Perusahaan Penanaman Modal Patungan Joint Venture Company

1. menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah host country sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standard hidup mereka; 2. menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah host county sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan- pendapatan perusahaan baru; 3. meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah host country, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya; 4. menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain ; 5. memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah host country dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor; 6. menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah host country; 7. membuat sumber daya negara tuan rumah host country baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatannya dari yang sebelumnya.

C. Perusahaan Penanaman Modal Patungan Joint Venture Company

berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007dan peraturan pelaksanaanya 1. Dasar hukum dalam pendirian joint venture company Universitas Sumatera Utara Kerja sama antara modal asing dan modal nasional sebagai kesatuan perusahaan harus berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan diIndonesia . 29 29 Budiman Ginting, Op.Cit., hlm. 15. Saat ini telah banyak peraturan yang mengatur tentang perusahaan patungan joint venture company seperti yang diatur dalam UUPM pada Pasal 1 huruf c yang memberikan defenisi dari joint venture atau usaha patungan itu sendiri. Sedangkan dalam UUPT pada Pasal 52 mengatur tentang kepemilikan saham. Jika melihat ketentuan dalam UUPT setiap pemegang saham untuk perjanjian joint venture harus didasarkan pada sebuah perjanjian dari para pihak yang pada nantinya akan dituangkan dalam anggaran dasar perusahaan tersebut. Selain UUPM dan UUPT pengaturan tentang joint venture yang menjadi dasar terbentuknya yaitu konsesual atau kesepakatan atas suatu perjanjian yang mengikat, defenisi perjanjian juga terdapat dalam Pasal 1313 KitabUndang- Undang Hukum Perdata selanjutnya disingkat dengan KUHPerdata yang juga dapat menjadi dasar hukum terbentuknya perusahaan patungan joint venture company, dan keabsahaannya didasarkan pada Pasal 1338 KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak. Dan sebagai batasan dalam asas kebebasan berkontrak adalah berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: a. adanya kesepakatan dari para pihak; b. kecakapan bertindak dalam hukum; c. adanya hal tertentu; d. adanya suatu sebab yang halal. Universitas Sumatera Utara 2. Perizinan dalam joint venture company Pengertian atas perizinan berkaitan atas hal boleh atau tidaknya suatu permohonan itu untuk dilakukan. Dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan untuk memberi atau menolak atas permohonan dilakukannya kerjasama perusahaan penanaman modal patungan. Secara garis besar hukum perizinan merupakan salah satu dari sekian banyaknya perangkat hukum yang mengatur setiap hubungan-hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan negaranya dalam hal permintaan atas suatu izin tertentu. Pengertian perizinan diuraikan oleh beberapa pakar ahli, seperti pengertian izin menurut Bagirmanan yaitu merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang dilarang secara umum. 30 Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang- undang,dimana para penanam modal memperoleh izin yang dimaksud melalui jalur pelayanan terpadu satu pintu. 31 Pelayanan terpadu satu pintu selanjutnya disingkat dengan PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para penanam modal dibidang pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan 30 Lihat : http:wonkdermayu.wordpress.comkuliah-hukumhukum perizinan diakses pada tanggal 22 Oktober 2015 pukul 07.00Wib. 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 25. Universitas Sumatera Utara meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan nonperizinan. 32 Kewenangan Badan Kordinasi Penanaman Modal selanjutnya disingkat dengan BKPM diperkuat dengan adanya UUPM tepatnya pada Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal dilakukan oleh BPKM. Koordinasi kebijakan penanaman modal meliputi koordinasi: 33 Tugas dan fungsi dari BKPM yaitu: a. antar instansi pemerintah; b. antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia; c. antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan d. koordinasi antar pemerintah daerah. 34 32 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Pasal 3. 33 Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 230. 34 Ibid., hlm. 230-231. a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal; b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; c. menetapkan norma, standardan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha; e. menyusun peta penanaman modal di Indonesia; f. mempromosikan penanaman modal; Universitas Sumatera Utara g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal; h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanaman modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal; i. mengordinasi penanaman modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; j. mengordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan k. melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenkota. Urusan pemerintah provinsi tentang PTSP I ini meliputi : 35 35 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu ,Pasal 10-11. a. urusan pemerintah provinsi di bidang penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupatenkota berdasarkan peraturan perundang- undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan b. urusan pemerintah di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang PTSP yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Gubernur. Universitas Sumatera Utara Jenis perizinan penanaman modal, antara lain: 36 Izin prinsip penanaman modal yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal dibidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal. a. pendaftaran penanaman modal; b. izin prinsip penanaman modal; c. izin prinsip perluasan penanaman modal; d. izin prinsip perubahan penanaman modal; e. izin usaha, izin usaha perluasan, izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal merger dan izin usaha perubahan; f. izin lokasi; g. persetujuan pemanfaatan ruang; h. izin mendirikan Bangunan IMB; i tanda daftar perusahaan TDP; j hak atas tanah; k. izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal. 37 Atas pengajuan permohonan penanaman modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada: 38 36 Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 37 Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, Pasal 1 angka 14. 38 Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, Pasal 34 ayat 3. a Menteri Dalam Negeri. b. Menteri Keuangan. Universitas Sumatera Utara c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan. e. Menteri Negara Lingkungan Hidup bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan UKL Upaya Pemantauan Lingkungan UPL. f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menegah bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra. g. Gubernur Bank Indonesia. h. Kepala Badan Pertanahan Nasional bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan. i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanaman modal asing. j. Direktur Jenderal Pajak. k. Direktur Jenderal Bea dan Cukai. l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan. m. Gubernur yang bersangkutan. n. Bupatiwalikota yang bersangkutan. o. Kepala PDPPM. p. Kepala PDKPM. Kebijakan dari pemerintah untuk mengatur tentang batasan-batasan dalam bidang usaha yang dilarang dan diperbolehkan oleh para penanam modal baik modal asing maupun dalam negeri telah diatur melalui pranata hukum penanaman modal. Penjabaran yang jelas dalam undang-undang atas pembatasan Universitas Sumatera Utara mengenai bidang usaha yang tidak dapat dimasuki oleh penanam modal terdapat dalam Pasal 12 UUPM sebagai berikut: a. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanam modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. b. Dengan tegas mengemukakan tentang bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing yakni 1 produksi senjata,mesiu, alat peledak dan peralatan perang; 2 bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. c. Pemerintah berdasarkan peraturan presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing ataupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. d. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan peraturan presiden. e. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas Universitas Sumatera Utara teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. Terlihat adanya pembatasan yang secara jelas yang dinyatakan oleh undang-undang. Sedang untuk bidang tertentu ditentukan oleh pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam ayat 3 pemerintah berdasarkan peraturan president menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal,baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan,lingkungan hidup, pertahanan, dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. 3. Komposisi kepemilikan asing Negara tuan rumah atau yang disebut host country yang menerima masuknya investasi asing kedalam negaranya akan membuat batasan-batasan maksimum maupun minimum modal yang akan ditanamkan dalam negaranya oleh para investor asing. 39 Pembatasan yang dilakukan atas masuknya investasi asing ke Indonesia dapat dilakukan dalam 2 bentuk yaitu pertama dengan membuat pengaturan daftar bidang-bidang usaha yang tertutup dan bidang-bidang usaha yang terbuka Pengaturan termasuk pembatasan-pembatasan dibidang penanaman modal asing oleh negara tuan rumah pada dasarnya merupakan kewenangan negara tersebut yang berasal dari kedaulatannya sovereignty. Namun demikian kedaulatan negara tuan rumah tersebut juga dibatasi oleh hukum International termasuk konvensi-konvensi internasional dimana negara tersebut menjadi pesertanya, seperti dalam halnya kesepakatan world trade organization dibidang trade related investment measures. 39 David Kairupan, Op.Cit., hlm. 65. Universitas Sumatera Utara dengan persyaratan atau yang sering disebut sebagai investment negative list atau Daftar Negatif Investasi selanjutnya disingkat dengan DNI dan yang kedua dengan melakukan pembatasan penanaman modal asing tersebut pada saat masuknya investasi asing tersebut.Kepemilikan komposisi saham warga negarabadan hukum asing memiliki variasi antara 49 sampai 100 dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku dan tergantung kepada bidang usaha, sektor maupun lokasi dilakukanya kegiatan penanaman modal. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang DNI terkait kepemilikan modal atas perusahaan patungan diatur batasan-batasan kepemilikan modal asing dalam daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan penanam modal asing bisa menanamkan modalnya maksimal 49 setelah mendapat rekomendasi langsung dari mentri yang terkait dibidang nya masing- masing,sedangkan dalam bidang perkebunan PMA bisa menanamkan modalnya 95, dalam bidang energi seperti migas dari 49 hingga maksimal 75 , di bidang pertahanan dan keamanan 49 mendapat rekomendasi dari Menteri Pertahanan, untuk jasa konstruksi 67, dalam bidang pariwisata PMA bisa menanamkan modal dalam perusahaan patungan sebesar 49 hingga 51 dan bermitra dengan usaha mikro kecil menegah koperasi selanjutnya disingkat dengan UMKMK. Mengenai batasan pengaturan kepemilikan modal yang dapat ditanamkan oleh PMA atas perusahaan patungan joint venture company diatur dalam lampiran II Pepres Nomor 39 Tahun 2014 tentang DNI. 40 40 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Universitas Sumatera Utara Pasal 6 Pepres Nomor 39 Tahun 2014 menyatakan bahwa Dalam hal terjadinya perubahan kepemilikan modal akibat adanyan penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak dibidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanam modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. Batasan kepemilikan PMA diatur dalam lampiran II Pepres Nomor 39 Tahun 2014. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanam modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan yang dimaksud. Selanjutnya dalam Pasal 7 juga menyatakan bahwa : a. Penanaman modal asing yang melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama dan perluasan kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu rights issue dan penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. Universitas Sumatera Utara b. Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan jumlah kepemilikan modal asing melebihi batasa maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, maka dalam jang waktu 2 dua tahun, kelebihan jumlah kepemilikan modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batasan maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, melalui cara : 1. penanam modal asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya kepada penanam modal dalam negeri; 2. penanam modal asing menjual kelebihan sahamnya melalui penawaran umum yang dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri; atau 3. perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki penanam modal asing tersebut dan diperlakukan sebagai treasury stocks, dengan memperhatikan Pasal 37 UUPT. Peraturan PresidenNomor 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing menetapkan hal-hal yang terkait dalam penanaman modal asing sebagai berikut: a Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: 41 41 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, Pasal 2. 1 patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia; atau Universitas Sumatera Utara 2 langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing. b Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi usahanya. Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing bahwa: a Saham peserta Indonesia dalam perusahaan yang didirikan sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 huruf a sekurang-kurangnya 5 lima per seratus dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian. b. Penjualan lebih lanjut saham perusahaan diatas jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dapat dilakukan kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang modal sahamnya dimiliki warga negara Indonesia melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak dan atau pasar modal dalam negeri. Bentuk atas investasi asing dapat berupa 100 kepemilikan saham pada perusahaan asing, namun bila tidak beroperasi lebih dari 15 tahun, kepemilikan sahamnya harus dijual kepada perusahaan Indonesia atau dengan merger bisnis dengan pertukaran saham domestik secara langsung atau tidak langsung. 42 Mengatur mengenai ketentuan hal yang diatas pada dasarnya tetap harus memperhatikan keterkaitannya dengan peraturan lain yang terkait. UUD 1945 pada Pasal 33 ayat 2 dan 3 merupakan dasar pembatasan penguasaan saham pihak asing. Oleh karena itu terhadap sektor-sektor usaha yang penting bagi 42 Salim HS Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia Jakarta: Rajawali Persada, 2008, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara negeara dan yang mengusai hajat hidup orang banyak tetap harus dikuasai oleh negara. Ketentuan mengenai ini, diatur dalam Pasal 12 ayat 2 UU No 25 Tahun 2007 UUPM, yaitu bidang usaha yang tertutup bagi PMA dengan penguasaan penuh. Mengijinkan pihak asing pada sektor usaha ini dengan pengusaan penuh, dengan mempergunakan alasan perlakuan sama adalah tindakan melawan konstitusi. 43 Tujuan dari dibentuknya pelayanan terpadu satu pintu selanjutnya disingkat dengan PTSP tertera dalam Pasal 26 ayat 1 UUPM yaitu membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal serta informasi mengenai kegiatan penanaman modal. Dalam Pasal 26 ayat 2 PTSP dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan ditingkat pusat atau lembaga atau instansiyang berwenang mengeluarkan perizinan dan 4. Pengurusan perusahaan penanaman modal patungan Meningkatkan pelayanan kepada para investor, dalam Pasal 25 ayat 5 UUPM secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu dalam satu pintu. Apa yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut cukum ideal yakni untuk memberikan berbagai kemudahan dalam hal perizinan dalam melakukan kegiatan-kegiatan penanaman modal. Salah satu kemudahaan yang diperoleh oleh para calon investor yaitu para calon penanam modal perusahaan patungan tersebut tidak perlu datang keberbagai instansi-instansi yang terkait untuk memperoleh izin pendirian perusahaan patungan tersebut. 43 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Medan: 2005, hlm. 414. Universitas Sumatera Utara non-perizinan diprovinsi atau kabupatenkota. 44 Cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa dibidang penanaman modal dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara dapat dilakukan sebagai berikut: Penjabaran lebih lanjut mengenai PTSP diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang PTSP di bidang penanaman modal.Dalam Pasal 1 butir 4 dijelaskan pelayanan terpadu satu pintuPTSP adalah kegiatan penyelenggaran suatu perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 5. Penyelesaian Sengketa 45 c. Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanaman modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika a. Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikannya dengan cara musyawarah dan mufakat. b. Dalam hal penyelesaikan sengketa secara musyawarah dan mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 44 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 146-147. 45 Dhaniswara K.Harjono,Hukum penanaman modal, tinjauan terhadap pemberlakukan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 263-264. Universitas Sumatera Utara penyelesaian secara arbitrase tidak disepakati, penyelesaian secara tersebut akan dilakukan dipengadilan. d. Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase Internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Ketentuan dari Pasal 32 UUPM tersebut, dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan dengan cara : a. musyawarah dan mufakat; b. arbitrase; c. pengadilan; d. ADR; e. khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, sengketa diselesaikan melalui arbitrase atau melalui pengadilan;dan f. khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing sengketa diselesaikan melalui arbitrase internasional yang telah disepakati. Pasal 32 ayat 1 dan ayat 3 UUPM telah ditentukan 2 cara penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing yaitu musyawarah dan mufakat dan arbitrase Internasional. 46 46 Ibid., hal. 358. Universitas Sumatera Utara Pelanggaran-pelanggaran dari perjanjian kontrak investasi dari suatu pemerintah atau negara dapat menyeret pemerintah atau suatu negara karena adanya legal action ke badan arbitrase internasional atau ke badan peradilan internasional seperti theInternasional Court of Justice. Sehingga untuk memperkuat keberadaan lembaga arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa khususnya didalam penanaman modal, pemerintah Indonesia meratifikasi Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and National of Others States dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968. Sebagai tindak lanjut dari konvensi ini maka dibentuk lembaga penyelesaian sengketa antara penanam modal investor dengan penerima modal host country yang lebih dikenal dengan istilah The International Center for the Settlement of Investment Disputes selanjutnya disingkat denganICSID. 47 Tujuan agar ICSID dapat berlaku, para pihak harus sepakat mangajukan sengketa mereka ke dewan arbitrase ICSID, sengketa haruslah antara peserta konvensi atau agenorganisasi-organisasi negara tersebut dan warga negara dari negara peserta konvensi lainnya,dan sengketa berkaitan dengan masalah investasi. Dalam konvensi tersebut diatur masalah penyelesaian sengketa antara investor asing dengan negara penerima modal dilakukan lewat lembaga arbitrase. Yang menarik disini adalah sekalipun pemerintah Indonesia yang meratifikasi konvensi ICSID, tidak berarti secara otomatis setiap sengketa antara investor asing dengan pemerintah Republik Indonesia harus diselesaikan oleh dewan arbitrase ICSID. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1968:” Pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan 47 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 179. Universitas Sumatera Utara bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara republic Indonesia dan warga negara asing diputuskan menurut konvensi dan untuk mewakili Indonesia dalam perselisihan tersebut dengan hak substitusi”. 48 Terdapat 2 pola penyelesaian sengketa yang diatur dalam ICSID, yaitupenyelesaian sengketa melalui konsiliasi,danpenyelesaian dengan mengunakan arbitrase. 49 Menurut Oppenheim,konsiliasi adalah” suatu proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkan kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas menguraikanmenjelaskan fakta-fakta dan biasanya setelah mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai sesuatu kesepakatan, membuat usulan-usulan suatu penyelesaian namun keputusan tersebut tidak mengikat. 50 48 Ibid., hlm. 180-181. 49 Salim HS, Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 360. 50 Ibid., hlm. 362. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang