The Influence Of Predisposing, Enabling And Reinforcing Factors On Meal Patterns Of Senior High Students In Shafiyyatul Amaliyyah Education Foundation In Medan

(1)

THE INFLUENCE OF PREDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS ON MEAL PATTERNS OF SENIOR HIGH STUDENTS

IN SHAFIYYATUL AMALIYYAH EDUCATION FOUNDATION IN MEDAN

TESIS

Oleh

RAMADANI PRATIWI 087032005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENDORONG TERHADAP POLA MAKAN SISWI SMA

YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN

TESIS

Oleh

RAMADANI PRATIWI 087032005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENDORONG TERHADAP POLA MAKAN SISWI SMA YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN Nama Mahasiswa : Ramadani Pratiwi

Nomor Induk Mahasiswa : 087032005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 21 Maret 2011


(4)

ABSTRAK

Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain dampak perubahan pola makan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan cepat saji, yang banyak mengandung lemak, gula dan garam tetapi miskin serat. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan gizi pada remaja akan menimbulkan masalah, baik berupa masalah gizi kurang maupun lebih. Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 25 siswi di SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyatul Amaliyyah Medan, sebanyak 60% siswi mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (uang saku dan tingkat aktivitas), dan faktor pendorong (teman dan promosi makanan cepat saji) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Jenis penelitian adalah survei analitik. Populasi penelitian adalah siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI, XII yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 94 orang, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pola makan dengan Formulir Food Recall dan Food Frequency. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara faktor predisposisi (sikap) terhadap pola makan (tingkat asupan energi) siswi. Ada pengaruh yang signifikan antara faktor predisposisi (pengetahuan) terhadap pola makan (tingkat asupan protein) siswi.

Disarankan kepada pihak-pihak terkait (sekolah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan) untuk melakukan upaya promotif dan preventif tentang pola makan yang sehat. Remaja perlu memahami pola makan yang sehat agar dapat mencegah dan menanggulangi akibat pola makan yang salah secara mandiri.


(5)

ABSTRACT

The success of development can bring a negative impact such as the changes of meal pattern. The meal pattern shifts from traditional to fast food diets containing fat, sugar and salt but fiber. The imbalance between the intakes of the nutritional needs in the teenagers will cause problems, either the problem of malnutrition or excess nutrients. The result of preliminary survey done by the researcher to 25 female students of SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyyatul Amaliyyah Medan showed that 60% of the female students consumed fast food diet every day.

The purpose of this study was to analyze the influence of predisposing factors such as knowledge and attitude, the reinforcing factors like pocket money and their activities, and the enabling factors such as school mates and fast food promotions on the student’s meal pattern of SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The study was conducted based on analytical survey. The population were the female students of Shafiyyatul Amaliyyah Medan of X, XI, and XII grades totaling 122. The number of sample, which was taken by using simple random sampling, were 94. The data were collected by distributing a questionnaire to the students concerning with their meal pattern covering food recall and food frequency. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was significant influence between attitude on students’ meal pattern (energy intake). There was a significant influence between knowledge on students’ meal pattern (protein intake).

It is suggested that some concerned institutions (schools, the educational office, and the health office) do promotion and preventive efforts on student’s meal pattern. Teenagers need to have some knowledge of healthy food so that they can protect themselves individually.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan serta memberikan rasa sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung dan Faktor Pendorong terhadap Pola Makan Siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM). Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.


(7)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan, dan pengarahan sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran.

6. Kepada kedua orang tua tersayang Drs. Irwandy, M.Pd dan Dra. Yanny Dalwati atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannya.

7. Teristimewa buat suami saya yang tercinta dan tersayang M. Oky Fardian Gafari serta ananda Azzalia Thabina yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan.

8. Kepala Sekolah SMA Yayasan Shaffiyatul Amaliyyah Medan yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

10.Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, Mei 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Pola Makan ... 11

2.1.1 Pola Makan Keluarga... 12

2.1.2 Pola Makan Remaja ... 13

2.2. Perkembangan Remaja ... 14

2.2.1 Pengertian Remaja ... 14

2.2.2 Fisiologi Remaja ... 14

2.2.3 Gizi Remaja... 15

2.3. Metode Pengukuran Pola Makan ... 20

2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Remaja ... 22

2.4.1 Faktor Predisposisi ... 23

2.4.2 Faktor Pendukung ... 29

2.4.3 Faktor Pendorong ... 33

2.5. Landasan Teori... 34

2.6. Kerangka Konsep ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43


(9)

3.7. Metode Analisis data... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Analisis Univariat ... 51

4.2.1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Makan ... 51

4.2.2. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi ... 56

4.2.3. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendukung... 61

4.2.4. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pendorong ... 62

4.3. Analisis Bivariat... 63

4.4. Analisis Multivariat... 66

4.4.1. Pemilihan Variable yang Dimasukkan ke Dalam Uji Multivariat ... 67

4.4.2. Penentuan Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Pola Makan ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Faktor Predisposisi ... 70

5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pola Makan Siswi ... 70

5.1.2. Pengaruh Sikap terhadap Pola Makan Siswi... 72

5.2. Faktor Pendukung ... 73

5.2.1. Pengaruh Tingkat Aktivitas terhadap Pola Makan Siswi... 73

5.2.2. Pengaruh Uang Saku terhadap Pola Makan Siswi ... 74

5.3. Faktor Pendorong ... 75

5.3.1. Pengaruh Dukungan Teman terhadap Pola Makan Siswi ... 75

5.3.2. Pengaruh Promosi Makanan Cepat Saji terhadap Pola Makan Siswi ... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA... 80


(10)

ABSTRAK

Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain dampak perubahan pola makan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan cepat saji, yang banyak mengandung lemak, gula dan garam tetapi miskin serat. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan gizi pada remaja akan menimbulkan masalah, baik berupa masalah gizi kurang maupun lebih. Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 25 siswi di SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyatul Amaliyyah Medan, sebanyak 60% siswi mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (uang saku dan tingkat aktivitas), dan faktor pendorong (teman dan promosi makanan cepat saji) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Jenis penelitian adalah survei analitik. Populasi penelitian adalah siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI, XII yang berjumlah 122 orang. Besar sampel sebanyak 94 orang, yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, pola makan dengan Formulir Food Recall dan Food Frequency. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan antara faktor predisposisi (sikap) terhadap pola makan (tingkat asupan energi) siswi. Ada pengaruh yang signifikan antara faktor predisposisi (pengetahuan) terhadap pola makan (tingkat asupan protein) siswi.

Disarankan kepada pihak-pihak terkait (sekolah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan) untuk melakukan upaya promotif dan preventif tentang pola makan yang sehat. Remaja perlu memahami pola makan yang sehat agar dapat mencegah dan menanggulangi akibat pola makan yang salah secara mandiri.


(11)

ABSTRACT

The success of development can bring a negative impact such as the changes of meal pattern. The meal pattern shifts from traditional to fast food diets containing fat, sugar and salt but fiber. The imbalance between the intakes of the nutritional needs in the teenagers will cause problems, either the problem of malnutrition or excess nutrients. The result of preliminary survey done by the researcher to 25 female students of SMA Yayasan Pendidikan Shaffiyyatul Amaliyyah Medan showed that 60% of the female students consumed fast food diet every day.

The purpose of this study was to analyze the influence of predisposing factors such as knowledge and attitude, the reinforcing factors like pocket money and their activities, and the enabling factors such as school mates and fast food promotions on the student’s meal pattern of SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan. The study was conducted based on analytical survey. The population were the female students of Shafiyyatul Amaliyyah Medan of X, XI, and XII grades totaling 122. The number of sample, which was taken by using simple random sampling, were 94. The data were collected by distributing a questionnaire to the students concerning with their meal pattern covering food recall and food frequency. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that there was significant influence between attitude on students’ meal pattern (energy intake). There was a significant influence between knowledge on students’ meal pattern (protein intake).

It is suggested that some concerned institutions (schools, the educational office, and the health office) do promotion and preventive efforts on student’s meal pattern. Teenagers need to have some knowledge of healthy food so that they can protect themselves individually.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Dalam hal ini remaja sangat berperan sebagai SDM yang diharapkan produktivitasnya untuk mencapai keberhasilan tersebut. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi oleh remaja.

Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan gizi ganda yaitu ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan, muncul masalah gizi lebih. Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan anak balita di Indonesia sangat berkaitan dengan buruknya status gizi, sementara pada sekelompok masyarakat terutama di kota-kota besar masalah kesehatan masyarakat justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi. (Hadi, 2005).

Keberhasilan pembangunan dapat memberi dampak negatif antara lain sebagai dampak perubahan gaya hidup diantaranya perubahan pola makan. Peningkatan pendapatan akan mendorong perubahan pola makan, terutama di daerah perkotaan. Pola makan bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan yang banyak mengandung protein hewani, lemak, gula dan garam tetapi miskin serat.


(13)

Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan proses pematangan manusia. Pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan meliputi perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan akan menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih. (Jeliffe, 1989).

Kehadiran makanan cepat saji (fast food) dalam industri makanan Indonesia dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan cepat saji mengandung lemak, protein, dan garam yang relatif tinggi dan jika dikonsumsi secara berkesinambungan dan berlebihan dapat mengakibatkan masalah gizi lebih.

Gizi lebih pada usia remaja dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik ataupun mental. Pola makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang diduga berperan penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Obesitas remaja dapat persisten menjadi obesitas pada dewasa yang dapat menyebabkan resiko penyakit-penyakit degeneratif dan kardiovaskuler.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority

(2002), usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu makanan cepat saji. Walaupun di Indonesia belum ada data pasti, keadaan tersebut dapat dipakai sebagai cermin dalam tatanan masyarakat kita, bahwa rentang usia tersebut adalah golongan pelajar dan pekerja muda (Rumawas, 2006). Penelitian yang menggunakan standar Nutrition Community Health Survey (NCHS) dari WHO


(14)

tersebut juga menemukan fakta, 50 persen dari remaja yang mengalami obesitas ternyata pengonsumsi setia makanan cepat saji.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah pada tahun 1998 di Semarang menunjukkan bahwa remaja yang mengunjungi restoran makanan cepat saji rata-rata masih berpendidikan SMP dan SMU dan berasal dari keluarga ekonomi menengah keatas. Frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji rata-rata 1-2 kali semingu. Jenis makanan cepat saji yang sering dikonsumsi adalah fried chicken dan French fries. Jenis minuman yang dikonsumsi adalah soft drink.

Sebagian besar remaja berstatus gizi obes memiliki kebiasaan makan lebih pada saat sedih dari pada saat senang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adawiyah (2007) di Lampung, sebagian besar frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di restoran waralaba berkisar antara 1 – 10 kali dalam sebulan.

Sebuah penelitian membuktikan bahwa, pola makan ala barat dengan menu seperti hamburger, kentang goreng, kue pie, sosis, daging merah, gandum olahan, makanan olahan dari susu lemaktinggi dan beraneka saus bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental remaja. Penelitian terhadap 1.600 orang remaja usia 14 tahun ini dilakukan oleh Telethon Institut for Child Health Research (TICHR) di Subiaco,Perth, Australia bagian Barat tahun 2004. Tim peneliti yang diketuai Wendy menemukan bahwa pola makanan ala Barat tersebut membuat seseorang cenderung bersikap menarik diri, mudah gelisah, agresif dan jahat.


(15)

Kudapan dan minuman ringan tak sehat seperti soft drink, permen, chitato, bakso goreng dan lain-lain sudah terlalu banyak dijual dipasaran dan terbiasa dikonsumsi sehari-hari. Pada anak remaja kudapan berkontribusi 30 % atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula dan natrium dan dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi. Oleh karena itu, remaja harus didorong untuk lebih memilih kudapan yang sehat.

Gangguan emosi merupakan sebab terpenting obesitas pada remaja. Pada anak yang bersedih hati dan memisahkan diri dari lingkungannya timbul rasa lapar yang berlebihan sebagai kompensasi terhadap masalahnya. Adakalanya kebiasaan makan yang berlebihan ini akan berubah dengan menghilangnya gangguan emosi yang di deritanya. (Solihin, 2003).

Selain itu faktor yang turut berpengaruh terhadap pola makan pada remaja adalah faktor aktivitas yang banyak dilakukan remaja diluar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi, akan tetapi lebih untuk bersosialisasi dan kesenangan.

Anderson (2006) mengungkapkan bahwa menonton televisi dihubungkan dengan kualitas pola makan yang buruk. Analisa dilakukan terhadap 564 pelajar SMP dan 1366 pelajar SMU pada tahun 1998-1999 (Waktu 1) dan pendataan ulang lima tahun kemudian (waktu 2). Responden dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu penonton televisi terbatas (<2 jam /hari), penonton televisi cukup (2-5 jam/hari), dan penonton televisi berat (>5 jam/hari). Pelajar SMP pada penonton televisi berat saat


(16)

waktu 1, ditemukan bahwa berkurangnya asupan buah dan meningkatnya konsumsi minuman manis setelah lima tahun. Sedangkan pelajar SMU bila menonton televisi lebih dari lima jam sehari setelah lima tahun mengurangi konsumsi buah, sayur, gandum utuh dan makanan kaya kalsium, akan tetapi meningkatkan konsumsi makanan gorengan, makanan cepat saji, produk makanan ringan, dan minuman manis (produk-produk yang umumnya diiklankan di televisi). Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut.

Data status gizi remaja tahun 2005 di wilayah DKI Jakarta berdasarkan kategori kurus terdapat 12,42% dan kategori gemuk sebesar 5,98%, sedangkan angka nasional untuk kategori kurus adalah sebesar 14,7% dan gemuk sebesar 4,3% (Depkes RI 2004).

Menurut Allecia Mcleod (2006), frekuensi makan makanan cepat saji para remaja yaitu sekali seminggu atau lebih mencapai 41,1% (n = 85) dan mayoritas tempat makanan cepat saji yang dikunjungi adalah Mc Donald sebesar 41,2%.

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwaningsih di Semarang tahun 2005 menunjukkan semakin tinggi kontribusi makanan cepat saji pada total energi, semakin tinggi risiko terjadinya obesitas pada siswa.

Modernisasi dan kecendrungan pasar global yang mulai dirasakan di sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa kemajuan dalam kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak


(17)

langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan pola makan yang berperan penting terhadap munculnya obesitas (Hadi, 2002). Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di Eropa, USA dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi.

Akan tetapi, hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Sebagai contoh, 70% penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori obes (WHO, 1998).

Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998).

Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obes, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5-11% (Ito & Murata, 1999).

Adanya kecenderungan perubahan pola konsumsi makan dari makanan tradisional ke makanan impor (modern) terlihat pada masyarakat perkotaan, khususnya di kalangan remaja. Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja siswa-siswi SMA di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di pedesaan mengalami obesitas (Hadi,2004). Kajian penelitian ini mendapatkan bahwa hanya 7 orang (9,21%) remaja yang memiliki preferensi pada


(18)

kategori suka terhadap makanan cepat saji. Adapun jenis makanan cepat saji yang dipilih remaja adalah fried chicken dan roasted chicken, burger, pizza, dan spaghetti. Waktu yang dipilih oleh sebagian besar remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji adalah siang dan sore yaitu sebanyak 30 orang (39,47%) siang hari dan 25 orang (32,89%) sore hari. Frekuensi remaja dalam mengonsumsi makanan cepat saji di restoran waralaba terbesar yaitu 1 - 3 kali dalam sebulan yaitu sebanyak 57 orang (75%).

Berdasarkan hasil penelitian Martha (2009) yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Swasta SMA Raksana Medan dari 120 orang siswi sebanyak 48 orang (40,33%) mengalami obesitas, overweight sebanyak 11 orang (9,24%), normal sebanyak 46 orang (39,49%), kurus sebanyak 14 orang (10,92%). Hal ini disebabkan oleh pola makan yang berlebih yang dapat dilihat dari jumlah siswi yang mengonsumsi Kentucky Fried Chicken (KFC) sebanyak 2-3 kali seminggu yaitu sebesar 43,69% (52 orang).

Dari survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan diketahui bahwa para siswi memiliki pola makan berlebih, hal ini didukung oleh letak Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah yang strategis berada dipusat kota Medan. Walaupun sekolah menyediakan makan siang gratis untuk para siswa, namun di sekitar lingkungan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan banyak dijumpai penjual makanan yang serba instan (cepat saji) seperti Pizza Hut, Burger, Roti bakar dan masih banyak lagi rumah makan yang


(19)

menjual makanan serba instan lainnya. Hal inilah yang mendukung para siswa untuk cenderung mengonsumsi makanan berlebih.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 25 siswa di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan, jumlah siswa yang mengonsumsi makanan cepat saji 1 x seminggu seperti beef burger, KFC,spaghetti dan meat lovers

sebanyak 10 orang (40%) sedangkan sebanyak 15 siswa (60%) mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari seperti bakso dan mie instan karena makanan cepat saji tersebut tersedia di kantin sekolah yang selalu dikonsumsi pada jam istirahat sekolah.

Masalah pola makan yang berlebih diatas termasuk kedalam masalah perilaku. Untuk menganalisis masalah perilaku, konsep yang sering digunakan adalah konsep dari Green (1980). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisposisi adalah faktor pencetus timbulnya perilaku yang berasal dari diri siswi sendiri seperti pengetahuan dan sikap siswi terhadap pola makan yang baik. Faktor pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya perilaku, seperti uang saku dan tingkat aktivitas siswi. Faktor pendorong yaitu faktor yang memperkuat untuk berperilaku seperti dukungan teman dan adanya promosi makanan cepat saji.

Berbagai penelitian diatas menunjukkan banyak faktor yang mempengaruhi pola makan pada para siswi baik dari faktor siswi sendiri, keterpaparan media seperti iklan/promosi makanan cepat saji, banyaknya jumlah restoran makanan cepat saji,


(20)

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk menganalisis faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong yang mempengaruhi pola makan pada siswi. Penelitian ini dikhususkan kepada para siswi agar populasi lebih homogen dikarenakan adanya perbedaan jumlah kebutuhan asupan kalori dan protein antara laki-laki dan perempuan. Hal yang sama juga terdapat pada tingkat aktivitas yaitu adanya perbedaan antara keluaran energi pada kegiatan laki-laki dan perempuan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun 2010?.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor pendukung (uang saku, aktivitas), dan faktor pendorong (dukungan teman, promosi makanan cepat saji) terhadap pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun 2010.


(21)

1.4. Hipotesis

Berdasarkan permasalahannya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh faktor-faktor (pengetahuan, sikap, uang saku, promosi makanan siap saji, teman dan aktivitas) terhadap pola makan siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi bagi para siswi agar senantiasa menjalani pola makan yang sehat.

b. Sebagai informasi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran para siswa-siswi untuk melakukan pola makan yang sehat.

c. Sebagai informasi dan masukan bagi Puskesmas agar dapat menjalankan program perbaikan gizi institusi khususnya ke sekolah-sekolah dengan lebih baik lagi.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Makan

Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004 : 69).

Santosa dan Ranti (2004 : 89) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pendapat dua pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup.

Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap


(23)

makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994).

Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996).

2.1.1. Pola Makan Keluarga

Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap anak, hal ini karena di dalam keluargalah anak memperoleh pengalaman pertama dalam kehidupannya. Dalam hal ini orang tua mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk kesukaan makan anak-anaknya, karena orang tua adalah model pertama yang dilihat oleh anak. Hubungan social yang dekat yang berlangsung lama antara anggota keluarga memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis makanan yang sama dengan keluarga (Karyadi, 1990).

Menurut Khumaidi (1994), sikap anak terhadap makanan dipengaruhi oleh pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa kanak-kanak tentang apa dan bagaimana makan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara anak-anak dengan yang memberi mereka makan.


(24)

2.1.2. Pola Makan Remaja

Berdasarkan hasil penelitian Frank Gc yang dikutip oleh Moehyi (1992), mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan anak dengan ukuran tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25%. Anak obes ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama. Anak sekolah terutama pada masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan dari luar. Konsumsi makanan merupakan salah satu factor penting yang turut menentukan potensi pertumbuhan dan perkembangan remaja.

Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut Sediaoetama (2004) yang disajikan pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Jumlah porsi makanan yang dianjurkan pada usia remaja

Makan pagi 06.00-07.00 WIB

Makan siang 13.00-14.00 WIB

Makan malam 20.00 WIB Nasi 1 porsi 100 gr beras

Telur 1 butir 50 gr Susu sapi 200 gr

Nasi 2 porsi 200 gr beras Daging 1 porsi 50 gr Tempe 1 porsi 50 gr Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 75 gr

Nasi 1 porsi 100 gr beras Daging 1 porsi 50 gr Tahu 1 porsi 100 gr Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 100 gr Susu skim 1 porsi 20 gr


(25)

2.2. Perkembangan Remaja 2.2.1. Pengertian Remaja

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Definisi tersebut dikemukakan dalam 3 kriteria, yaitu : biologis, psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi remaja adalah suatu masa dimana :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seks sekundernya sampai ia mencapai matang seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Walaupun batasan tersebut didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan ini berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2000).

2.2.2. Fisiologi Remaja

Selama masa remaja terjadi perubahan tubuh secara fisik yang diakibatkan oleh pengaruh hormonal. Fase pertumbuhan yang tercepat pada masa remaja ini dikenal dengan pacu tumbuh atau growth spurt. Penelitian-penelitian yang dilakukan


(26)

di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa rata-rata perempuan mengalami masa pacu tumbuh linier pada usia 10-13 tahun, sedangkan pada pria antara 12-15 tahun. Pertumbuhan maksimal yang terjadi baik dalam hal tinggi badan, berat badan dan juga pada pertumbuhan komposisi tubuh (Sayogo, 1992).

Di dalam kehidupan, masa pacu tumbuh ini terjadi dua kali, yaitu pada masa bayi dan masa remaja. Disebut juga pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Pada perempuan pacu tumbuh terjadi lebih awal daripada laki-laki, sehingga pada usia 11-13 tahun perempuan lebih besar daripada laki-laki, dan pada usia 13-14 tahun perempuan lebih tinggi dan lebih berat daripada laki-laki (Harini, 2005).

Dikemukakan pula oleh Samsudin (1985) pada masa remaja terjadi perkembangan yang meliputi seluruh kepribadian baik berupa fisik, mental, emosi dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi adalah pertumbuhan tinggi dan berat badan, timbulnya ciri-ciri seks sekunder seperti bulu-bulu disekitar alat kelamin dan pada bagian tubuh lainnya, membesarnya buah dada, menstruasi pada perempuan, dan lain-lain. Sedangkan perubahan mental dan emosi adalah remaja mulai berfikir kritis mengenai dirinya dan lingkungannya.

2.2.3. Gizi remaja

Mengonsumsi makanan dari restoran makanan cepat saji, terutama yang menyediakan menu Western Style, semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota besar khususnya para remaja.. Selain jumlah restoran-restoran tersebut semakin


(27)

banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya cepat dalam penyajian (Khomsan, 2003)

Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan siap saji umumnya mengandung lemak, karbohidrat, dan garam yang cukup tinggi tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat. Bila konsumsi makanan jenis ini berlebih akan menimbulkan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko beberapa penyakit degeneratif yang saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian.

Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium dan beberapa vitamin ternyata masih kurang.

Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara berlebihan, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).

Snack mencakup hampir 40% kalori diet remaja. Es krim, es krim kocok (shake), hamburger, dan pizza memberikan zat gizi yang penting, tetapi juga tinggi lemak, natrium dan kalori. Remaja sangat sering mengonsumsi makanan yang ada pada restoran makanan cepat saji yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan yang tinggi kalori, lemak dan natrium (Moore, 1997).


(28)

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, dan berbagai gangguan kulit.

Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, disamping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Arisman, 2004).

Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi proses pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh, disamping aktivitas fisik yang tinggi. Besar kecilnya angka kecukupan energi sangat dipengaruhi oleh lama serta intensitas kegiatan jasmani tersebut (Almatsier, 2001).

Penentuan kebutuhan akan zat gizi secara umum didasarkan pada

Recommended Daily Allowances (RDA) yang disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari


(29)

jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial.

WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10-15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat (Almatsier, 2001).

Secara garis besar, remaja putra membutuhkan lebih banyak energi ketimbang remaja putri. Pada usia 16 tahun remaja putra membutuhkan sekitar 3.470 kkal perhari, dan menurun menjadi 2.900 pada usia 16-19 tahun. Kebutuhan remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2.550 kkal), kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 18 tahun (Arisman, 2004).

Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (WKNPG VI) tahun 1998 menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) protein untuk remaja 1,5 - 2,0 gr/kg BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari untuk perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki.

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak essensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak (Almatsier, 2001).


(30)

Tabel 2.2 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada Remaja

Jenis Kelamin

Umur (thn) Berat badan (kg)

Energi(kkal) Protein (gr)

Laki-laki 10-12 35 2050 50

13-15 46 2400 60

16-19 55 2600 65

Perempuan 10-12 37 2050 50

13-15 48 2350 57

16-19 50 2200 50

Sumber : Depkes RI, 2004

Perubahan gaya hidup suatu masyarakat dalam kaitannya dengan makanan berkaitan juga pada perubahan budaya. Makanan alamiah yang berasal dari pertanian seperti beras, gandum, jagungmenjadi lebih menarik lagi apabila diolah dengan lebih modern sesuai dengan tuntutan zaman. Makanan siap saji menjadi lebih diminati karena dianggap lebih cepat dan praktis sebab dapat menunjang kebutuhan masyarakat urban yang sangat sibuk bekerja. Dengan demikian perkembangan dan peningkatan perekonomian sebagian masyarakat juga membentuk kebiasaan makannya. Perubahan gaya hidup muncul ketika orang lebih tertarik dengan makanan siap saji yang ditawarkan di daerah pertokoan elit (dengan tempat yang nyaman dan menarik) dan hal itu dianggapnya dapat memberikan nilai tambah baginya.

Selain itu perubahan gaya hidup tersebut juga membawa perubahan persepsi pada masyarakat terhadap makanan, yaitu munculnya persepsi masyarakat konsumtif

(the consumer society) Perilaku konsumtif muncul karena adanya unsur teknologi, seperti iklan yang menawarkan berbagai kebutuhan manusia akan makanan. Melalui tayangan iklan baik pada media cetak maupun elektronik, orang menjadi tertarik


(31)

untuk membeli. Kesadaran manusia seakan terstruktur oleh keinginan, impian, imajinasi terhadap pesan yang disampaikan oleh “tanda” (sign) pada makanan (label makanan, tayangan iklan, penyajian di tempat mewah dan sebagainya).

2.3 Metode Pengukuran Pola Makan

Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain : 1. Metode Foodrecall 24 jam

2. Metode estimated food records

3. Metode penimbangan makanan (food weighing) 4. Metode dietary history

5. Metode frekuensi makanan (food frequency) 1. Metode Food Recall 24 Jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.


(32)

2. Estimated Food Records

Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

3. Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Perlu diperhatikan, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi.

4. Metode Riwayat Makan (Dietary History Method)

Metode ini bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Burke (1974) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu :

- Komponen pertama adalah wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir.

- Komponen kedua adalah tentang frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan, untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi.


(33)

- Komponen ketida adalah pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang.

Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengumpulan data adalah keadaan musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti awal bulan, hari raya dan sebagainya.

5. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Remaja

Sebagaimana kita ketahui bahwa pola makan adalah perilaku yang ditempuh seseorang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Menurut Green dalam Notoadmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :


(34)

1. Faktor Predisposisi(predisposing factors), yaitu : faktor pencetus timbulnya perilaku seperti : umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, keyakinan, paritas dan lain sebagainya.

2. Faktor Pendukung (enabling factors), yaitu : faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber daya yang ada di masyarakat. 3. Faktor Pendorong (reinforcing factors), yaitu : faktor yang memperkuat atau

mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang lain misalnya : teman.

2.4.1 Faktor Predisposisi (Faktor Predisposing)

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif terbagi atas enam tingkatan yaitu :


(35)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur


(36)

organisasi, dan masih ada kaitannyan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan gizi diartikan sebagai semua yang diketahui tentang makanan, faedah makanan bagi kesehatan ( Moehyi, 1999). Suhardjo (1996) mengatakan bahwa pengetahuan gizi membicarakan tentang makanan beserta unsur gizinya dalam hubungannya dengan kesehatan, pertumbuhan, bekerjanya jaringan dan anggota tubuh secara normal serta produktivitas kerja. Menurut Almatsir (2002), pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal.


(37)

Dalam penelitian Asmini (2009) tingkat pengetahuan gizi siswa-siswi di Madrasah Tsanawiyah Negeri Langgudu Kabupaten Bima sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 45 (54,2%) orang dari 83 siswa dan yang mempunyai status gizi baik sebanyak 48 siswa (57,8%).

Dalam penelitian Muniroh (2000), menunjukkan tingkat pengetahuan gizi remaja di Jombang adalah baik sebesar 81,5% tetapi masih terdapat remaja yang berstatus gizi kurang sebesar 20% walaupun pengetahuan gizinya baik.

Pengetahuan siswi tentang gizi dan pola makan yang sehat akan membentuk sikap siswi terhadap pola makan sehari-harinya dan selanjutnya akan mendorong para siswi untuk tidak melakukan pola makan berlebih.

b. Sikap

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pola makan berlebih adalah sikap remaja. Sikap (attitude) menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan ataosisi bagi seseorang untuk berperilaku (Green, 1980).

Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yanu kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespons sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predispg saling menunjang yaitu: komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional


(38)

subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Interaksi antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapkan dengan suatu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali (Azwar, 2007).

Menurut penelitian Setyaningrum dalam Sahri (2008) saat ini masyarakat cenderung lebih menyukai makanan cepat saji yang tinggi lemak, protein, karbohidrat dan garam yang berdampak meningkatnya kecenderungan kelebihan berat badan.

Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek, jumlah sikap senantiasa terarah terhadap suatu objek, tidak ada sikap tanpa objek. (Purwanto, 1994)

Menurut Notoatmodjo (2000) sikap positif adalah sikap sesuai dengan yang diharapkan berupa menerima, bersahabat, ingin membantu, penuh inisiatif dan ingin bertindak sesuai dengan yang diharapkan.

Hal ini sesuai dengan teori Notoadmodjo (2005) di mana sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan pencetus suatu tindakan atau perilaku.


(39)

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan sikap itu mempunyai 3 komponen yaitu kepercayaan, evaluasi, emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap ini pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Walaupun sikap belum merupakan suatu tindakan aktivitas tetapi merupakan pencetus suatu tindakan atau perilaku. Sikap ini dapat bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif. Sikap positif ditunjukkan dengan cara menghindari konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan sedangkan sikap negatif ditunjukkan dengan seringnya siswa mengkonsumsi makanan cepat saji.

Terkait dengan teori diatas peneliti berpendapat bahwa pengaruh sikap yang baik terhadap efek dari makanan cepat saji akan mempengaruhi kesehatan siswa dan menjaga pola hidup siswa itu sendiri.

Hasil penelitian Susanti (2008) terhadap 96 orang siswi SMA 2 Jember yaitu untuk mengetahui hubungan sikap siswi terhadap makanan cepat saji. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sikap siswa terhadap makanan cepat saji dengan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji.


(40)

2.4.2 Faktor Pendukung (Faktor Enabling)

a. Uang Saku

Pada Endromono, 2006 menyatakan bahwa pemberian uang saku terhadap remaja juga bisa menjadi pemicu mereka untuk membeli makanan cepat saji, karena semakin besar uang saku yang mereka peroleh maka semakin besar kemungkinan mereka untuk membeli atau mengonsumsi makanan cepat saji, karena harga makanan cepat saji dipasaran cenderung tinggi.

Sebenarnya tanpa disadari, orang tua juga ikut andil dengan kebiasaan seorang siswa dalam mengkonsumsi makanan cepat saji tersebut, dengan jalan memberikan uang saku dan membiarkan anaknya jajan Akibatnya anak menjadi lebih sering dan terbiasa mengkonsumsi makanan cepat saji.

Besarnya uang saku yang diberikan kepada siswa dan kurangnya kontrol dari orang tua mengakibatkan siswa sering mengonsumsi makanan cepat saji yang dapat berdampak tidak baik terhadap kesehatan mereka pada masa yang akan datang. Dari hasil peneliti diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar uang saku yang diperoleh siswa maka akan semakin besar pula peluang mereka untuk membeli makanan cepat saji, karena mereka akan berpikir jika mereka membeli makanan cepat saji akan lebih simpel dari pada mereka membawa makanan dari rumah atau masak sendiri.

Hasil peneltian Novasari (2009) terhadap 87 orang siswa Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA (LBPP-LIA) di Palembang untuk mengetahui hubungan uang saku dengan perilaku mengonsumsi makanan cepat saji. Hasil uji


(41)

statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara uang saku dengan perilaku mengonsumsi makanan cepat saji siswa LBPP-LIA.

b. Aktivitas

Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan gerakan dan mengeluarkan energi. Dalam penelitian ini aktivitas yang diteliti adalah klasifikasi aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat.

Beberapa pakar mempunyai pengertian tentang aktivitas fisik, antara lain menurut Almatsier (2003) mengatakan bahwa aktivitas fisik dapat didefinisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Sedangkan Fathonah (1996) menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan eksternal. Aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan aktivitas fisik merupakan suatu kondisi yang memerlukan tingkatan gerakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang dikeluarkan, sehingga kalori per jam akan berkurang tergantung tingkat aktivitasnya.

Aktivitas remaja sebagian besar banyak dilakukan di sekolah selama 8 jam meliputi kegiatan belajar dan bermain saat istirahat. Aktivitas berada dirumah kurang lebih 5-6 jam meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan bermain di lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan pangan mengandung gizi yang cukup sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik.


(42)

Tingkat aktivitas remaja laki-laki dan perempuan sangat berbeda, untuk remaja laki-laki tingkat aktivitasnya lebih tinggi daripada perempuan. Berdasarkan pedoman Centre for Disease Control/CDC (2002) aktivitas remaja dapat diklasifikasikan menurut tingkatannya antara lain aktivitas fisik ringan, sedang dan berat yang dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Jenis-jenis Aktifitas Remaja Macam Kegiatan

Ringan :

Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi, berdandan, berjalan lambat, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa menggerakkan lengan.

Sedang :

Bermain dengan mendorong benda, bermain pingpong, menyetrika, merawat tanaman, menjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak menggerakkan lengan.

Berat :

Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat benda, berlari, mengepel, basket, berenang, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain dengan banyak menggerakkan lengan.

Sumber : Huriyati, dkk, 2004

Aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :


(43)

∑ (PAR x w) PAL = _________________

24 jam Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/ UNU 2001) :

1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69 2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99 3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40

Berbagai sarana dan fasilitas memadai hingga gerak atau aktivitas menjadi semakin terbatas. Hidup terasa santai karena segalanya sudah tersedia sehingga dapat berakibat menghambat gerak atau aktivitas yang pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan antara asupan pangan dan pengeluaran energi. Dampak penumpukan lemak menyebabkan penumpukan lemak yang berlebihan yang disebut dengan kegenukan atau obesitas.


(44)

2.4.3 Faktor Pendorong (Faktor Reinforcing)

a. Teman

Teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya terkucil dan akan merusak kepercayaan dirinya. (Arisman, 2004)

b. Promosi Makanan Cepat Saji

Remaja usia sekolah juga merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan terhadap iklan terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya. Pada umumnya fungsi dari iklan adalah untuk memberi informasi dan melakukan persuasi. Tujuan dari pemberian informasi adalah untuk memperkenalkan produk baru atau perubahan produk lama (Sabda, 2009)

Walaupun iklan adalah suatu informasi yang diperlukan oleh konsumen namun dalam hal ini pengaruh iklan adalah hal yang kurang baik, karena jika siswa terpengaruh iklan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji maka mereka justru akan mengurangi pola makan yang seharusnya (pola makan sehat).

Remaja belum mempunyai kematangan cara berpikir dan bertindak. Ia berada pada tahap sosialisasi dengan melakukan pencarian informasi di sekitarnya dalam rangka membentuk identitas diri dan kepribadiannya. Sumber informasi utama bagi


(45)

anak adalah dari keluarga. Setelah itu, ia mengumpulkan informasi lainnya dari teman sebaya, sekolah, masyarakat dan media massa.

Kenyataan ini perlu dicermati secara kritis karena iklan bisa membentuk pola makan yang buruk pada masa remaja. Padahal makanan yang dikonsumsi pada masa remaja akan menjadi dasar bagi kondisi kesehatan di masa dewasa dan tua nanti. Gencarnya iklan produk makanan di media massa, terutama televisi. Karena jiwanya masih labil, maka remaja usia sekolah mudah sekali menjadi korban iklan. Terutama jika yang diiklankan adalah produk makanan baru, mereka tertarik untuk mencobanya.

2.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis faktor predisposisi, factor pendukung dan factor pendorong yang mempengaruhi pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan adalah teori model Green (1980). Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor perilaku) dan nonbehavioral factors (faktor nonperilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa factor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :

1. Faktor Predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan dan sebagainya.

2. Faktor Pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku. Yang dimaksud dengan faktor pendukung adalah sarana dan prasarana


(46)

untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Rumah Sakit, Puskesmas, dana dan sebagainya.

3. Faktor Pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Misalnya keluarga, teman, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan sebagainya.

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari skema Green (1980) seperti yang dapat dilihat dibawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor pendukung - Uang saku - Aktivitas

Faktor pendorong

- Dukungan Teman - Promosi Makanan

cepat saji

Pola Makan : - jumlah energi - jenis

- frekuensi Faktor predisposisi

- Pengetahuan - Sikap

Gambar 1. Kerangka Konsep Analisis Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung dan Faktor Pendorong terhadap Pola Makan pada Siswi SMA Yayasan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2010


(47)

Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya pengetahuan dan sikap seseorang serta faktor-faktor dari luar orang tersebut (lingkungan). Kemudian pengetahuan, sikap dan lingkungan (uang saku, promosi makanan cepat saji dan aktivitas serta teman) tersebut diketahui, dipersepsikan dan diyakini sehingga menimbulkan suatu niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku. Dalam hal ini perilaku pola makan.


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian survei yang bersifat analitik dengan menggunakan desain sekat silang (cross sectional study) untuk mempelajari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat melalui uji hipotesis. Studi cross sectional melakukan pengamatan terhadap variabel pada saat bersamaan dan hanya dilakukan satu kali (Notoatmodjo, 2002).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan dengan pertimbangan berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, bahwa letak sekolah sangat strategis yaitu dekat dengan pusat penjualan makanan cepat saji, ditambah lagi dikantin sekolah banyak sekali tersedia makanan cepat saji (hamburger, hot dog, pizza, dan lain-lain), dan juga banyak siswi yang menderita obesitas. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada 25 siswa di SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan, jumlah siswa yang mengonsumsi makanan cepat saji 1 x seminggu seperti beef burger, spaghetti dan meat lovers

sebanyak 10 orang (40%) sedangkan sebanyak 15 siswa (60%) mengonsumsi makanan cepat saji setiap hari seperti bakso dan mie instan karena makanan cepat saji tersebut tersedia di kantin sekolah yang dikonsumsi pada jam istirahat sekolah.


(49)

Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2010.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan kelas X, XI dan XII yang berjumlah 122 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah Medan yang besarnya ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Soekidjo, 2002)

N

n = ___________________ 1 + N (d2)

122

n =___________________ 1 + 122 (0,052) n = 93,48 = 94 orang Keterangan :

N = besar populasi n = besar sampel


(50)

Diketahui populasi (N) = 122 orang, didapat dari bagian administrasi sekolah yang terdiri dari :

- Kelas X = 37 orang - Kelas XI = 48 orang - Kelas XII = 37 orang

Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel adalah 94 orang yang tersebar pada kelas X, XI, XII. Alokasi siswi terpilih dari masing-masing kelas ditetapkan secara alokasi proporsional (proportional allocation). Untuk mengambil sampel dari setiap kelas dilakukan dengan metode simple random sampling, yaitu mengambil sampel dengan acak atau undian sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan (Arikunto, 2000).

Jumlah sampel adalah 94 orang, dengan rincian sebagai berikut : - Kelas X : 37x 94 orang = 28 orang

122

- Kelas XI : 48 x 94 orang = 38 orang 122

- Kelas XII : 37x 94 orang = 28 orang 122

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Data primer meliputi data responden mengenai pola makan, pengetahuan, sikap, tingkat aktivitas, uang saku, dukungan teman terhadap makanan cepat


(51)

saji dan promosi makanan cepat saji yang diambil secara langsung melalui kuesioner berupa angket, formulir food recall dan formulir food frequency.

2. Data sekunder mencakup data gambaran umum SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan yang diperoleh dari bagian administrasi sekolah. Data tersebut terdiri atas jumlah siswi dan jumlah kelas yang ada dengan cara melihat dan mengambil data dasar para siswi ke bagian arsip SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun, 1991). Reliabilitas menunjukkan adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu. Suatu skala ukur dikatakan reliabilitas apabila alat ukur tersebut bila digunakan berulang kali menunjukkan hasil yang sama (konsisten).

Pada penelitian ini uji coba dilakukan terhadap kuesioner pengetahuan dan sikap siswi kepada 30 orang responden di SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian seperti banyaknya makanan cepat saji yang dijual baik di dalam sekolah maupun diluar sekitar sekolah.

Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor totalnya (Singarimbun, 1991). Untuk penentuan validitas menggunakan Korelasi Pearson (r) yang dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation yang akan dibandingkan dengan r


(52)

tabel. Nilai korelasi r berkisar antara 0-1. Keputusan uji bila r hitung > r tabel maka Ho ditolak artinya variabel valid.

Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan mengukur sekali saja dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach minimal 0,70 (Nunnaly and Bernstein, 1994). Uji reliabilitas diperoleh dengan cara membandingkan nilai Cronbach Alpha dengan

α = 5%, jika nilai Cronbach alpha > α maka pertanyaan tersebut reliabel. Hasil analisis menunjukkan semua butir pertanyaan (18 pertanyaan untuk pengetahuan dan 21 pertanyaan untuk sikap) dapat digunakan karena r hitung lebih besar dari r tabel yaitu : 0,361 untuk 30 responden sehingga memenuhi syarat validitas dan nilai alpha lebih besar dari 0,70 sehingga memenuhi syarat reliabilitas. Adapun untuk variabel pola makan digunakan Formulir Food Recall dan Formulir Food Frequenyc, variabel uang saku.tingkat aktivitas, dukungan teman terhadap makanan cepat saji dan promosi makanan cepat saji digunakan kuesioner berupa wawancara. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas

Variabel r-tabel r-hitung Alpha Keterangan

Pengetahuan 1 0,361 0,979 0,966 Valid dan Reliabel Pengetahuan 2 0,361 0,723 0,970 Valid dan Reliabel Pengetahuan 3 0,361 0,778 0,969 Valid dan Reliabel Pengetahuan 4 0,361 0,641 0,970 Valid dan Reliabel Pengetahuan 5 0,361 0,911 0,967 Valid dan Reliabel Pengetahuan 6 0,361 0,919 0,967 Valid dan Reliabel Pengetahuan 7 0,361 0,466 0,972 Valid dan Reliabel Pengetahuan 8 0,361 0,864 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 9 0,361 0,875 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 10 0,361 0,730 0,969 Valid dan Reliabel


(53)

Tabel 3.1. (Lanjutan)

Variabel r-tabel r-hitung Alpha Keterangan

Pengetahuan 11 0,361 0,614 0,971 Valid dan Reliabel Pengetahuan 12 0,361 0,896 0,967 Valid dan Reliabel Pengetahuan 13 0,361 0,806 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 14 0,361 0,841 0,968 Valid dan Reliabel Pengetahuan 15 0,361 0,773 0,969 Valid dan Reliabel Pengetahuan 16 0,361 0,794 0,969 Valid dan Reliabel Pengetahuan 17 0,361 0,703 0,970 Valid dan Reliabel Pengetahuan 18 0,361 0,979 0,966 Valid dan Reliabel

Sikap 1 0,361 0,835 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap 2 0,361 0,827 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap 3 0,361 0,729 0,972 Valid dan Reliabel

Sikap 4 0,361 0,735 0,972 Valid dan Reliabel

Sikap 5 0,361 0,900 0,970 Valid dan Reliabel

Sikap 6 0,361 0,954 0,969 Valid dan Reliabel

Sikap 7 0,361 0,724 0,972 Valid dan Reliabel

Sikap 8 0,361 0,792 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap9 0,361 0,593 0,973 Valid dan Reliabel

Sikap 10 0,361 0,862 0,970 Valid dan Reliabel

Sikap 11 0,361 0,750 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap 12 0,361 0,735 0,972 Valid dan Reliabel

Sikap 13 0,361 0,900 0,970 Valid dan Reliabel

Sikap 14 0,361 0,823 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap 15 0,361 0,954 0,969 Valid dan Reliabel

Sikap 16 0,361 0,729 0,972 Valid dan Reliabel

Sikap 17 0,361 0,792 0,971 Valid dan Reliabel

Sikap 18 0,361 0,593 0,973 Valid dan Reliabel

Sikap 19 0,361 0,862 0,970 Valid danReliabel Sikap 20 0,361 0,785 0,971 Valid danReliabel Sikap 21 0,361 0,531 0,973 Valid danReliabel


(54)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

1. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang dapat mempengaruhi objek penelitian yang meliputi : pengetahuan, sikap, uang saku, promosi makanan cepat saji, aktivitas dan teman.

2. Variabel terikat (Dependent Variable) adalah variabel yang diamati dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas, yaitu : pola makan pada siswi SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Tabel Definisi Operasional Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur Pola makan pada siswi Kebiasaan siswi dalam mengonsumsi makanan yang meliputi jenis, jumlah, dan frekuensi makan. Menjawab kuisioner - Formulir Food Recall - Formulir Food Frequency Jumlah makanan Angka yang menunjukkan berapa banyak makanan (energi) yang dikonsumsi siswi per hari dalam satuan kkal Menjawab kuisioner - Formulir Food Recall - Baik (>100% AKG) - Tidak baik (<100%

AKG)


(55)

Tabel 3.2 (Lanjutan) Frekuensi makan Angka yang menunjukkan seberapa sering siswi mengonsumsi jenis makanan tertentu dalam 1 hari atau 1 minggu Menjawab kuesioner - Formulir Food Frequency

- > 1 x 1 hr - 1 x 1 hr - 4-5x/mg - 1-3x/mg - 2 x 1 bl - 1 x 1 bl - tidak pernah

Ordinal Jenis makanan Keragaman makanan yang dikonsumsi siswi setiap kali makan meliputi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah,dan susu. Menjawab kuesioner - Formulir Food Recall

- Baik (> 4 jenis) - Sedang (3 jenis) - tidak baik (< 3 jenis)

Ordinal

Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui siswi tentang pola makan.

Menjawab kuesioner

Kuesioner 0 = tidak tahu 1 = Kurang

tahu 2 = Tahu - Baik > 70% - Kurang baik

40-70%) - Tidak baik

<40% Ordinal Sikap Kecendrungan siswi untuk memberi respon terhadap pernyataan tentang pola makan Menjawab kuesioner

Kuesioner 0 = Tidak baik (skor < 40) 1 = kurang baik (skor 40-70) 2 = Baik (Skor > 70)

Ordinal

Uang saku Uang yang diberikan orang tua kepada siswi yang diberikan secara harian Menjawab kuesioner

Kuesioner 1 = < Rp 10.000 2 =

Rp10.050-15.000 3= Rp15.050-20.000 4=> Rp 20.000


(56)

Tabel 3.2 (Lanjutan) Promosi makanan cepat saji Pernyataan siswi untuk menerima atau menolak iklan makanan cepat saji disekitar sekolah Menjawab kuesioner

Kuesioner 0= Menolak 1= Menerima

Nominal

Aktivitas Seluruh kegiatan yang dilakukan siswi setiap harinya selama 24 jam Menjawab kuesioner

Kuesioner - Aktivitas ringan PAL 1,4-1,69 - Aktivitas sedang PAL 1,70-1,99 - Aktivitas berat PAL 2,00-2,40 Ordinal Dukungan teman Pernyataan siswi terhadap teman yang mendukung dalam pemilihan pola makan Menjawab kuesioner

Kuesioner 0 = Tidak 1 = Iya

Ordinal

Makanan cepat saji adalah makanan yang mempunyai kandungan garam, gula, lemak dan kalori tinggi, tetapi kandungan vitaminnya sedikit.

3.6. Metode Pengukuran

1. Pola makan pada siswi :

1. Baik jika jumlah asupan energi memenuhi angka kecukupan gizi dan jenis makanan berada pada kategori lengkap.

2. Tidak baik jika tidak memenuhi persyaratan yang ada pada kategori pola makan yang baik.

a. Data tingkat energi diperoleh melalui food recall 2 kali 24 jam dan hasil analisis bahan makanan dihitung rata-rata konsumsi energi, kemudian dibandingkan


(57)

dengan Daftar Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan berdasarkan golongan umur, selanjutnya tingkat kecukupan gizi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Tingkat Kecukupan = Jumlah Konsumsi

Kecukupan Yang dianjurkan x 100%

Tingkat energi dapat digolongkan atas (Supariasa, dkk, 2001) : 1) memenuhi AKG (≥ 100% AKG)

2) tidak memenuhi AKG ( < 100% AKG)

b. Jenis Makanan : Keragaman makanan yang dikonsumsi siswi setiap kali makan meliputi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah dan susu dikategorikan ke dalam 3 kategori yaitu :

1) lengkap (≥ 4 jenis) 2) kurang lengkap (3 jenis) 3) tidak lengkap (< 3 jenis) 2. Pengetahuan

Dalam menganalisis variabel pengetahuan maka pengkategorian berdasarkan jumlah skor yang diperoleh oleh responden dengan menjawab pertanyaan yang disediakan. Setiap jawaban yang paling benar diberi nilai 2 sedangkan jawaban yang salah diberi nilai 0. Dari skor yang diperoleh, variabel pengetahuan dikategorikan menjadi skala ordinal dan dibagi atas 3 kelompok menurut Pratomo (1986) :


(58)

1) Baik : bila > 70 % jawaban benar 2) Kurang : bila 40-70% jawaban benar 3) Tidak baik : bila < 40 % jawaban benar 3. Sikap

Pengukuran variabel sikap menggunakan skala Likert, yaitu : memberikan tanda (X) pada pernyataan dengan tiga pilihan : baik (skor 2), kurang baik (skor 1), dan tidak baik (skor 0). Skor nilai yang diperoleh dikategorikan menjadi skala ordinal dan dibagi atas 3 kelompok menurut Pratomo (1986) :

1) baik : bila > 70 % jawaban benar 2) Kurang baik : bila 40-70% jawaban benar 3) Tidak baik : bila < 40 % jawaban benar 4. Aktivitas

Aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

∑ (PAR x w) PAL = _________________


(59)

Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

w : Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/ UNU 2001) :

1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69 2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99 3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40

5. Promosi Makanan Cepat saji : 0 = menolak jika responden menjawab tidak pada pertanyaan kuesioner yang telah disediakan. 1 = menerima jika responden menjawab ya pada

pertanyaan kuesioner yang telah disediakan. 6. Dukungan Teman : 0 = tidak mendukung jika responden menjawab tidak pada

pertanyaan keusioner yang telah disediakan.

1 = mendukung jika responden menjawab ya pada pertanyaan kuesioner yang telah disediakan.

3.7 Metode Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data sebagai berikut : 1. Editing, untuk menghindari terjadinya kesalahan atau kemungkinan kuesioner


(60)

2. Koding, pemberian kode dan skoring pada tiap jawaban untuk memudahkan proses entri data.

3. Entri data, pemasukan data ke komputer untuk diolah dengan menggunakan program komputer.

Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi dari semua variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen serta bermakna secara statistik. Jenis datanya adalah kategori, maka analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square (x2). Untuk menganalisis pengaruh variabel faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap pola makan dipakai analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan rumus :

1 F (z) =

1+e (α + β1 + β2+ β3+ β4 + ...)

Ket :

F (z) = Variabel Dependen (pola makan)

α = Konstanta regresi Logistik


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan variabel yang berpengaruh terhadap pola makan siswi adalah variabel pengetahuan.

6.2 Saran

1. Pihak sekolah perlu memperhatikan menu makanan yang disediakan pada waktu makan siang di sekolah. Hendaknya lebih memperhatikan selera para siswi sehingga mengurangi siswi untuk jajan makanan lainnya. Pihak sekolah juga perlu memberi masukan kepada Dinas Pendidikan Kota Medan untuk mencantumkan materi gizi khususnya tentang pola makan yang sehat dalam pelajaran pendidikan jasmani (penjas).

2. Remaja perlu memahami bagaimana pola makan yang sehat agar dapat melakukan upaya pencegahan atau penanggulangan akibat pola makan yang salah secara mandiri dengan cara memantau berat badan secara rutin, mengatur pola makan serta meningkatkan aktivitas fisiknya.

3. Dinas kesehatan perlu menggalakkan program perbaikan gizi pada remaja dengan memberikan pendidikan gizi dan kesehatan kepada remaja maupun masyarakat tentang perilaku makan yang sehat yang sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah Rabiyatul., 2008. Preferensi dan Konsumsi Fast Food Dalam Pemenuhan Kecukupan Gizi Remaja di Bandar Lampung, Research Report dari LAPTUNILAPP.

Agoes, Dina, Maria Poppy., 2003. Mencegah dan Mengatasi Kegemukan pada Balita, Jakarta : Puspa Swara.

Ali, Muhammad., 1993. Konsep dan Analisa Statistk, Bandung : IKIP Almatsier, S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : PT Gramedia.

Anderson, 2009. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity. Anonim, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional,2006-2010.

Arikunto, Suharsimi., 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta : EGC.

Asih, W. F., 2001. Status Gizi Remaja dan Faktor-faktor yang Berhubungan Pada Siswa SMUN 3 Bogor. Skripsi. FKM UI.

Asti, Asmini., 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi Remaja Pada Siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri Langgudu Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Azwar, S., 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Jogjakarta : Pustaka Belajar.

Baror, 2000. Juvenile Obesity, Physical Avtivity, and Lifestyle Changes. The Physician and Sportmedicine Vol 28, No. 11. November.

DEPKES RI., 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2001, Jakarta.

Deni E, Rina Y, Hafni B, 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Asupan Zat Gizi Mahasiswa Universitas Andalas Yang Berdomisili Di Asrama Mahasiswa. Universitas Andalas


(3)

Desiana, M., Rias, G.K., 2005. Perilaku Makan Pada Siswa Obesitas. Jurnal IPTEK Olahraga, Vol 7, No. 3, September. Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Malang.

Dwiriani, Khomsan, Baliwati., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Depok : Penebar Swadaya.

Harini, R., 2005. Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Terjadinya Obesitas pada Remaja Siswa-siswi SMU di Wilayah Kerja Puskesmas Karawaci Baru Kota Tangerang Prop. Banten. Skripsi. FKMUI, Jakarta.

Hadi, H., 2002. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional, UGM, Yogyakarta.

Haya, M, 2000. Studi Analisis Hubungan Antropometri Dengan Persen Lemak Tubuh Pada Pasien Usia Lanjut di Poliklinik Reumatologi RSUD Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 1999. Tesis FKM UI, Depok.

Hidayati, n.S., Irawan, R., dan Hidayat, B., 2006. Obesitas Pada Anak. http://www.pediatrik.com/ diakses tanggal 5 September 2010.

Huriyati, E,. Hadi, H. Julia, M. 2004. Aktivitas Fisik pada Remaja SLTP Kota Yogyakarta dan Kab. Bantul serta Hubungannya dengan Kejadian Obesitas, Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

Hurlock, Elizabeth B, 2004. Psikologi Perkembangan. Penerbit Erlangga. Jakarta

Fathonah, Siti, dkk., 1996. Prevalensi Gizi Lebih pada Anak-anak SMA dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Tesis, Semarang : IKIP.

Hutami, Viani Rahesi, 2008. Hubungan Asupan Makanan (Energi, Protein, Lemak, Serat) Dan Aktivitas Fisik Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Magelang. Tesis. Universitas Diponegoro.

Iqbal Hasan. M., 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Yakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.

Karyadi, 1990. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, Jakarta : PT Gramedia.

Kharisma, Pratama., 2009. Hubungan Pengetahuan Tentang Pola Makan Dengan Kejadian Berat badan Berlebih Pada Usia Remaja (Kelas 3) Di SMA Assalam Surakarta. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(4)

Khomsan, Ali., 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, Jakarta :Raja Grafindo Persada.

Khomsiyah, 2006. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas Pada Remaja di SMUN 3 Semarang, FK UNDIP : Media Medika Muda. Khumaidi, M., 1994. Gizi Masyarakat, Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Lies Ranti, Anne., 2004. Kesehatan dan Gizi, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.

Luthfiana, Arifatul Hudha, 2006. Hubungan Antara Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Obesitas Pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang. Skripsi. UNS

Manurung, Marta., 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Siswi SMA Yayasan Pendidikan Raksana Medan. Skripsi. FIK UNIMED

Mappiare, Andi, 1982. Psikologi Remaja. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya

Meiningyas, Aykana. 2008. Hubungan Iklan Fast Food Pada Media Televisi Dengan Pola Konsumsi Dan Status Gizi Remaja (Studi Kasus di SMP Negeri 10 Surabaya). Tesis. Universitas Airlangga.

Moehyi, S., 1999. Ilmu Gizi, Jakarta : PT Bhatara Niaga Media.

Moore, M.C. ,1997. Terapi Diet dan Nutrisi : Edisi II. Hipokrates, Jakarta.

Nassar, S.S., 1995. Obesitas pada anak : Aspek Klinis dan Pencegahan. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta.

Notoatmodjo., 2000. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Jakarta : Rineka Cipta.

__________., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta. __________., 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. __________., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta.


(5)

Novasari, Tri., 2009. Analisis Perilaku Siswi Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA Dalam Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji di Palembang.

Nursyamsiyah, Fifi. 2000. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Dengan Pemilihan Jenis Makanan Jajanan Pada Siswa SD Medayu Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Pratomo, H. Dan Sudarti., 1986. Buku Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Kesehatan Masyarakat & Keluarga Berencana/Kependudukan, Jakarta. Proyek Pengembangan FKM di Indonesia Jalan Proklamasi 16 Jakarta. Pudjiadi Solihin., 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. FK UI, Jakarta : Penerbit Gaya

Baru.

Putri, Riana, A., 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Persen Lemak Tubuh Pada Siswi SMA Al Azhar I dan SMK N 8 Jakarta Selatan.

Rumawas, M., 2006. Fast Food Harus Dikonsumsi Terencana, Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia, Gizi.net, November, 2006.

Sahri, Alpi., 2008. Perilaku Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji Pada Siswa Di Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional (LBPP-LIA) Palembang Tahun 2008, STIK Bina Husada, Palembang

Sarwono, S. W,. 2000. Psikologi Remaja, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Samsudin., 1985. Gizi dan Tumbuh Kembang Anak. FKUI, Jakarta.

Sayogo., 1992. Usia Adolense Ditinjau dari Kebutuhan Aspek Zat Gizi. Majalah Kesehatan Indonesia, th. XX, no 7.

Sofya Eka., 2009. Keragaan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan Serta Tingkat Kecukupan Energi Dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar Di Kota Bogor. Skripsi. IPB.

Suhardjo., 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta : Bumi Aksara.

Supariasa, I,. Bakri, B., Fajar, I., 2001. Penilaian Status Gizi, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC.


(6)

Susanti, Eri., 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebiasaan

Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji Siswa SMAN 2 Jember. Skripi. FKM UNEJ

Virgianto, G dan Purwaningsih., 2006. Konsumsi Fast Food Sebagai Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja. http://www.m3undip.org

Wendy Oddy, Telethon Institute for Child Health Research (TICHR) Perth, Australia http://www.tempointeraktif.com. Dampak Iklan Makanan Cepat Saji Pada Anak.