Riwayat Hidup Hamka Haji Abdul Malik Karim Amrullah HAMKA

sesuatu yang hidup dan dinamis yang ia lihat terdapat perbedaan di Minangkabau yang bersifat statis dan tradisional. Kemudian Hamka melanjutkan perjalanan ke Pekalongan, belajar bersama iparnya, AR. Sutan Mansur tentang filsafat Islam dan juga politik. Ia mulai mengenal paham Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, yang berupaya mendobrak kebekuan umat. Segala kemajuan dalam hidup Hamka ia menyadari bahwa gurunya AR. Sutan mansyur adalah yang banyak memberikan tuntunan dan sangat berpengaruh. 31 Setelah setahun berkelana di pulau Jawa, ia kembali pulang ke Maninjau dengan membawa semangat baru tentang Islam. Pada usia 17 tahun telah tampak dalam jiwa Hamka semangat dan kesadaran untuk mengenalkan wawasan Islam yang modernis. Lalu ia membuka kursus pidato untuk teman-temanya di surau Jembatan Besi. Hasil kumpulan naskah pidato ia cetak menjadi sebuah buku dengan judul Khatib al- Ummah. 32 Berawal dari sinilah kemampuan menulisnya mulai dikembangkan. Ia banyak menulis pada majalah seruan Islam, menjadi koresponden di harian Pelita Andalas. Ia juga diminta untuk membantu pada harian Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah Yogyakarta. Berkat kepiawaiannya dalam menulis, Hamka diangkat sebagai pemimpin majalah kemajuan Zaman. 33 Di samping kegiatan menulisnya, Hamka sering diajak oleh ayahnya untuk memberi tausiyah di setiap acara yang dihadiri oleh masyarakat Padang Panjang. Namun, beliau mendapat celaan dan kritikan yang cukup mengecewakan dari masyarakat hanya karena penggunaan bahasa Arabnya tidak mengenal Nahwu dan Shorof. Mereka menilai bahwa 31 Hamka, Falsafah Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015, Pengantar Prof. Dr. Hamka, h. xiiii 32 Susanto, Op.cit, h.102 33 Ibid, h. 102 Hamka hanya pandai berpidato saja. Untuk itu, Hamka merasa tidak dibutuhkan lagi di Padang Panjang, ia memutuskan untuk mantap ke Makkah, menimba ilmu agama lebih dalam. 34 Setelah bermukim di Makkah selama kurang lebih tujuh bulan, Hamka pulang ke tanah air dengan menyandang gelar haji. Karena pengalaman hidup yang telah membentuk jiwa Hamka, ia mulai mengarang kisah- kisah perjalanan hidupnya. Dan dengan kemampuan bahasa Arab yang semakin lancar beliau terus menyebarkan ajaran Islam. Jalan dakwah Islam menjadikan Hamka sebagai seorang ulama dan sastrawan yang cukup dikenal baik di dalam negeri maupun di luar.

3. Karya-karya Hamka

Hamka bukan hanya memiliki kemajuan berpikir dalam hal ceramah agama melalui berbagai mimbar, tetapi beliau juga merefleksikan kebebasan berpikir yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Tidak heran orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh, sastra, tafsir dan otobiografi. Sebagai penulis yang produktif Hamka menulis puluhan buku yang tidak kurang dari 118 karya tulisan yang telah dipublikasikan. Adapun beberapa karya-karya Hamka diantaranya : a. Khatibul Ummah, diterbitkan tahun 1927 di Padang Panjang. Buku ini berisi tentang kumpulan pidato pada lembaga pendidikan yang ia dirikan di Padang Panjang. b. Lembaga Hidup, Lembaga Budi berbicara tentang dunia pendidikan. c. Tasawuf Modern dan Filsafat Hidup, berisi tentang kaidah-kaidah dalam pergaulan hidup. 34 Hamka, Irfan, Ayah, Jakarta: Republika Penerbit, 2014, h. 234-235