makanan
siap saji yang ditawarkan di daerah pertokoan elit dengan tempat yang nyaman dan menarik dan hal itu dianggapnya dapat memberikan nilai tambah baginya.
Selain itu perubahan gaya hidup tersebut juga membawa perubahan persepsi pada masyarakat terhadap makanan, yaitu munculnya persepsi masyarakat konsumtif
the consumer society Perilaku konsumtif muncul karena adanya unsur teknologi, seperti iklan yang menawarkan berbagai kebutuhan manusia akan makanan. Melalui
tayangan iklan baik pada media cetak maupun elektronik, orang menjadi tertarik
Universitas Sumatera Utara
untuk membeli. Kesadaran manusia seakan terstruktur oleh keinginan, impian, imajinasi terhadap pesan yang disampaikan oleh “tanda” sign pada makanan label
makanan, tayangan iklan, penyajian di tempat mewah dan sebagainya.
2.3 Metode Pengukuran Pola Makan
Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain : 1. Metode Food recall 24 jam
2. Metode estimated food records 3. Metode penimbangan makanan food weighing
4. Metode dietary history 5. Metode frekuensi makanan food frequency
1. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh
cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan alat URT sendok, gelas, piring dan lain-lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa
berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.
Universitas Sumatera Utara
2. Estimated Food Records
Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam URT Ukuran Rumah Tangga atau
menimbang dalam ukuran berat gram dalam periode tertentu 2-4 hari berturut- turut, termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
3. Penimbangan Makanan Food Weighing
Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan
makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Perlu diperhatikan, bila terdapat sisa makanan
setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.
4. Metode Riwayat Makan Dietary History Method
Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama bias 1 minggu, 1 bulan, 1
tahun. Burke 1974 menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu : -
Komponen pertama adalah wawancara termasuk recall 24 jam, yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24
jam terakhir. -
Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar check list yang sudah
disiapkan, untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi.
Universitas Sumatera Utara
- Komponen ketida adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai
cek ulang. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan
musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti awal bulan, hari raya dan sebagainya.
5. Metode Frekuensi Makanan Food Frequency
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti
hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan
makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Remaja