Tanggung Jawah Hukum Perusahaan Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(1)

LAMPIRAN

Tabel I. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal

NO BIDANG BIDANG USAHA

1 Pertanian Budidaya Ganja

2 Kehutanan 1. Penangkapan Spesies ikan yang tercantum

2. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bagunan/kapur/kalsium dan perhiasan, serta koral hidup atau mati dari alam

3 Perindustrian 1. Industri kimia yang dapat merusak lingkungan:

- Industri pembuat Chlor Alkali dengan proses merkuri

- Industri bahan aktif pestisida :

DiphenyTricloroethanel(DDT),aldrin, ednrin, diedrin, mirex .

- Industri bahan perusak lapisan ozon (BPO)

2. Industri bahan kimia yang terdaftar dalam daftar -1 konvensi senjata kimia dalam lampiran Undang-undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pengunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia

3. Industri minuman mengandung alkohol : - Minuman keras

- Anggur

- Minuman mengandung malt

4 Perhubungan 1. Penyelenggaraan dan pengoperasian terminal penumpang angkutan Darat.

2. Penyelenggaraan dan pengoperasian penimbangan kendaraan bermotor.

3. Telekomunikasi/sarana bantuan navigasi pelayaran. 4. Penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan 5. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan

bermotor. 5 Komunikasi

dan

informatika

Manajemen dan penyelenggaraan stasiun monitoring

spectrum frekuensi

Radio dan orbit satelit 6 Pendidikan dan

kebudayaan

1. Museum pemerintah

2. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, kraton,prasasti dan bagunan kuno)


(2)

Tabel II. Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan a. Bidang Kehutanan

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Penangkapan dan peredaran dan satwa liar (TSL) dari habitat alam kecuali reptile (ular, biawak, kura-kura dan buaya)

a. dicadangkan untuk usaha mikro,kecil,menegah,koperasi b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100% g. Perizinan khusus dan

kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri 100%

dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penanaman modal dari ASEAN

2 Pengusahaan hutan tanaman lainnya (aren, kayu manis) 3 Pengusahaan

sarang burung wallet dari alam 4 Industri kayu

gergajian (kapa-sitas produksi sampai 2000M3) 5 Industirian primer

pengelolaan rotan 6 Pengusahaan

perburuan

Maksimal 49 % 7 Pengusahaan rotan

8 Pengusahaan pariwisata alam berupa

pengusahaan


(3)

sarana, kegiatan dan jasa ekowisata di dalam kawasan hutan

b. Bidang Pertanian

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Usaha pembibitan tanaman pokok pangan yang luasnya lebih dari 25 Ha: -Padi

- Jagung - Kedelai - Kacang tanah - Kacang hijau

a. dicadangkan untuk usaha mikro,kecil,menegah, koperasi

b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100%

g. Perizinan khusus dan kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri

100% dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN 2 Usaha budidaya

tanaman pangan yang kurang dari 25 Ha:

-Padi - Jagung - Kedelai - Kacang tanah - Kacang hijau 3 Usaha perkebunan

dengan luas 25 Ha sesuai dengan peraturan per-undang-undangan:

Rekomendasi Menteri Pertanian


(4)

- Pekebunan tebu - Perkebunan

tembakau - Perkebunan

bahan Baku tekstil dan tana man kapas - Perkebunan

jambu mete. 4 Industri pengolahan

hasil perkebunan di bawah kapasitas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan:

- Industri minyak Mentah ( minyak makan) dari nabati dan hewani

- Industri minyak kelapa.

- Industri minyak kelapa sawit. - Industri serat

kapas

- Industri biji kapas - Industri gula

pasir

- Industri daun tembakau kering - Industri karet

menjadi lateks pekat


(5)

c. Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Jasa konstruksi migas:

- Platform - Tangki

speherical

- Instalasi produksi hulu minyak dan gas bumi di darat - Instalansi pipa penyalur di darat - Instalansi pipa penyalur di laut - Instalansi peyimpanan dan pemasaran minyak dan gas bumi di darat.

Maksimal 75 % Maksimal 49 %

Maksimal 49 %

a. Dicadangkan untuk usaha mikro,kecil,menegah, koperasi

b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100% g. Perizinan khusus dan

kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri 100%

dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN

2 Jasa survei: - Migas

- Geologi dan geofisika - Panas bumi.

Maksimal 49 % Maksimal 49 % Maksimal 95 % 3 Jasa pemboran:

-Migas di darat - Migas di laut - Panas bumi

- Maksimal 75 % Maksimal 95 % 4 Pembangkit tenaga

listrik:

- Pembangkit listrik <1MW - Pembangkit listrik

skala kecil (1-10 MW)

- Pembangkit listrik

Maksimal 49 %

Maksimal 95 % (jika 100% apabila dalam rangka kerjasama pemerintah


(6)

> 10MW swasta selama masa konsesi) 5 Pembangunan dan

pemasangan instalansi tenaga listrik:

- Instalansi penyediaan tenaga listrik - Instalansi

pemanfaatan tenaga listrik

Maksimal 95 %

-

6 Pemeriksaan dan pengujian instalansi listrik

-

7 Industri penghasil biomassa untuk energi

d. Bidang Perindustrian

No Bidang Usaha Uraian Persyaratan

Keterangan 1 Industri

penggaraman/ pengeringan ikan dan biota perairan lainnya

a. Dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menegah, koperasi

b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100%

g. Perizinan khusus dan kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri

100% dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemili-kan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN


(7)

2 Industri kerajinan 3 Industri jasa

pemeliharaan dan perbaikan sepeda motor

4 Industri makanan olahan

5 Industri

pengolahan susu bubuk dan susu kental manis

6 Industri rokok Rekomendasi dari Kementrian Perindustrian 7 Industri barang

dari tanah liat untuk bahan bagunandan dari semen

8 Industri tinta khusus

- Izin operasional dari BOTASU - Rekomendasi

dari Kementrian Perindustrian 9 Industri peleburan

timah hitam

Rekomendasi dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian perindustrian khusus yang menggunakan bahan baku


(8)

e. Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Biro perjalanan wisata

Maksimal 49 % (jika 51 % bermitra dengan UMKMK)

a. Dicadangkan untuk usaha mikro,kecil,menegah, koperasi

b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100% g. Perizinan khusus dan

kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri 100%

dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN 2 - Restoran

- Bar

- café

- Maksimal 51% - Maksimal

49% (jika 51 % bermitra dengan UMKMK) - Maksimal

49%

3 Jasa akomodasi - Maksimal 51 %

4 Usaha rekreasi, seni dan hiburan

5 Jasa teknik film 6 Pengedaran film


(9)

f. Bidang Kelautan dan Perikanan

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Perikanan tangkap dengan mengguna-kan kapan penagkap ikan berukuran sampai dengan 30 GT, di wilayah perairan sampai dengan 12Mil

a. Dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menegah, koperasi

b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100%

g. Perizinan khusus dan kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri

100% dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN 2 Usaha pengolahan

hasil perikanan yang dilakukan secara terpadu dengan penangkapan ikan di perairan umum 3 Pembesaran ikan:

- Ikan laut - Ikan air payau - Ikan air tawar 4 Pembenihan ikan 5 Usaha Pengolahan

hasil perikanan 6 Usaha pemasaran,

distribusi,

perdagangan besar, dan ekspor hasil perikanan


(10)

g. Bidang Pekerjaan Umum

No Bidang Usaha Uraian

Persyaratan

Keterangan

1 Jasa konstruksi yang menggunakan teknologi sederhaan dan/atau resiko rendah dan/ atau nilai pekerjaan sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00

a. Dicadangkan untuk usaha mikro,kecil,menegah,

koperasi b. Kemitraan

c. Kepemilikan modal asing d. Lokasi tertentu

e. Perizinan khusus

f. Modal dalam negeri 100% g. Perizinan khusus dan

kepemilikan modal asing h. Modal dalam negeri 100%

dan perizinan khusus.

i. Persyaratan kepemilikan modal asing/bagi penana-man modal dari ASEAN 2 Pengusahaan air

minum

Maksimal 95%

3 Pengusahaan jalan tol

Maksimal 95% 4 Jasa bisnis/jasa

konsultasi konstruksi 5 Pengelolaan dan

pembuangan sampah yang tidak berbahaya

6 Jasa konstruksi yang menggunakan teknologi tinggi dan/ atau nilai pekerjaan lebih dari Rp.

1.000.000.000,00


(11)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Dirdjosisworo, Soedjona. Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman modal di

Indonesia. Bandung: CV.Mandar Maju. 1999.

Erwin, Muhammad. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Ginting, Budiman. Hukum Investasi Perlindungan Hukum Pemegang Saham

Minoritas DalamPerusahaan Penanaman Modal Asing. Medan: Pustaka

Bangsa Press. 2007.

Hardjasoemantri, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan. Jogjakarta: Gadjah Mada

UniversityPress. 2002.

Harjono, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Husni, Sukandi. Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

Kairupan, David. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2013.

Kansil, C.S.T. Hukum Perusahaan di Indonesia. Jakarta: PT.Pradnya Paramita. 1995.

Mott, Graha. Menilai dan Merencanakan Penanaman Modal. Jakarta: PT.Pustaka BinamasPressindo. 1985.

Nasution, Asmin. Transparansi Penanaman Modal di Indonesia. Medan: Pustaka Press. 2008.

Radjagukguk, Erman. Hukum Investasi di Indonesia.Jakarta: Universitas Indonesia. 2005.

Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.

Salim, H.S dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT. RajawaliPersada. 2008.


(12)

Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembagunan. Jakarta: Erlangga. 2004.

Sinulingga, Sukaria. Analisi Llingkungan Usaha. Medan: USU Press. 2010. Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi. Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2010.

Siregar, Mahmul. Perdagangan International dan Penanaman Modal Studi

Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral. Medan.

2005.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1997.

Supramono, Gatot. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: PT. RinekaCipta. 2013.

Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.

Susanto, A.B. Reputation Driven Corporate Social Responsibility Pendekatan

StrategiManagement dalam CSR. Jakarta: Erlangga. 2009.

Syahrin, Alvi. Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang UUPPLH.Jakarta: Sinar Grafika. 2013.

Topan, Muhammad. Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup. Bandung: Nusa Media. 2009.

Untung, Hendrik Budi.Hukum Investasi. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.

Widjaja, Gunawan dan Yeremia Ardi Pratama. Resiko Hukum dan Bisnis

Perusahaan Tanpa CSR.Jakarta: Forum Sahabat. 2008.

B. Peraturan

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan LingkunganHidup.

Republik Indonesia Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BidangPenanaman Modal.

Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dalam Bidang Penanaman Modal.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 tentang Pelayana Terpadu Satu Pintu.


(13)

Republik Indonesia. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009tentang Pedoman danTata Cara Permohonan Penanaman Modal.

C. Website

Angelina Sinaga. http:// Wordpress.com/../Penanaman Modal Asing.html (diakses tanggal 20Oktober 2015).

tanggal 22 Oktober 2015).

D. Jurnal

Yustisia. Jurnal Ilmu Hukum. Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas. 1993.


(14)

BAB III

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Pengertian Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan sebagai suatu sumber daya yang sangat penting dan dapat dijadikan sebagai suatu aset untukmenyejahterakan kehidupan masyarakat disekitarnya. Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kekayaan akan sumber daya lingkungan itu dapat digunakan untuk berbagai macam peruntukannya dan fungsinya tanpa menimbulkan gangguan bahkan kerusakaan akan fungsi sumber daya tersebut.

Lingkungan hidup diIndonesiasebagai konsep ekologi, yang pengertiannya dibakukan dalam Pasal 1 angka1UUPPLH sebagai berikut“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua termasuk benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.”

Kesejahteraaan rakyat dapat tersebut dapat terwujud melalui hukum lingkungan merupakan salah satu instrument administrasi negara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum lingkungan menjadi perdoman dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut.Upaya atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu kewajiban bagi negara, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan


(15)

dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup dapat tetap menjadi sumber penunjang bagi rakyat serta mahkluk hidupyang lain.51

Menurut Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 UUPPLH, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaraan dan/ atau kerusakaan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan pengerakan hukum.52

Pengelolaan lingkungan hidup selama ini hanya cenderung hanya pada pemanfaatan lingkungan hidup sebagai objek pembagunan, sehingga pada UUPPLH perlu penambahan kata ”perlindungan” yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam rangka upaya untuk mempertahankan fungsi lingkungan hidup sebagai sebuah ekosistem. Pengelolaan lingkungan hidup berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau lingkungan dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia didalam mengelola lingkungan, sehingga pandangan yang lazim disebut dengan “ ramah lingkungan”. Ramah lingkungan menurut Otto Soemarwoto, haruslah juga bersifat mendukung pembagunan ekonomi.53

Pendapat dari hal diatas memberikan suatu makna bahwa dalam perlindunggan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memiliki suatu kesimbangan antara semua pemilik kepentingan ekonomi dan penjagaan

51 Alvi syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hlm. 1.

52 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.44. 53


(16)

terhadap kelestarian lingkungan hidup. Karena pada dasarnya terdapat sinkronisasi antara pertumbuhan ekonomi disuatu negara dengan keutuhaan akan kelestarian terhadap lingkungan disekitarnya. Dari sinilah peran serta fungsi pemerintah harus mampu menjadi suatu tonggak yang kuat untuk menjaga lingkungannya tersebut. Karena dapat dilihat pada akhir-akhir ini justru pemerintah lah dan kalangan swasta yang dipandang sebagai pihak yang lebih mengutamakan kepentingan ekonominya sendiri tanpa mengutamakan kepentingan pelestarian lingkungan.

Tindakan atas suatu kepedulian atau partisipasi atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dikaji dari peraturan-peraturan hukum yang dijadikan sebagai batasan atas segala tindakan yang dilakukan oleh para pihak yang memiliki kepentingan ekonomi terhadap lingkungan sekitarnya. Karena pada akhirnya jika peraturan yang dijadikan sebagai payung hukum dapat dijalankaan dengan baik oleh para pihak yang memiliki berbagai kepentingan maka pertumbuhan ekonomi disuatu negara juga akan mengalami progress yang baik pula tanpa merusak lingkungan alam sekitar terlebih lagi tanpa merusak kehidupan masyarakat dan alamnya.

Pasal 2 UUPPLH menentukan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan atas asas-asas sebagai berikut54

1. Asas tanggung jawab negara, maksudnya pertama negara menjamin pemanfaatan sumber data alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi yang akan datang. Kedua, negara menjamin baik

:

54


(17)

warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketiga negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan adanyan pencemaraan dan / atau kerusakaan lingkungan hidup.

2. Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

3. Asas keserasian dan keseimbangan adalah pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan, serta pelestarian ekosistem.

4. Asas keterpaduan adalah: bahwa perlindungan dan penggelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai kompenen terkait.

5 Asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/ atau kegiatan pembagunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

6 Asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alas an untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaraan dan/ atau kerusakaan lingkungan hidup.


(18)

7. Asas keadilan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.

8. Asas ekoregion bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karateristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.

9. Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keberagamaan, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur non-hayati disekitarnya secara keseluruhan untuk membentuk suatu ekosistem.

10.Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaraan dan/ atau kerusakaan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

11.Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk dapat berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

12.Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.


(19)

13.Asas tata kelola pemerintah yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efesiensi, dan keadilan.

14.Asas otonomi daerah adalah bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragamaan daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Dasar Hukum Perlindungan Dan Penglolaan Lingkungan Hidup

Kekayaan atas suatu negara dapat diukur dari sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara yang berlimpah-limpah dan ditata kelola dengan baik karena dari sumber daya alam tersebut akan memberikan banyak manfaat bagi manusia dan akan terciptanya kesejahteraan masyarakatnya.Untuk mempertahankan kemakmuraan atas sumber daya alam suatu negara diperlukan tindakan dan antisipasi dari masyarakat tersebut yang notabennya sebagai penikmat dari hasil sumber daya alam yang dimiliki.

Tujuan lingkungan hidup yang terdapat pada UUPPLH adalah adanya kata-kata pembangunan berwawasan lingkungan. Maksud pembangunan berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan atau dengan kata lain pembangunan tanpa merusak lingkungan, sehingga akan berguna bagi generasi kini dan generasi mendatang. Pembangunan adalah upaya-upaya untuk memperoleh kesejahteraan atau taraf hidup yang lebih baik merupakan hak semua orang


(20)

dimanapun berada khusunya dinegara-negara berkembang, pembangunan merupakan pilihan penting dilakukan guna terciptanya kesejahteraan penduduknya. Namun demikian, setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan terutama kepada lingkungan.55

Lingkungan menjadi semakin rusak berupa adanya pencemaran dan kerusakan sumber-sumber hayati seperti penipisan cadangan hutan (deforestization). Punahnya bermacam-macam biota, baik spesies hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu terjadi pula berbagai penakit sebagai akibat dari pencemaran akibat aktifitas kegiatan industri.56

Antisipasi atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan dari berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang sekaligus juga menjadi dasar hukum atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam suatu negara. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup(selanjutnya disingkat dengan UULH 1982) memang peraturan tersebut tidak berlaku lagi karena telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 23 Tahun 1997 (UULH 1997) juga dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UU No 32 tahun 2009 tentang UUPPLH .

Maka untuk mempertahankan ketersediaan sumber daya alam tersebut perlu dilakukan perlindungan atas lingkungan hidup tersebut dan dilakukan secara terus-menerus dengan melakukan pengelolaan atas lingkungan hidup tersebut .

57

55

N.H.T.Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 18.

56Ibid.,hlm. 19.

57 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 47.


(21)

Perkembangan terbaru adalah pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH (LN Tahun 2009 No. 140) yang menggantikan UULH 1997. Berbeda dari dua undang-undang pendahulunnya hanya menggunakan istilah pengelolaan lingkungan hidup pada penamaanya, UU Nomor 32 Tahun 2009 diberi nama Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup agar lebih memberikan makna tentang pentingnya lingkungan hidup untuk memperoleh perlindungan58

Dasar hukum atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya terdapat dalam UUPPLH melainkan diatur dalam peraturan lainnya seperti Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesaggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

.

59

58Ibid., hlm. 53.

Pasal 3 UUPPLH memuat beberapa tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu

1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. menjamin kesehatan dan keselamatan kehidupan manusia;

3. menjamin kelangsungan kehidupan mahkluk hidup dan kelestarian ekosistem;

4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;

59


(22)

6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa yang akan datang;

7. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;

8 mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; 9. mewujudkan pembagunan berkelanjutan;

10. mengantisipasi isu lingkungan global.

Tujuan dari dibentuknya peraturan mengenai pegelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut :60

60

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm.55.

1. tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya;

2. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

3. terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan hidup; 4. terlaksananya pembagunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan

generasi sekarang dan mendatang;

5. terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Pemaparan atas tujuan dari ketiga undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatas dapat lah kita simpulkan bahwa hampir tidak ada perbedaan yang mencolok antara undang-undang tersebut yang menjadi dasar rumusan atas dasar hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup .


(23)

C. Instrument Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Peran Masyarakat atas Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan bentuk dari pengelolaan lingkungan hidup dimana salah satunya adalah Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (selanjutnya disingkat dengan RRPLH). RRPLH ini merupakan suatu susunan mengenai perncanaan-perencanaan dalam bentuk tertulis yang didalam perencanaan tersebut mengantisipasi bahkan menyelesaikan kasus-kasus permasalahan mengenai permasalahan lingkungan hidup serta mengkaji tentang upaya-upaya perlindungan yang dilakukan serta pengelolaanya yang kaitannya dengan lingkungan hidup.

Berkaitan dengan lingkungan hidup yang dimana masyarakat selaku subjek dari lingkungan hidup itu sendiri memiliki peran yang sangat penting atas kelangsungan hidup. UUPPLH telah memberikan peran kepada manusia untuk memberikan perannya dalam pengelolaan lingkungan. Tindakan atas ikut sertanya masyarakat dalam menjaga pengelolaan lingkungan hidup diwilayahnya.Dengan adanya pengaturan yang tegas dalam Pasal 6 UUPPLH di atas memberikan suatu keharusan bagi semua pelaku kepentingan dalam melakukan usaha atau parapelaku ekonomi yang mendirikan perusahaanya dinegara ini wajib untuk meberikan data-data atas perusahaan yang lengkap serta memberikan informasi atas kegiatan yang dilakukannya selama dinegara Indonesia tersebut.

Bentuk perlindungan atas lingkungan hidup yang dilakukan masyarakat selaku masyarakat tersebut sebagai subjek dari lingkungan hidup itu sendiri terdapat aturan yang mengatur peran masyarakat atas perlindungan dan


(24)

pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam UUPPLH menyatakan bahwa:61

Upaya yang dapat dijadikan sebagai bentuk perlindungan dan pengelolaan atas lingkungan hidup suatu negara yaitu dengan menentukan atau menetapkan baku mutu lingkungan hidup. Dengan melihat banyaknya aktivitas yang dilakukan baik oleh para pelaku kegitan perusahaan-perusahaan yang didirikan dinegara ini yang mana proses berjalannya kegiatan perusahaan a. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama seluas-luasnya untuk

berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. b. Peran masyarakat berupa:

1) Pengawasan sosial;

2) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan 3) Penyampaian informasi dan/atau laporan.

c. Peran masyarakat dilakukan untuk:

1) Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; 3) Menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

4) Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;dan

5) Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

2. Baku Mutu Lingkungan Hidup (Environmental Quality Standard)

61 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Pasal 70.


(25)

tersebut serta aktifitas yang dilakukannya tidaklah menutup kemungkinan-kemungkinan terjadinya perusakaan lingkungan hidup yang dapat terjadi yang pada akhirnya akan merugikan banyak pihak.

Terdapat suatu hubungan yang sinkron atas pembangunan yang hendak dicapai dengan lingkungan hidup. Dimana tidak dapat dipungkri Indonesia yang sampai saat ini masih membutuhkan pembangunan ekonomi guna menyejahterakan masyarakatnya namun disisi lain negara maupun pemerintah serta pihak-pihak lainnya juga harus mampu menjaga kelestarian lingkungan hidup dinegaranya. Untuk itu timbul lah suatu pola pemikiran untuk membuat suatu standar yang dapat dijadikan sebagai patokan besar untuk menentukan apakah suatu aktivitas pembangunan termasuk dalam kategori pencemaraan atau perusakaan lingkungan yang saat ini sangat familiar disebut sebagai baku mutu lingkungan hidup.

Menelusuri seberapa pentingnya penetapan baku mutu lingkungan diIndonesia, telah diangkat kepermukaan oleh Mochtar Kusumaatmadja sebagaimana yang dikutip oleh M. Daud Silalahi, bahwa gagasan tentang pentingnya menetapkan suatu patokan atau baku mutu lingkungan hidup diIndonesia untuk pertama kalinya dikemukaan oleh Mochtar Kusumaatmadja pada seminar nasional tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembagunan antara lain sebagai berikut:

” mengingat bahwa negara kita sebagaimana juga kebanyakan negara yang sedang berkembang, memiliki toleransi yang lebih besar terhadap pencemaran lingkungan, suatu cara yang baik untuk mengkonkretkan atau sebenarnya mengkualifikasikan tujuan-tujuan sosial dalam hal ini perlindungan


(26)

lingkungan dalam rencana-rencana pembangunan adalah menetapkan atau merumuskan ukuran-ukuran minimum yang bertalian dengan lingkungan (minimum environment standards) untuk setiap sektor kehidupan dan usaha pembangunan kita. Selain untuk tujuan pengintegrasian faktor Membantu orang untuk memikirkan distribusi yang lebih merata dari hasil guna pembangunan dan tidak terlalu terpesona oleh sasaran pertumbungan GNP, dalam arti

aggregate-growth, minimum environmental standards itu diharapkan mempunyai efek

sebagai “ pedoman” bagi usaha nasional secara menyeluruh.62

Dasar dari fungsi atau kegunaaan dari baku mutu lingkungan tersebut :63

Ketentuan tentang AMDAL ini merupakan sebuah ketentuam yang sangat penting dalam UULH, khususnya dalam melakukan penerapa asas pembagunan yang berkelanjutan (suistainabledevelopment).Ketentuan ini tercantum didalam Pasal 18 UULH mengenai dampak lingkungan bagi usaha

a. sebagai alat evaluasi bagi badan-badan yang berwenang atas mutu lingkungan suatu daerah atau kompartemen,

b. berguna sebagai alat penataan Hukum Administratif bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seperti perusahaan dan Industri,

c dapat berguna bagi pelaksana Analisis Dampak Lingkungan (selanjutnya disingkat dengan AMDAL) yang merupakan konsep pengedalian lingkungan sejak dini (preventive).

3. Analisis mengenai dampak lingkungan

62Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia (Jakarta: PT Soft Media, 2012), hlm. 78

63


(27)

dan/atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan.

Kegiatan proyek pembangunan dalam negara perusahaan-perusahaan tersebut dalam melaksanakan proyek pembangunannya harus memiliki AMDAL. AMDAL merupakan bentuk dari salah satu uji dari kelayakan atas lingkungan yang mana diitujukan untuk memperoleh suatu izin atas berlangsungnya pembagunan proyek atas suatu perusahaan yang mendirikan perusahaannya diIndonesia

Proyek yang hendak dibuat sangatlah dibutuhkan karena hal tersebut akan menjadi sebuah gambaran yang kompleks atas perkiraan atau dugaan-dugaan yang akan muncul atas dampak dibangunya proyek tersebut dalam suatu wilayah dan dampak tersebut sangat lah berkaitan dengan lingkungan hidup atas masyarakat sekitar. Karena atas dilakukannya analisi atas proyek tersebut akan berkaitan secara relatif terhadap besar kecilnya atas rencana kegiatan yang dibuat atau mungkin dimana kegitan itu telah berjalan , juga akan terlihat hasil guna dan daya guna bila rencana kegitan tersebut terlaksana. Mengenai pembentukan proyek-proyek tersebut juga akan berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh yang mana ditujukan untuk melaksanakan pembangunan ekonomi Indonesia dan juga dampak negatif ataupun kerugian yang diderita berupa terjadinya kerusakaan lingkungan hidup.

Dampak lingkungan ditimbulkan sebagai akibat dari kegiatan yang sedang/sudah berjalan sangat berpengaruh pada kelangsungan kehidupan, mengapa demikian, karena pada dasarnya kehidupan itu sangat ditentukan oleh lingkungan hidup maupun kegiatan yang dapat mempengaruhi


(28)

lingkungantersebut. Untuk menjaga dan menghindari timbulnya dampak lingkungan maka setiap kegiatan perlu dilakukan evaluasi.

4. Perizinan lingkungan

Setiap orang yang akan melakukan setiap usaha yang ada diwilayah Indonesia atau kegiatan yang didasari adanya wajib AMDAL dalam rangka melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus melakukan izin lingkungan. Mengenai perizinan lingkungan diatur dalam Pasal 36 UUPPLH yang menyatakan bahwa :

a. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal wajib pula memiliki izin lingkungan,

b. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ,

c. Izin lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup,

d. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, guberbur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Izin lingkungan merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya. Dalam sebuah izin pejabat yang berwenang menuangkan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan berpa perintah-perintah ataupun larangan-larangan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan. Dengan demikian, izin merupakan pengaturan hukum atau norma hukum subjektif karena


(29)

sudah dikaitkan dengan subjek hukum tertentu. Perizinan memiliki fungsi preventif dalam arti instrumen untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat kegiatan usaha.64

d. Penyelenggaraan izin lingkungan merupakan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengelolaan sumber daya lingkungan hidup memperhitungkan kemampuan daya tamping dan daya dukung lingkungan hidup itu sendiri. Di sisi lain, penyelengaaran izin lingkungan justru dianggap mempersulit aktifitas investasi diIndonesia. Izin lingkungan merupaka suatu hambatan bagi pengusaha melakukan aktifitas sementara oleh beberapa instansi pemerintah, izin lingkungan hidup dianggap pemyelengaraan kewenangan untuk mendapatkan pemasukan pendapatan bagi keuangan negara, sehingga pembentukan UUPPLH yang mengintegrasikan beberapa izin lingkungan menjadi satu Pemohon izin lingkungan yang telah mendapat izin lingkungan, maka para pemegang izin lingkungan tersebut memiliki beberapa kewajiban:

a. Menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan tersebut.

b. Membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan kewajiban dalam izin lingkungan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota, dan

c. Menyediakan dana penjamin untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

64


(30)

sistem izin lingkungan terpadu memunculkan pertentangan antara institusi di pemerintahan.65

Ketentuan dalam UUPPLH mengamanatkan peraturan pemerintah tentang adanya suatu ketentuan mengenai izin lingkungan. Pada tahun 2010, Kementrian Lingkungan Hidup menyusun adanya sebuah rancangan peraturan pemerintah mengenai izin lingkungan seperti diamanatkan dalam UUPPLH. Izin lingkungan sebagai syarat pemberian izin usaha atau kegiatan dan bukan merupakan suatu ancamn bagi para pembisinis maupun bagi para pelaku investasi, namun ditujukan untuk memberikan suatu kepastian hukum bagi para perusahaan yang ada diwilayah Negara Republik Indonesia.66

65Helmi, Op.Cit., hlm. 199. 66

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 110.

Pengertian perizinan lingkungan tidak hanya izin-izin yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lingkungan, tetapi juga diatur dalam peraturan perundang-undangan sektoral dan peraturan daerah sepanjang izin-izin berfungsi sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup.

5.Audit Lingkungan

Audit lingkungan merupakan salah satu dari banyaknya instrument hukum yang dapat dijadikan sebagai alat yang efektif dan efisien untuk mengurangi terjadinya kerusakan dan pencemaraan lingkungan hidup. Pemberlakukan audit lingkungan ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi. Audit lingkungan yang ditujukan kepada perusahaan memiliki alasan yang kuat karena pada dasarnya terjadinya perusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi mayoritas hal itu disebabkan karena akibat dari kegiatan-kegiatan perusahaan terlebih lagi dibidang industri.


(31)

Alasan yang lebih mendasar dibutuhkanya audit lingkungan tersebut karena adanya upaya pemerintah dalam meningkatkan upaya pembangunan yang dimana seiring terjadinya proses peningkatan upaya tersebut akan meningkat pula dampak-dampak atas lingkungan hidup. Keadan ini semakin mendorong diperlukan audit lingkungan sebagai upaya pengendalian dampak lingkungan agar resiko atas pembangunan ekonomi tersebut yang memiliki dampak atas lingkungan hidup dapat ditekan seminimal mungkin .

Akibat dari pemanfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana serta bertanggung jawab maka akan terjadi kerusakaan dalam lingkungan hidup tersebut.diIndonesia penerapan audit lingkungan mula-mula diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 42/MenLH/11/94 tentang pedoman umum pelaksanaan audit lingkungan, dimana defenisi dari audit lingkungan menurut Kep Men LH No. 42/11/94 adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik,terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistematis manajemen dan peralatan dengan tujuan memafasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan dan pengkajian penataan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.67

Bentuk dari perbuatan seseorang yang merugikan orang lain ialah pencemaran lingkungan yang dalam istilah lain disebut juga sebagai kerusakan

D Tanggung Jawab atas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

67


(32)

lingkungan jadi pencemaran lingkungan atau perusakan lingkungan, maupun apa saja yang dikategorikan merugikan orang/pihak dalam kepentingan lingkungan hidupnya, termasuk sebagai perbuatan melawan hukum (onrechmatigedaad).68

Pada UUPPLH menetapkan beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap pemilik usaha atas segala kegiatan usahannya yang memiliki dampak atas lingkungan hidup:

Terjadinya kerusakaan lingkungan yang terjadi pada suatu negara akibat dari berbagai kegiatan yang dilakukan atas lingkungan tersebut dapat diterapkan tanggung jawab mutlak atau disebut (strict liability). Dimana pengertian dari asas tanggung jawab mutlak atau strict liability yaitu adanya suatu proses dan sifat dari suatu kegiatan yang masih didalam batas-batas kelaziman atau masih bersifat normal atau telah berada diluar batas-batas kelaziman. Sehingga dalam hal dilakukannya penerapan tanggung jawab mutlak tersebut sangat lah bergantung atas kegiatan yang dilakukan.

69

2 Penanggung jawab usaha dan/atau dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) 1 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan usaha dan kegiatannya

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

68 N.H.T.Siahaan, Op.Cit., hlm. 307.

69Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 35.


(33)

jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan dibawah ini:

a. adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. adanya keadaan terpaksa diluar kemampuan manusia;

c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemarasan dan/atau perusakaan lingkungan hidup.

3 Terjadinya kerugian yang disebabkan ooleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi’’.

Pengertian terhadap ketentuan dalam Pasal 35 UUPPLH diatas menyatakan bahwa asas tanggung jawab mutlak tersebut kesalahan yang dibuat tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggungat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan terhadap perbuatan melanggar hukum pada umumnya, dan besarnya jumlah nilai ganti kerugian yang dibebankan atas perbuatan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup menurut pasal diatas ditetapkan sampai batas tertentu.70

Asas tanggung jawab mutlak yang mengakibatkan adanya bentuk ganti kerugian ketentuan yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum atas penerapan tanggung jawab mutlak yaitu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “ Tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang kena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Prinsip yang digunakan

dalam pasal diatas adalah: liability based on fault dengan beban pembuktian

70 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), hlm. 384.


(34)

yang memberatkan penderita. Ia baru akan memperoleh ganti kerugian bila ia berhasil membuktikan adanya unsure kesalahan pada pihak tergugat. Kesalahan disini merupakan unsur yang menentukan pertanggungjawaban, yang berarti bila tidak terbukti adanya kesalahan, tidak ada kewajiban member ganti kerugian.71

James E.Krier mengemukakan bahwa doktrin tanggung jawab mutlak dapat merupakan bantuan yang sangat besar dalam peradilan mengenai kasus-kasus lingkungan, karena banyak kegiatan-kegiatan yang menurut pengalaman menimbulkan kerugianterhadap lingkungan merupakan tindakan-tindakan yang berbahaya, untuk mana dapat diberlakukan ketentuan tangggung jawab tanpa kesalahan.

Penerapan atas asas tanggung jawab mutlak berbeda dengan penerapan Pasal 1365 KUHPdt yang mana harus menunjukan adanya unsur kesalahan atau pelanggaran yang telah dibuat sedangkan dalam konsep tanggung jawab mutlak diartikan sebagai suatu bentuk kewajiban yang bersifat mutlak sebagai akibat dari adanya suatu konsekuensi atas terjadinya suatu kerusakan dimana tidak adanya suatu persyaratan tentang perlu adanya kesalahan.

72

Salah satu ketentuan lainnya yang menjadi hal penting atas penerapan asas tanggung jawab mutlak yaitu beban pembuktian sehingga jika terjadinya suatu sengketa yang berkaitan dengan lingkungan seseorang wajib bertanggung jawab atas perbuatan yang dibuatnya dan membayar kerugian yang ditimbulkan kecuali ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga bebas dari tuntutan.

71 Koesjono Soemantri, Op.Cit., hlm. 390.

72 Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm. 109.


(35)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT

VENTURE COMPANY) DALAM PERLINDUNGAN DAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

A. Tanggung Jawab Administrasi Perusahaan Patungan (Joint Venture

Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Banyaknya kasus mengenai permasalahan lingkungan saat ini yang mulai bermunculan seiring dengan maraknya aktivitas masyarakat itu sendiri seperti dalam bidang industri, bisnis agrikultur (pertanian, perkebunan, perikanan),

agrofrestry (bisnis komoditi kehutanan), properti, konstruksi, dan sebagainya.

Kasus-kasus lingkungan,tidak hanya terjadi antara pelaku usaha dengan pihak masyarakat, tetapi juga antara sesama pelaku usaha dalam hal ini interaksi usaha yang berakses lingkungan dan sumber daya, antara pelaku usaha dengan pemerintah/pengelola kebijakan, dan antara masyarakat dengan pemerintah pula. Bahkan antara sesama masyarakat sendiri bisa terjadi sengketa menyangkut lingkungan.73

Lingkungan hidup saat ini menjadi sebuah aset bagi suatu negara dalam melaksanakan pembagunan. Oleh karena itu, sangat wajar kalau pemerintah melakukan perlindungan terhadapnya. Sebab kalau terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan hidup, maka pemerintah dapat mengambil langkah-langkah pencegahan dan tindakan represif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tersedianya 3 wadah atau sarana yang dijadikan dalam menuntut pelanggaran terhadap lingkungan hidup, yaitu sarana hukum administrasi, sarana hukum

73


(36)

perdata,dan sarana hukum pidana. Ketiga sarana hukum ini memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan hidup.74

Dampak atas kerusakan lingkungan hidup dapat bersifat tidak terpulihkan (irreversible), maka dari itu sebaiknya pengelolaan lingkungan hidup itu seharusnya lebih ditekankan kepada upaya yang bersifat pencegahaan dibandingkan pemulihan. Kajian dari hukum lingkungan itu sendiri memiliki fungsi yang sangat penting karena salah satu dari bidang hukum lingkungan , Menyelesaikan sengketa yang muncul dalam cakupan lingkungan hidup para pihak yang terkait memiliki berbagai pilihan dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup tersebut yakni dapat melalui jalur pengadilan atau disebut sebagai jalur litigasi, dan dapat pula dengan melalui jalur luar pengadilan yang sifatnya alternatif atau sering disebut sebagai penyelesaian sengketa alternatif. Namun terdapat beberapa pengecualian dimana para pihak tidak dapat menyelesaikan sengekta tersebut melalui jalur non-litigasi jika hal-hal tersebut menyangkut tindakan kriminal(environmental crime),karena jikalau tindakan atas kerusakaan lingkungan hidup tersebut telah mencakup unsur tindakan criminal maka harus diselesaikan oleh jalur pengadilan.

Pelaksanaan terhadap penegakan hukum lingkungan dapat diartikan sebagai penggunaan atau penerapan instrumen-instrumen serta sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi dengan dasar sebagai suatu alat pemaksa bagi setiap subjek hukum untuk mematuhi setiap aturan yang telah dibuat dan akan dikenakan sanksi-sanksi jika subjek hukum itu sendiri melanggar aturan yang telah dibuat.

74


(37)

yaitu hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi preventif atau pencegahaan serta fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan-persyaratan.75

Sanksi yang dapat dikenakan atas perusahaan patungan (joint venture

company) tersebut terdiri atas terguran tertulis yang diberikan kepada perusahaan

patungan tersebut, paksaan pemerintah dalam bentuk tindakan pencegahaan dan penghentian pelanggaran yang dilakukan perusahaan patungan tersebut (joint

venture company) misalnya perusahaan patungan yang sedang beroperasi

tersebut sedang melakukan pembangunan tempat usaha tanpa mengatur tempat pembuangan limbah perusahaan patungan tersebut maka pejabat yang berwenang setelah melalui pemeriksaaan mengetahui bahwa perusahaan patungan tersebut tidak memiliki izin pembuangan limbah perusahaan patungan tersebut, maka dapat melakukan tindakan paksa atas perusahaan patungan (joint venture

company) guna menghentikan mesin peralatan yang digunakan oleh kegiatan

usahanya sampai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan patungan itu memenuhi ketentuan ketentuan hukum administrasi, pembekuan izin lingkungan atas perusahaan patungan (joint venture company) tersebut,dan sangsi

Perusahaan patungan atau joint venture company yang aktivitas atas berjalanya perusahaan patungan tersebut menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi negara dalam UUPPLH diatur ketentuan tentang sangsi administrasi yang dikenakan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahan patungan(joint venture company) tersebut.

75


(38)

adminitrasi yang terakhir yaitu pencabutan izin lingkungan perusahaan tersebut.76

Tindakan paksaan yang dapat dilakukan pemerintah atas aturan yang tidak dipatuhi oleh pemilik usaha juga diatur dalam UUPPLH , tindakan paksaan tersebut meliputi77

76 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 76.

77Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 80.

:

1. penghentian sementara kegiatan produksi; 2 pemindahan sarana produksi;

3. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; 4. pembongkaran;

5. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;

6. penghentian sementara seluruh kegiatan atau

7. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan :

1. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;

2. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya;dan/atau

3. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.


(39)

Terkait tindakan paksa pemerintah atas perusahaan patungan (joint

venture company) tersebut dapat dilaksanakan secara langsung tanpa adanya

terguran terlebih dahulu yang diberikan pemerintah kepada perusahaan patungan (joint venture company) tersebut, hal ini dikarenakan kerugian yang dibuat oleh perusahaan patungan (joint venture company) tersebut menimbulkan dampak yang besar dan kerusakaan lingkungan yang sangat serius.

Contoh kasus terkait perusahaan patungan yang dilakukan oleh Australia dengan Indonesia dalam bidang pertambangan batu bara di Kalimantan selatan, dimana perusahaan besar pertambangan tersebut mendapat sanksi administrasi dari pemerintah namun awalnya perusahaan pertambangan tersebut mendapat peringatan keras dan bila terulang kasus pencemaran lagi maka akan berhadapan dengan hukum. Akibat tercemarnya Sungai Balangan, ikan-ikan budidaya oleh masyarakat Kabupaten Balangan mati dan menimbulkan kerugian materi mencapai miliaran rupiah, dimana kerugian yang diderita masyarakat sampai 2.7 miliyar. Pembekuan izin serta pencabutan izin usaha atas perusahaan patungan (joint venture company) merupakan jalan terakhir yang dapat diambil oleh pemerintah atas dilakukannya penegakan hukum adiministrasi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup jika perusahaan patungan tersebut tidak melaksanakan semua ketentuan yang disyaratkan.

Subjek hukum yang bersengketa didalam persoalan mengenai lingkungan hidup yaitu perusahaan-perusahaan dalam hal ini perusahan patungan (joint

venture company)ataupun yang dapat berbentuk perseorangan ataupun subjek

hukum lain yaitu badan hukum serta pejabat pemerintah yang member keputusan yang mana disebut sebagai pejabat TUN sedangkan penyebab dari timbulnya


(40)

sengketa karena dikeluarkanya putusan terkait pemberian izin lingkungan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang tersebut.

B Tanggung Jawab Perdata Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menyelesaikan sengketa lingkungan hidup dalam ruang lingkup tanggung jawab perdata para pihak yang terkait baik itu individu maupun perusahaan dapat mengambil jalur melalui pengadilan ataupun disebut jalur litigasi atau sebaliknya melalui jalur diluar pengadilan atau non-litigasi. Namun jika jalur yang ditempuh diluar pengadilan tersebut tidak mencapai kata sepakat atau tidak berhasil maka oleh salah satu pihak yang tidak mencapai kata sepakat tersebut dapat membawanya melalui jalur litigasi.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan bermula dari adanya gugatan dari masyarakat atas kerugian yang dirasakan atas berdirinya perusahaan patungan tersebut (joint venture company) di sekitar lingkungan masyarakat tersebut. UUPPLH menyediakan dua bentuk tuntutan yang dapat diajukan oleh masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan yaitu meminta ganti kerugian dan meminta perusahaan patungan tersebut melakukan tindakan tertentu, sebagaimana yang dalam Pasal 87 ayat (1) UUPPLH. Agar pihak perusahaan dijatuhi hukuman seperti yang dituntut oleh masyarakat, maka harus ditentukan terlebih dahulu,bahwa tergugat benar-benar dapat dituntut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul tersebut. Di dalam ilmu hukum terdapat dua jenis tanggungan gugat, yaitu tanggung gugat berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan tanggung gugat tidak berdasarkan


(41)

kesalahan (liability without fault) atau yang sering juga disebut dengan strict

liability.78

Tanggung gugat berdasarkan kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan patungan (joint venture company) didasarkan atas akibat atau dampak dari aktivitas-aktivitas perusahaan patungan terhadap lingkungan hidup masyarakat sekitar, sedangkan tanggung gugat tanpa kesalahan yaitu kegiatan-kegiatan yang “ menggunakan bahan-bahan berbahaya dan beracun atau menghasilkan dan/atau mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun dan/ atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.79

Rumusan atas ketentuan di atas secara jelas telah menunjukan unsur-unsurnya menunjuk kepada hal atau syarat yang khusus yang mengandung unsur, yaitu

Pasal 88 UUPPLH menyatakan bahwa “ setiap otang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatanya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

80

78

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 268-269. 79Ibid., hlm. 270.

80

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 88.

:

1. setiap orang (perseorangan atau badan usaha), dalam hal ini dikaitkan kedalam perusahaan patungan (joint venture company) selaku pihak yang aktivitas atas perusahaannya menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat sekitar.


(42)

2. adanya suatu tindakan, usaha atau kegiatan dari perusahaan patungan (joint

venture company ) yang menimbulkan dampak yang buruk.

3. Menggunakan B3.

4. Perusahaan patungan tersebut (joint venture company)menghasilkandan/ atau mengelola limbah B3,

5. aktivitas perusahaan patungan tersebut menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan hidup yang berada disekitar tempat perusahaan itu berdiri.

6. Tanggung jawab timbul secara mutlak atas kerugian yang terjadi.

Dasar dari prinsip pertanggung jawaban perdata terhadap kerusakan lingkungan hidup dibebankan kepada perusahaan patungan tersebut karena sebagian besar kerusakan lingkungan hidup disebabkan ulah dari perusahaan patungan (joint venture company) itu sendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tujuannya agar jangan sampai sistem bisnis lebih mengutamakan perolehaan keuntungan yang besar tanpa memperdulikan lingkungan hidup itu sendiri sehingga akan mengalahkan sistem lingkungan dengan asas keserasian dan keseimbangan bertujuan untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia demi melindungi wilayah negara Indonesia.81

Pemaparan tentang adanya prinsip pertanggung jawaban perdata ditegaskan dalam Pasal 87 UUPPLH pada ayat (1) “ setiap penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian

81Gatoto Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), hlm. 59.


(43)

pada orang lain atau lingkungan hidup wajib melakukan pembayaran ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu’’.

Tanggung gugat berdasarkan kesalahan ditemukan dalam rumusan Pasal 1365 KUHPerdata. Bahwa ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini menganut tanggung gugat berdasarkan kesalahan dapat dilihat unsur-unsur rumusan pasal tersebut, yaitu :

1. perbuatan perusahan patungan (joint venture company) tersebut harus bersifat melawan hukum;

2. tindakan perusahaan tersebut harus termasuk dalam kategori perbuatan yang salah ;

3. adanya kerugian yang dirasakan oleh salah satu pihak atau masyarakat akibat dari perbuatan perusahaan tersebut atau pihak lain;

4. adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan perusahaan tersebut dengan kerugian yang dihasilkan oleh perusahaan patungan tersebut .

Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 87 UUPPLH pada ayat (1) tersebut sejalan pula dengan ketentuan pada Pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang tersebut karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pengertian dalam tindakan perbuatan melawan hukum terdapat dalam beberapa makna, yaitu:

1. berlawanan atautidak sesuai dengan ketentuan hukum si pelaku tersebut, 2. melanggar hak-hak milik orang lain,


(44)

4. memiliki pertentangan dengan asas-asas kepatutan.

Mengenai kerugian yang ditimbulkan maka para pihak yang merasakan dampak kerugian tersebut harus dapat membuktikan unsur hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian yang dialami penderita. Misalnya kasus pencemaran lingkungan hidup, maka si penggungat harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya disebabkan oleh karena aktivitas pabrik atau industri dari perusahaan patungan (joint venture company).Pembuktian hal ini sangat sulit karena kompleknya sifat-sifat zat kimiawi dan reaksinya satu sama lain maupun reaksinya dengan komponen abiotik dan biotik didalam suatu ekosistem yang pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan masyarakat disekitar pabrik perusahaan tersebut.82

Penyelesaian sengketa lingkungan yang bersifat perdata, tetap mengacu kepada sistem pembuktian yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata. Oleh karena itu,untuk membuktikan apakah telah terjadi tindakan pelanggaran hukum terhadap lingkungan tersebut, titik tumpuannya terletak pada unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 1365 KUHPdt . Cakupan pada unsurnya terdapat pada Pasal 1365 BW, yaitu (a) unsur kesalahan; (b) unsur hubungan kausal.83

Penerapan tanggung jawab pidana kepada pelaku pencemar dan perusak dari lingkungan hidup merupakan ultimum remedium atau upaya hukum terakhir

C. Tanggung Jawab Pidana Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Penggelolaan Lingkungan Hidup

82

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 270.

83


(45)

yang diambil karena upaya-upaya hukum lainnya tidak memberikan efek jera kepada para pelaku. Sehingga tanggung jawab hukum pidana itu bukan merupakan suatu upaya pencegahan ataupun upaya pemulihan lingkungan hidup, melainkan suatu efek penjera kepada para pelaku. yang mungkin saat ini masih dapat dikatakan sebagai dampak sanksi yang cukup efektif.

Pengaturan atas penerapan tanggung jawab pidana lingkungan hidup dalam ketentuan perundang-undangan tidak lain karena maraknya permasalahan dibidang lingkungan hidup. Dimana pihak-pihak yang menjadi korban (victim)dari perusahaan patungan (joint venture company)dari kejahatan pidana dibidang lingkungan hidup tersebut pastinya sangat membutuhkan adanya perlindungan dari kerugian yang dideritanya.

Tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan patungan (joint venture

company) atau korporasi diatur dalam Pasal 98 dan 99 UUPPLH. Berdasarkan

kriteria yang dapat dikatakan bahwa tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan patungan di bidang lingkungan hidup (environmental corporate crime) adalah sebagai berikut:84

84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang UUPPLH, Pasal 117.

1. Tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama perusahaan joint venture

company tersebut. Sanksi pidana yang dijatuhkan selain kepada perusahaan

tersebut, juga kepada mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana, atau yang bertindak sebagai pemimpin atas perusahaan patungan tersebut (joint venture company) atau kedua-duanya. Menurut Pasal 117 UUPPLH, sanksi pidana denda diperberat dengan sepertiga.


(46)

2. Tindak pidana yang dilakukan atas nama perusahaan patungan (joint venture

company) dan dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja

maupun berdasarkan hubungan lain, yang bertindak dalam perusahaan patungan (joint venture company) tersebut.

Rumusan tentang pertanggung jawaban pidana korporasi sebagai subjek hukum pidana diatur dalam Pasal 47 sampai 53 rancangan KUHP(RKUHP). Sedangkan rumusan tentang tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam pasal 384-389 RKUHP. Pasal 47 RKUHP menyatakan secara tegas bahwa “ Korporasi merupakan subjek tindak pidana”. Adanya ketentuan yang menyatakan secara tegas bahwa “ korporasi merupakan subjek tindak pidana”, menunjukkan adanya jangkauan pertanggung jawaban pidana korporasi dan telah menunjukan adanya akses perlindungan terhadap korban kejahatan korporasi untuk memperoleh keadilan, yakni penerapan perlindungan hak-hak korban kejahatan sebagai akibat dari terlanggarnya hak asasi yang bersangkutan.85

Perusahaan patungan (joint venture company) dapat dipertanggung jawabkan secara pidana harus dikaitkan dengan strict liability, karena suatu perusahaan patungan sulit dilihat dari hal “mampu bertanggung jawab” atau melihat perusahaan patungan (joint venture company) melakukan tindak pidana dengan kesalahan berupa kesengajaan atau kelalaian, sehingga lebih baik melihat perusahaan patungan yang telah melakukan tindak pidana maka hukuman pidana merupakan suatu konsekuensi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan strict

liability adalah suatu bentuk pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault), yang dalam hal ini pembuat sudah dapat dipidana jika telah

85 Muhammad Topan, Kejahatan Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Bandung: Nusa Media, 2009), hlm. 114.


(47)

melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang telah dirumuskan dalam undang-undang.

Terdapat 2 macam tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH, yaitu delik materil (generic crimes) dan delik formil (specific crimes). Generic

Crimes merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran

atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh perusahaan patungan

(joint venture company) tersebut, sehingga akibat dari kerusakan lingkungan

tersebut masyarakat menjadi resah karena alam lingkunganya menjadi rusak dan tercemar ,dan tentunya perbuatan perusahaan tersebut relatiif berat. Generic

crime yang dilakukan secara sengaja diancam pidana penjara paling lama 10

tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.500.000.000,00. Jika perbuatan seperti itu menimbulkan kematian, ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp.750.000.000,00. Untuk generic crimes yang dilakukan karena kelalaian, ancaman hukumanya adalah tiga tahun penjara dan denda setinggi-tingginya Rp.100.000.000,00. Apabila perbuatan ini menimbukan kematian, pelakunya dapat diancam pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.150.000.000,00.86

Delik formil (specific crimes) diartikan sebagai perbuatan atau tindakan membuang limbah di atas baku mutu lingkungan yang telah ditentukan itu bukan telah berakibat tercemar atau rusaknya lingkungan. Hanya saja perusahaan patungan (joint venture company)sebagai pelaklu telah melanggar ketentuan hukum administrasi (ketentuan pembuangan limbah atas berdirinya perusahaan tersebut). Tentunya perbuatan perusahaan patungan (joint venture company)

86 Sukandi Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 122.


(48)

bukan termasuk kategori perbuatan yang relatif berat, belum berakibat berat bagi lingkungan hidup masyarakat sekitar. Oleh karena itu delik formil dikenal juga dengan sebutan Admininstrative Dependent Crimes(ADC). Specific crime diatur dalam Pasal 43 dan 44. Specific crimes yang dilakukan secara sengaja diancam pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda maksimum sebesar Rp.300.000.000,00.Specific crimes yang dilakukan karena kelalaian diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda terti nggi sebesar Rp.100.000.000,00. Delik formil (specific crimes) yang terdapat dalam Pasal 43 dan 44 UUPLH kedua pasal tersebut menginsyaratkan adanya pelanggaran” aturan-aturan hukum administrasi” seperti halnya pelanggaran terhadap izin87

Tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan patungan (joint venture

company) maka ancaman ketentuan hukuman pidanya ditambah sepertiga.

Disamping adanya pidana denda maka korporasi tersebut yang melakukan tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pokok berupa denda dan hukuman tambahan lainnya berupa tindakan tata tertib terhadap perusahaan patungan (joint venture

company) sebagai berikut:

.

88

87Ibid., hlm. 123. 88

Ibid, hlm. 124.

1. Perampasan keuntungan perusahaan patungan(joint venture company)yang diperoleh dari tindak pidana tersebut (fruit of crime);

2. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan patungan (joint venture

company ) tersebut;

3. perbaikan akibat tindak pidana;

4. mewajibkan untuk mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak; 5. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak;


(49)

6. menempatkan perusahaan patungan (joint venture company) dibawah pengampuan paling lama 3 tahun.

Secara tegas UUPPLH telah meletakkan pertanggung jawaban pidana kepada pimpinan atau pengurus perusahaan patungan (joint venture company) atau korporasi dapat dikenai pertanggung jawaban pidana. UULH 1997 hanya menggunakan istilah “yang memberi perintah” atau yang “bertindak sebagai pemimpin” dalam tindak pidana. Dalam UUPPLH pertanggung jawaban pidana pimpinan perusahaan patungan (joint venture company) dirumuskan dalam Pasal 116 hingga Pasal 119. Namun UUPPLH telah mengadopsi pertanggung jawaban badan usaha (corporate liability). Pasal 116 UUPPLH memuat kriteria bagi lahirnya pertanggungjawaban badan usahaatau siapa-siapa saja yang harus bertanggung jawab.

D Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint

Venture Company) Terhadap Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Perusahaan yang berkedudukan diwilayah Indonesia baik yang berbentuk perusahaan patungan maupun bentuk-bentuk perusahaan lainnya yang notabennya perusahaan berbadan hukum PT memiliki sebuah bentuk kewajiban untuk mampu melaksanakan adanya tanggung jawab sosial bagi masyarakat serta yang berkaitan dengan lingkungan hidup dimana perusahaan tersebut berdiri. Bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan atau yang disebut dengan

corporate social responsibility (CSR) merupakan suatu upaya yang baik agar


(50)

dilakukan perusahaan tersebut dengan masyarakat sekitar yang tinggal didaerah tersebut.

Pengertian dari tanggung jawab sosial perusahaan joint venture company ternyata terus-menerus semakin luas. Tanggung jawab sosial perusahaan joint

venture company meliputi harapan ekonomik, legal, etik dan kedermawanan

masyarakat dari perusahaan joint venture company pada suatu titik tertentu. Beberapa ilmuan telah memperkenalkan pengertian kinerja sosial perusahaan atau corporate social performance yang dimaksud untuk mencakup bakuan yang luas untuk tanggung jawab perusahaan joint venture company. Kinerja sosial perusahaan didefenisikan sebagai susunan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan joint venture company. Kinerja perusahaan joint venture company tidak dinilai hanya berdasarkan penerimaannya terhadap gagasan tanggung jawab sosial melainkan berdasarkan kinerjannya yang menyeluruh dalam mencari kebutuhan masyarakat, melaksanakan proyek-proyek membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini, dan menilai dampak-dampak proyek-proyek tersebut.89

Corporate social responsibility (CSR) memiliki arah yang timbal balik

antara kegiatan perusahaan joint venture companytersebut dengan lingkungan hidup masyarakat sekitar sehingga jika perusahaan tersebut benar-benar melakukan tanggung jawab sosialnya maka akan menghasilkan manfaat yang baik buat kedua belah pihak baik untuk perusahaanjoint venture companytersebut maupun untuk masyarakat setempat. Karena jika terciptanya suatu lingkungan hidup yang baik maka hal tersebut sebagai penunjang agar keberlangsungan

89


(51)

perusahaan tersebut dapat bertahan lama tanpa adanya bentuk kecaman-kecaman dari masyarakat sebaliknya warga masyarakat sekitar akan merasakan manfaat berdirinya perusahaan tersebut diantara lingkungan hidup mereka berupa meningkatnya kualitas lingkungan dan ekologi yang tetap dijaga perusahaan tersebut juga akan merasakan terjadinya suatu peningkatan kemampuan ekonomi, sekaligus masyarakat juga akan merasakan kesejahteraan .

Tanggung jawab sosial perusahaan ini memiliki beberapa bentuk atas kesejahteraan terhadap masyarakat maupun terhadap lingkungan hidup disekitar masyarakat tersebut seperti halnya perusahaan joint venture company berkewajiban untuk ikut berpartisipasi dalam menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Perusahaan joint venture company juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kompetensi masyarakat. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memelihara kualitas lingkungan hidup tempat perusahaan joint venture company tersebut beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi penerus.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility sangat perlu dibebankan kepada perusahaan-perusahaan terlebih kepada perusahaan yang mencakup bidang pengelolaan sumber daya alam , memberikan gangguan dan berbagai pengorbanan atas masyarakat dan lingkungan hidup. Terdapatnya sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan CSR tersebut atau adanya akibat hukum yang akan diterima perusahaan tersebut jika tidak melaksanakannya.


(52)

Terdapat 3 hal pokok yang membentuk pemahaman atau konsep mengenai CSR. Ketiga hal tersebut mecakup:90

Menurut A.B.Susanto dari sisi perusahaan joint venture company terdapat berbagai maanfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, antara lain sebagai berikut:

1. bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan joint venture company atau korporasi tidaklah berdiri sendiri atau terisolasi, perusahan joint venture

company atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak

memiliki tanggung jawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;

2. keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan

joint venture company atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholders-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders ini

terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, costumer, karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (the local community

and society at large);

3. melaksanakan CSR berarti juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan joint venture company atau korporasi, sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan/atau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari kegiatan usaha

(business), sehingga CSR berarti juga menjalankan perusahaan perusahaan joint venture company atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.

91

90 Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm. 34-35.


(53)

1. Mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan joint venture company. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktifitas yang dijalankanya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan.

2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai suatu contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumen goods yang lalu dilanda isu adanya kandungan berbahaya dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, maka masyarakat dapat memaklumi dan memaafkannya sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerjanya.

3. CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hugungan antara perusahaan dengan para stakeholdersnya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih.

4. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search

Worldwide. Konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan

oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik.

91A.B.Susanto, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility:Pendekatan Strategi Management dalam CSR ( Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 10-11.


(54)

5. Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya.

Setiap penanam modal baik PMDN maupun PMA memiliki beberapa kewajiban-kewajiban terhadap berjalannya kegiatan usaha yang didirikannya. Dalam UUPM dinyatakan bahwa kewajiban dari setiap penanam modal meliputi:92

Pengaturan terhadap tanggung jawab sosial atau CSR selain dapat dilihat dalam UUPM juga terdapat dalam UUPT. Pada UUPM ditentukan bahwa setiap penanaman modal ataupun investor berkewajiban untuk melaksanakan CSR tersebut (dalam Pasal 15 butir b UUPM), demikian juga memiliki kewajiban untuk tetap menghormati tradisi budaya masyarakat di sekitar kegiatan penanaman modal dalam (Pasal 15 butir d UUPM). Setiap para penanam modal ataupun investor yang tidak memenuhi kewajiban CSR ini diberikan sanksi yaitu sanksi administratif, mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, 1. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

2. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

3. membuat laporan tentang kegiatan penanam modal dan menyampaikan kepada badan koordinasi penanaman modal;

4. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan penanaman modal;

5. mematuhi semua ketentuan perundang-undangan.

92 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,Pasal 15.


(55)

pembekuan kegiatan usaha dan atau fasilitas investasi, sampai kepada pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas investasi (Pasal 34 UUPM).93

Pada Pasal 74 ayat (1) UUPT tidak hanya mengkaji tentang masalah tanggung jawab sosial korporasi tetapi juga mencakup kepada lingkungan hidup. Dimana bunyi dari Pasal 74 ayat (1) UUPT menentukan demikian “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.94

Pada dasarnya sifat dari tanggung jawab sosial perusahaanjoint venture

company tersebut adalah hukum yang memaksa. Karena terdapat sanksi bagi

perusahaan yang tidak menerapkan CSR disekitar lingkungan tempat dimana perusahaan tersebut didirikan.maka dari itu penerapan atas CSR itu bukan Jika dilihat secara cermat maka terdapat perbedaan mengenai tanggung jawab sosial perusahaanjoint venture companybaik yang diatur dalam UUPM maupun UUPT dimana dalam UUPT sudah jelas bahwa CSR wajib dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum PT dan mengenai tanggung jawab nya tidak hanya mengenai masalah sosial saja tetapi memiliki cakupan yang lebih luas jika dibandikan UUPM karena diperluas hingga kepada masalah lingkungan ataupun yang berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan dalam UUPM tanggung jawab sosial kepada perusahaan lebih luas, karena semua bentuk dari kegiatan investasi wajib melakukan tindakan tanggung jawab sosial tersebut tidak dibatasi kepada bentuk perusahaan tertentu baik yang berbadan hukum, tidak berbadan hukum maupun perusahaan yang bentuknya perseorangan.

93 N.H.T.Siahaan, Op.Cit., hlm. 175. 94


(56)

merupakan suatu pilihan tetapi suatu keharusan yang wajib dilaksanakan demi terjaganya kelestarian lingkungan hidup tanpa adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Pengertian atas CSR masih memiliki berbagai versi masing-masing menunjukan prinsip yang tidak jauh berbeda yaitu sebagai tanggung jawab sosial perusahaan joint venture company kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis sekaligus meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang dikenal sebagai tri bottom line dalam rangka mencapai tujuan pembagunan secara berkelanjutan.95

95


(1)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting S.H, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan S.H.,M.H.,D.F.M., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. H.OK Saidin SH.,M.Hum., selaku Ppembantu Dekan III Fakultas Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan begitu banyak ilmu, bimbingan serta bantuan pemikiran kepada penulis selama proses penulisan skripsi hingga selesai

6. Bapak Ramli Siregar, S.H.,M.Hum., selaku Sekertaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Sumatera Utara,

7. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan ,S.H,MS.,selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis belajar di bangku pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution S.H.,M,Hum., Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan nasihat serta arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini berlangsung.

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan begitu banyak arahan serta ilmunya kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.


(2)

10.Kepada seluruh dosen, staf adimintrasi, pegawai serta kakak- kakak petugas di perpustakan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Kepada seluruh keluarga besar Kelompok Kecil yang telah banyak memberikan doanya.

12.Kepada seluruh anggota Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tetap semangat dan sukses selalu buat kita semua,

13. Kepada seluruh sahabat-sahabat grup F angkatan 2012 , yaitu Sri Endang K Sinaga, Deisy Dumais, Winda, Fanny Damara dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Mari kita berjuang untuk menjadi orang-orang yang sukses dikemudian hari.

14.Kepada kedua saudara kandung penulis yang terkasih yaitu Elsa Sari Natalia Surbakti S.pd dan Enda Novi Kristin Surbakti S.MB,MBA, yang telah begitu banyak memberikan doa, nasihat serta semangat kepada penulis. 15.Kepada adik sepupu penulis yang terkasih yaitu Priscilla Patricia Yosephin

Bangun dan Vania Kezia Bangun yang telah memberikan doa serta dukungan kepada penulis.

16.Kepada kedua teman penulis Gusti Ardiansyah S.T dan Mikhael Kosasi selaku teman-teman yang berjuang untuk memperoleh masa depan yang indah.

17.Kepada keluarga besar group the Rempongs yaitu Dewi Aulia Asvina, Amalia Iwanina Lubis, Sarah Citra Anggun, Priscilla, Yessi Batu Bara yang selalu memberikan tawa canda, keceriaan serta semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.


(3)

18.Kepada teman-teman seperjuangan yang saling mengajari dan saling memberi semangat dalam mengerjakan skripsi diantaranya Indah Dewi Elvika, Ria , Desi , Indah Maria dan juga kepada adik-adik yang selalu memberi tegur sapanya di Fakultas Hukum USU.

19.Teman-teman serta adik-adik junior penulis selama penulis menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga kepada teman-teman yang berjuang dalam proses pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata dari segala hal yang telah penulis tulis, penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima kritik serta saran yang membangun agar dapat menjadi sebuah acuankepada penulis dalam penlisan karya penulisan berikutnya. Penulis juga berharap semoga skripsi ini memebrikan banyak manfaat kepada semua para pihak serta mampu memberi ilmu yang membawa hal yang positif kepada setiap pembaca skripsi ini.

Medan, Maret 2016 Hormat Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 11

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Kepustakaan ... 13

F. Metode Penulisan ... 19

G. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN2007. A. Bentuk-Bentuk Penanaman Modal ... 24

1. Penanaman Modal dalam Negeri ... 25

2. Penanaman Modal Asing ... 28

3. Penanaman Modal Patungan ... 31

B. Manfaat Penanaman Modal Patungan Terhadap Host Country ... 33 C. Perusahaan Penanaman Modal Patungan (Joint Venture


(5)

Company) berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 dan Peraturan Pelaksanaanya ... 38

1. Dasar Hukum dalam Pendirian Joint Venture Company ... 38

2. Perizinan dalam Joint Venture Company ... 39

3. Komposisi Kepemilikan Asing ... 44

4. Pengurusan Perusahaan Penanaman Modal Patungan ... 60

5. Penyelesaian Sengketa ... 61

BAB III Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 65

A. Pengertian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 65

B. Dasar Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 70

C. Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 73

1. Peran masyarakat atas pengelolaan lingkungan hidup .... 73

2. Baku Mutu Lingkungan Hidup (Environmental Quality Standard) ... 75

3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ... 77

4. Perizinan Lingkungan ... 78

5. Audit Lingkungan ... 81

D. Tanggung Jawab atas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 82 BAB IV Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Patungan (Joint Venture


(6)

A. Tanggung Jawab Administrasi Perusahaan

Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 86 B. Tanggung Jawab Perdata Perusahaan Penanaman

Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 91 C. Tanggung Jawab Pidana Perusahaan Penanaman

Modal Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 95 D. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Penanaman Modal

Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 108 DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN