1.5 Kerangka Teori
Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan
dari segi mana menyoroti masalah yang telah dipilih. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
8
Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subaygo pada buku Metode Penelitian
dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, satu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari
fenomena.
9
Kalau konsep kekuasaan itu ditempatkan dalam atau sebagai pemikiran politik, dan sekaligus dengan itu menunjukkan bahwa kekusasaan dilihat sebagai hakekat politik dan dengan
demikian, proses politik adalah serentetan atau serangkaian peristiwa yang hubungannya satu sama lain didasarkan atas kekuasaan politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan
atau tekhnik menjalankan kekuasaan atau masalah-masalah pelaksanaan kontrol kekuasaan atau pembentukan dan penguasaan kekuasaan.
1.5.1 Teori Kekuasaan Politik
10
Interpretasi politik dengan berdasarkan pada konsep kekuasaan sebagaimana telah dikemukakan di atas, memberikan sifat kepada ilmu politik sebagai ilmu tentang kekuasaan.Cara
penafsiran ilmu politik sebagai ilmu yang mempelajari tentang kekuasaan dianggap relatif baru; yang secara khusus, di sini ditekankan peranan kekuasaan sebagai konsep politik dalam ilmu
8
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37
9
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997. hal.20.
10
F, Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Dhiwantara, Bandung, 1967. hal. 37.
politik, atau dalam kehidupan sosial.
11
Jikalau demikian halnya, pada akhirnya politik itu hanya merupakan sejumlah teori tentang golongan yang berkuasa.Teori tentang elite, kelas-kelas politik
rulling class. Maka oleh sebab itu kekuasaan dapat dipandang sebagai gejala fenomena yang senantiasa terdapat di dalam proses politik. Konsep kekuasaan dengan menempatkannya dalam
proses politik atau dalam konteks proses politik maka konsep kekuasaan yang berkaitan erat dengan perilaku politik sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert Dahl dalam mana A
memiliki kekuasaan atas B. Apabila A dapat mempengaruhi B untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh B.Maksudnya, apabila A mempengaruhi B untuk
melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehendak B, hubungan tersebut tidak dapat dikatakan sebaai hubungan kekuasaan.
12
Maka dengan demikian, apa yang dikatakan oleh Robert A Dahl itu, tentang kekuasaan adalah persoalan bagaimana kita dapat mengetahui secara empirik apakah peilaku yang
dipengaruhi tersebut sesuai dengan kehendaknya atau tidak. Dengan demikian, kekuasaan politik itu adalah kemampuan menggunakan sumber-sumber, pengaruh yang dimiliki untuk
mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain itu berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Atau dalam pengertian yang lebih sempit bahwa yang diartikan dengan
kekuasaan politik adalah kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan tersebut
menguntungkan dirinya, kelompoknya ataupun masyarakat pada umumnya.
13
Kekuasaan merupakan suatu kemampuan kapabilitas untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi
11
Ibid.,hal. 39
12
P Anthonius Sitepu, Teori-teori Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012.hal.51
13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 2010.hal .72-73.
perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya umtuk mempengaruhi perilaku orang lain. Sementara paksaaan adalah kemampuan untuk menguasai atau mempengaruhi orang
lain untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan dengan melalui cara yang tidak sah atau tidak memiliki legitimasi.
Sedangkan otoritas kewenangan merupakan suatu legitimasi hak atas dasar suatu kepercayaan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Jadi, kewenangan adalah
merupakan suatu bentuk kekuasaan yang sah atau memiliki legitimasi.Legitimasi atau keabsahan atas kekuasaan merupakan suatu legitimasi untuk melakukan tindakan yang dalam tataran
objektif, tidak bisa seperti itu. Artinya, tanpa adanya legitimasi kekuasaan, tindakan seseorang baik secara pribadi maupun secara kelembagaan, tidak akan dapat dilaksanakan.
14
1. Kekuasaan balas jasa reward power yakni kekuasaan yang legitimasinya
bersumber dari sejumlah balas jasa yang sifatnya positif uang, perlindungan, perkembangan karier,janji positif dan sebagainya yang diberikan kepada pihak
penerima guna melaksanakan sejumlah perintah atau persyaratan lain. Faktor ketudukan seseorang atas kekuasaan dimotivasi oleh hal itu dengan harapan jika
telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan. Ada 6 enam sumber daya kekuasaan menurut Wahidin khususnya secara formal
adminsitratif sebagaimana yang dikutip oleh Antonius Sitepu dalam bukunya yang berjudul Teori-teori Politik, yaitu sebagai berikut:
2. Kekuasaan paksaan coercive power berasal dari perkiraan yang dirasakan orang
bahwa hukuman dipecat, ditegur, didenda, dijatuhi hukuman fisik dan sebagainya akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan.
14
Opcit.,hal. 52.
Kekuasaan akan menjadi motivasi bersifat repressif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melaksanakan seperti apa yang
dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan. 3.
Kekuasaan legitimasi legitimate power kekuasaan yang berkembang atas dasar dan berangkat dari nilai-nilai intern yang sah untuk memengaruhi bawahannya.
Sementara itu dalam sisi yang lain, seseorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seseorang lain ditentukan sebagai
pimpinannya petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi yang demikian dapat diperoleh atas dasar aturan formal akan tetapi bias juga bersumber
pada kekuasaan muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukan seseorang yang beruntung memperoleh
legitimasi suatu kekuasaan. 4.
Kekuasaan pengendalian atas informasi control of information powerkekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan di mana orang lain tidak
mempunyai. Cara ini dipergunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan orang lain maka mau tidak mau harus tunduk secara terbatas
pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur sesuatu yang berkenaan dengan peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang
dimilikinya. 5.
Kekuasaan panutan refent power, kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman secara kultural dari orang-orang dengan berstatus sebagai pemimpin.
Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiositas
direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat-sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk
pada kekuasaanya. 6.
Kekuasaan keahlian expert power, kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempahan yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan
kelebihan ini menjadikan seseorang pemimpin dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam keahliannya itu, seorang pemimpin dapat merefleksikan
kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang lain tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiiknya karena ada
kepentingan terhadap kelahlian sang pemimpin.
15
Montesquieu mencetuskan trias politica yang tidak semata-mata membagi-bagi kekuasaan di dalam Negara akan tetapi dalam waktu bersamaan ia menyampaikan ide-ide yang lebih tegas
yakni dengan memisahkan kekuasaan di dalam Negara itu secara nyata menjadi tiga bagian dengan otoritas masing-masing. Ketiga kekuasaan yang dimaksud oleh Montesquieu itu
berkesetaraan, dalam arti tidak ada kekuasaan yang bersifat sub-ordinat antara satu kekuasaan dengan kekuasaan lainnya. Kekuasaan yang dimaksudkan itu adalah,
1. Kekuasaan Legislatif, sebagai pembuat Undang-Undang UU yang natinya dijadikan
sebagai patokan utuk berinteraksi baik secara kelembagaan ataupun individual di dalam Negara;
2. Kekuasaan Eksekutif, sebagai pelaksana Undang-Undang UU yang memiiki kekuasaan
untuk melaksanakan penerapan Undang-Undang UU tersebut kepada pihak-pihak yang harus melaksanakannya.
15
P Anthonius Sitepu, Teori-teori Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012.hal. 54-55.
3. Kekuasaan Yudikatif, sebagai lembaga peradilan yang menjadi pilar yang menegakkan
Undang-Undang UU serta mengadili yang melanggar Undang-Undang UU dengan segala konsekuensinya.
Dengan melalui teori ini Charles-Louis de Secondat de Montesque 1689-1755, mengharapkan agar ada jaminan untuk kemerdekaaan individu terhadap tindakan sewenang-
wenang Raja atau pihak penguasa.Pemikiran ini sering dinamakan teori “pemisahan kekuasaan dalam Negara” atau Trias Politica.Maka untuk lebih memperjelas persoalannya perlu diberikan
teori atau konsep dan doktrin klasik tentang pemisahan kekuasaan separation of power.Mengenai konsep atau teori trias politika ini, di dalam perkembangan pemikirannya,
bahwa konsep atau teori Trias Politika itu adalah merupakan sebuah doktrin tentang pembagian kekuasaan distribution of power.Baik pemisahan kekuasaan separation of power mempunyai
maupun pembagian kekuasaan distribution of power mempunyai argumentasi yang didasarkan kepada kontekstualitas yang berbeda.Oleh karena itu yang diperlukan dalam hubungan ini bukan
kebenaran atau baik yang mengartikan dengan pemisahan kekuasaan separation of power ataupun yang mengartikannya sebagai pembagian kekuasaan distribution of power.
16
Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat
mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik.
1.5.2 Komunikasi Politik