Hamka hanya pandai berpidato saja. Untuk itu, Hamka merasa tidak dibutuhkan lagi di Padang Panjang, ia memutuskan untuk mantap ke
Makkah, menimba ilmu agama lebih dalam.
34
Setelah bermukim di Makkah selama kurang lebih tujuh bulan, Hamka pulang ke tanah air dengan menyandang gelar haji. Karena pengalaman
hidup yang telah membentuk jiwa Hamka, ia mulai mengarang kisah- kisah perjalanan hidupnya. Dan dengan kemampuan bahasa Arab yang
semakin lancar beliau terus menyebarkan ajaran Islam. Jalan dakwah Islam menjadikan Hamka sebagai seorang ulama dan sastrawan yang
cukup dikenal baik di dalam negeri maupun di luar.
3. Karya-karya Hamka
Hamka bukan hanya memiliki kemajuan berpikir dalam hal ceramah agama melalui berbagai mimbar, tetapi beliau juga merefleksikan
kebebasan berpikir yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Tidak heran orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti teologi,
tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh, sastra, tafsir dan otobiografi. Sebagai penulis yang produktif Hamka menulis puluhan buku
yang tidak kurang dari 118 karya tulisan yang telah dipublikasikan. Adapun beberapa karya-karya Hamka diantaranya :
a. Khatibul Ummah, diterbitkan tahun 1927 di Padang Panjang. Buku
ini berisi tentang kumpulan pidato pada lembaga pendidikan yang ia dirikan di Padang Panjang.
b. Lembaga Hidup, Lembaga Budi berbicara tentang dunia
pendidikan. c.
Tasawuf Modern dan Filsafat Hidup, berisi tentang kaidah-kaidah dalam pergaulan hidup.
34
Hamka, Irfan, Ayah, Jakarta: Republika Penerbit, 2014, h. 234-235
d. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck¸ buku roman yang pertama
kali ditulis Hamka, yang berisi tentang konflik adat dan agama e.
Di Bawah Lindungan Ka’bah. Novel yang berisi sindiran kepada masyarakat modern yang terpengaruh kehidupan materialistik.
f. Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Haji Amrullah dan Perjuangan Kaum
Agama di Sumatera. g.
Kenang-kenanan Hidup, jilid I-IV. h.
Sejarah Ummat Islam, buku yang berisi tentang keadaan dan sejarah tanah Arab sampai pengaruh ajaran Muhammad datang.
i. Tasawuf; Perkembangan dan Pemurniaannya, buku yang
mengulas berbagai hal tentang tasawuf. j.
Pelajaran Agama Islam, buku tentang pendidikan dan pelajaran agama dan filsafat.
k. Tafsir Al- Azhar, satu karya yang monumental tafsir al-Qur‟an
yang terdiri dari 30 Juz. Ditulis pada tahun 1966, saat beliau berada dalam tahanan pada masa pemerintahan Soekarno.
l. Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, dan lain-lain.
35
Pada tahun 1961 Hamka mendapatkan berbagai gelar kehormatan, yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir.
Dalam sejarah Al-Azhar di Kairo, ayah dan anak mendapatkan gelar tersebut barulah Indonesia, Hamka dan ayahnya H. Abdul Karim
Amrullah pada tahun 1926. Gelar yang sama diperoleh Hamka dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Dr. Moestopo
Beragama. Setelah meninggal dunia, Hamka mendapat Bintang Mahaputra
35
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, h. 106-107
Madya dari pemerintahan RI di tahun 1986. Dan terakhir, di tahun 2011, Hamka mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional.
36
4. Pemikiran Pendidikan Karakter Hamka
Pandangan Hamka tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai sarana yang dapat menunjang dan menimbulkan serta menjadi
dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia dalam berbagai keilmuan.
37
Melalui pendidikan, eksistensi fitrah manusia dapat
dikembangkan sehingga tercapai tujuan budi. a.
Pendidikan
Ditinjau dari segi istilah, Hamka membedakan makna pendidikan dan pengajaran. Menurutnya, pendidikan Islam
merupakan serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian
peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sementara pengajaran Islam adalah upaya untuk
mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.
38
Hamka menilai bahwa proses pengajaran tidak akan berarti bila tidak dibarengi dengan proses pendidikan, begitu juga sebaliknya.
Tujuan pendidikan akan tercapai melalui proses pengajaran. Dengan terjalinnya kedua proses ini, manusia akan memperoleh
kemuliaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan menurut Hamka bukan hanya soal materi, karena
yang demikian tidaklah membawa pada kepuasaan batin. Pendidikan harus didasarkan kepada kepercayaan, bahwa di atas
36
Hamka, Irfan, Ayah, Jakarta: Republika Penerbit, 2014, h. 290
37
Susanto, Op.cit, h.99
38
Ramayulis Nizar, Syamsul , Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Ciputat Press
Group, 2005, h. 266
dari kuasa manusia ada lagi kekuasaan Maha Besar, yaitu Tuhan. Sebab pendidikan modern tidak bisa meninggalkan agama begitu
saja. Kecerdasan otak tidaklah menjamin keselamatan kalau nilai rohani keagamaan tidak dijadikan dasarnya.
39
Pendidikan juga menanamkan rasa bahwa individu ialah bagian anggota masyarakat dan tak dapat melepaskan diri dari
kehidupan masyarakat. Pendidikan yang sejati ialah membentuk anak-anak berkhidmat kepada akal dan ilmunya. Bukan kepada
hawa dan nafsunya, bukan kepada orang yang menggagahi dia.
40
Hamka berpandangan bahwa melalui akalnya, manusia dapat menciptakan peradaban yang lebih baik. Potensi akal yang
demikian dipengaruhi oleh kebebasan berpikir dinamis, sehingga akan sampai pada perubahan dan kemajuan pendidikan. Dalam hal
ini, potensi akal adalah sebagai alat untuk mencapai terbentuknya kesempurnaan jiwa.
Dengan demikian, orintasi pendidikan Hamka tidak hanya mencakup pada pengembangan intelektualitas berpikir tetapi
pembentukan akhlaq al-karimah dan akal budi peserta didik. Dan
melalui pendidikan manusia mampu menciptakan peradaban dan mengenal eksistensi dirinya.
b. Tujuan Pendidikan
Segala sesuatu yang dapat dijadikan standar, arahan, dan keberhasilan atas apa yang dilakukan diartikan tujuan. Tujuan
mempunyai peran penting dalam pendidikan. Tujuan pendidikan menurut Hamka memiliki dua dimensi, yaitu bahagia di dunia dan
di akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia harus menjalankan tugas dengan baik, yaitu beribadah.
39
Hamka, Lembaga Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015, h. 304
40
Hamka, Falsafah Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015, h.241