Lutfiana 2006 juga mengatakan hal yang sama bahwa aktivitas fisik remaja cenderung ringan. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri 2004, Asih 2001 dan
Haya 2003 yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara aktivitas fisik dengan pola makan remaja.
5.2.2. Pengaruh Uang Saku terhadap Pola Makan Siswi
Hasil uji statistik regresi logistik menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara uang saku terhadap pola makan siswi dengan nilai p 0,05 yang
berarti tidak ada pengaruh signifikan antara uang saku terhadap pola makan siswi. Berdasarkan harga makanan dan minuman jajanan yang ada di sekitar
sekolah, dengan jumlah uang saku Rp. 10.000 saja, siswi sudah dapat membeli satu jenis makanan jajanan dan satu jenis minuman jajanan. Apalagi menurut hasil
penelitian, sebagian besar siswi mempunyai uang saku diatas Rp. 15.000. Dengan uang saku sebanyak ini siswi sudah dapat membeli dua jenis makanan jajanan dan
satu jenis minuman jajanan. Hal ini disebabkan karena kebiasaan siswi yang mengonsumsi makanan
jajanan ringan pada saat jam istirahat sekolah seperti minuman bersoda, kue jenis goreng-gorengan dan makanan ringan seperti chitato dan cheetos yang dijual di
kantin dan supermarket sekolah. Walaupun sekolah menyediakan makan siang untuk siswi, namun siswi lebih memilih untuk membeli jajanan di kantin atau supermarket
sekolah dengan berbagai alasan seperti makanan yang disediakan sekolah untuk makan siang tidak sesuai dengan selera siswi, masih kenyang untuk makan makanan
Universitas Sumatera Utara
berat pada jam istirahat atau tidak bisa mengonsumsi makanan yang disediakan oleh pihak sekolah karena alergi. Sementara makanan jajanan yang tersedia di kantin atau
supermarket sekolah lebih dominan mengandung karbohidrat dan lemak namun miskin serat dan protein.
Hal ini turut didukung oleh penelitian Denny 2008 yang menyimpulkan bahwa secara statistik besarnya uang saku tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
dengan pola makan remaja. Pemberian uang saku terhadap siswi juga bisa menjadi pemicu mereka untuk
membeli makanan cepat saji, karena semakin besar uang saku yang mereka peroleh maka semakin besar kemungkinan mereka untuk membeli atau mengonsumsi
makanan cepat saji, karena harga makanan cepat saji dipasaran cenderung tinggi. Sebenarnya tanpa disadari, orang tua juga ikut andil dengan kebiasaan seorang siswa
dalam mengonsumsi makanan cepat saji tersebut, dengan jalan memberikan uang saku dan membiarkan anaknya jajan. Akibatnya anak menjadi lebih sering dan
terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji yang dapat berdampak tidak baik terhadap kesehatan mereka pada masa yang akan datang.
5.3. Faktor Pendorong 5.3.1. Pengaruh Dukungan Teman terhadap Pola Makan Siswi