Konsep Pemberdayaan melalui ZIS

32 terampil dalam mengembangkan usaha baik skala kecil dan menengah. Pemberdayaan pada level ini telah mencapai tahap partisipatoris. Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga pendekatan tersebut diharapkan dapat menghantarkan pada tahap emansipatif yaitu menjadi muslim yang berkualitas dan penyantun sesama.

4. Konsep Pemberdayaan melalui ZIS

Menurut Idris, seperti yang dikutip oleh Nana Mintarti dan Gito Haryanto dalam jurnal zakat bahwa salah satu paradigma dalam pemberdayaan berbasis zakat adalah paradigma transformasi, yakni suatu proses menggerakkan masyarakat dengan nilai-nilai baru yang dapat mencerahkan jiwa, semangat dan daya nalar masyarakat sehingga mereka dapat kembali menemukan jalan hidup mereka yang bersifat fitrah dan mencerminkan nilai-niai kemanusiaan 32 Menurut perspektif kebijakan keuangan publik Islam, zakat selain berfungsi sebagai institusi konsumtif yang bersifat aksi penyelamatan social saving juga bersifat program pemberdayaaan dan perlindungan public empowerment and protection. Zakat juga merupakan institusi ekonomi yang sangat potensial untuk membantu ekonomi rakyat guna mengembangkan usaha yang bersifat produktif, misalnya berupa bantuan 32 Nana Mintarti dan Gito Haryanto, Jurnal Zakat dan Empowering, Ciputat : IMZ, 2010, h. 37 33 modal untuk membuka usaha mandiri. Tentunya, bantuan modal itu perlu disertai dengan bantuan teknis manajemen karena ekonomi rakyat pada umumnya juga lemah dalam manajemen. 33 Selain itu, pada pasal 3 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dijelaskan bahwa Pengelolaan zakat bertujuan: 1 meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat,dan; 2 meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Kemudian, dalam pasal 27 UU No. 23 Tahun 2011 juga dijelaskan zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Bentuk pengelolaan dan pendayagunaan zakat terhadap kelompok miskin memperhatikan kondisi kemiskinan yang dikategorikan empat pola, yaitu persistent poverty kemiskinan yang berlangsung lama dan turun temurun, biasanya disebut kemiskinan struktural, cylical poverty kemiskinan yang mengikuti siklus pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, seasonal poverty kemiskinan musiman, seperti kasus nelayan dan petani pangan , dan accidental poverty kemiskinan karena bencana alam 34 . Semua pola kemiskinan yang ada memiliki karakteristik 33 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafidhuddin, dll, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, Jakarta : Piramedia,2004, h. 116 34 N.Oneng Nurul Badriyah, ed., Total Quality: Management Zakat Prinsip dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi, Jakarta: Wahana Kardova, 2012, h. 214 34 masing-masing dan harus dilihat upaya pemulihannya dengan memperhatikan berbagai aspek sehingga ditentukan skala prioritas. Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan yaitu tingkat kebutuhan, keterampilan yang dimiliki, waktu yang dibutuhkan, wilayah tempat tinggal, serta keterampilan skill yang dimiliki. Berikut merupakan contoh atau bentuk dari pendayagunaan zakat, antara lain: 35 1. Pemberian beasiswa dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi bagi kalangan yang termasuk kategori mustahiq; 2. Pemanfaatan dana zakat untuk usaha-usaha yang sifatnya produktif, disamping yang bersifat konsumtif; 3. Mendirikan Rumah Sakit gratis untuk kaum dhuafa; 4. Mendirikan lembaga pendidikan unggul bagi kaum dhuafa gratis; 5. Memberikan pelatihan bagi guru-guru; 6. Mendirikan balai pelatihan keterampilan; 7. Melalui dana bergulir dengan bekerjasama dengan BMT memberikan pembiayaan bagi usaha kaum dhuafa; 8. Kegiatan lainnya bagi kepentingan mustahiq , disertai pengawasan dan pendampingan dari amil zakat; Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya tergantung pada banyaknya zakat yang terkumpul, tetapi sangat tergantung pada dampak dari 35 Didin Hafiduddin, dkk, ed., The Power Of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang : UIN-Malang Press, 2008, h. 101-102 35 pengelolaan zakat tersebut dalam masyarakat. Zakat dapat dikatakan berhasil dalam pengelolaannya apabila benar-benar dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat . Keadaan yang demikian sangat tergantung dari manajemen yang diterapkan oleh amil zakat dan political will pemerintah. 36 Jadi, pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan salah satu bentuk partisipasi dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan modal kerja ZIS kepada kaum dhuafa untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya untuk tercapainya kemandirian hidup. Ini juga bertujuan merubah mental seseorang yang awalnya mustahiq penerima zakat menjadi seorang muzakki pemberi zakat. 36 Andi Agung Prihatna, dkk, ed, “Potensi dan Realita Masyarakat di Indonesia : Hasil Survei di Sepuluh Kota”, Jakarta : PIRAMEDIA, 2004 , h. 6 36

BAB III EFISIENSI DAN MODAL KERJA

A. Efesiensi

1. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara usaha, kerja menjalankan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya. Efisiensi juga berarti kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya. 37 Menurut Silkman, dalam Achmad Iqbal, 38 efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Dalam pandangan matematika didefinisikan sebagai rasio output keluaran dan input masukan atau jumlah output yang diihasilkan dari suatu input yang digunakan. Sama halnya perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan tolak ukur dalam kinerja bank, dimana efisiensi merupakan jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja seperti tingkat alokasi, teknis, maupun total efisensi. 37 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, Ed. ke-4, h. 352 38 Achmad Iqbal , Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah BUK dengan Bank Umum Konvensional BUK di Indonesia dengan SFA, Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro Semarang, 2011