BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah
Potensi sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah, wilayah hutan tropis Indonesia terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas,
tembaga dan mineral lainnya. Indonesia memiliki tanah dan area lautan yang luas, dan kaya dengan berjenis-jenis ekologi. Walaupun demikian persoalan tentang
pengelolaan sumber daya alam hanya mendapat perhatian sedikit dari para pengambil kebijakan.
Walaupun kekayaan sumber daya alam Indonesia begitu berlimpah bukan berarti pengelolaan dari sumberdaya alam itu harus terabaikan. Justru pengelolaan
sumber daya alam yang dilakukan secara terus menerus sebagai usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat tentu
harus memperhatikan lingkungan, karena pengelolaan alam yang hanya berorientasi ekonomi hanya akan membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh sebab itu pengelolaan sumber daya alam perlu memperhatikan kelestarian
lingkungan dengan bertanggung jawab Yoeti, 2000. Dengan keberagaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa
Indonesia, tentunya hal ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk membangun industri pariwisata yang nantinya mampu memberikan kontribusi
secara multidimensi bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Kepariwisataan itu penting disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: 1
Telah berkurangnya penerimaan devisa dari ekspor minyak dibandingkan waktu
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya, 2 Prospek pariwisata yang tetap memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu-kewaktu dan 3 Besarnya potensi wisata yang dimiliki bagi
pengembangan pariwisata di Indonesia.
1
Hampir seluruh Provinsi di Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Sumatera Utara adalah salah satu
provinsi yang memiliki banyak sumber daya alam baik migas maupun non migas. Potensi alam yang dijadikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung untuk
berwisata atau berlibur. Sumatera utara yang terkenal dengan Danau Toba mampu menarik perhatian dunia yang merupakan salah satu destinasi pariwisata. Masih
banyak daerah-daerah lain yang menjadi andalan yang berpotensi dijadikan sebagai daerah wisata. Adapun daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungai
sebagai berikut Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi
penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan menjadi penghasil devisa nomor satu. Di samping menjadi mesin penggerak ekonomi, pariwisata juga merupakan
wahana yang menarik untuk mengurangi angka pengangguran mengingat barbagai jenis wisata dapat ditempatkan dimana saja. Oleh sebab itu pembangunan wisata
dapat dilakukan di daerah yang pengaruh penciptaan lapangan kerja paling menguntungkan.
2
1. Berastagi adalah tujuan wisata utama di Tanah Karo yang terletak di ketinggian sekitar 4.594 kaki dari permukaan laut dan dikelilingi barisan
:
1
http:jurnal-sdm.blogspot.com200910aspek-penawaran-dan-permintan- dalam.html
2
http:www.northsumatratourism.infodtw.php pukul 16 ; 45 wib tanggal 22
september 2012
Universitas Sumatera Utara
gunung-gunung, memiliki udara yang sejuk dari hamparan perladangan pertaniannya yang indah, luas, dan hijau.
2. Bukit Lawang adalah kawasan wisata yang berkembang secara spontan. Artinya, daya tarik dan pesona alam berhasil menarik pengunjung untuk
datang. Perkembangan wisata di sini dimulai dengan adanya pendirian pusat rehabilitasi orangutan pertama di Sumatera pada awal 1980-an.
3. Danau lau kawar ini terletak di kaki Gunung Sinabung Tanah Karo, sekitar 50 km dari kota Medan. Dibandingkan dengan luas Danau Toba yang
mencapai 1.265 KM
2
sedangkan, luas Danau Lau Kawar yang hanya 200 Ha. 4. Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik sebesar 100km x 30km di
Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengahnya terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Danau Toba sejak lama menjadi daerah
tujuan wisata penting di Sumatera Utara 5. Bukit Gundaling dengan ketinggian 1575 M dari permukaan laut berjarak 3
km dari kota Brastagi. Untuk mencapai bukit ini dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan sado.
6. Istana Maimun semula ditulis Maimoon, merupakan istana Sultan Deli. Istana yang berdiri megah di Jalan Brigjend Katamso ini didominasi warna kuning,
warna kerajaan sekaligus warna khas Melayu. Istana ini didirikan oleh Sultan Kerajaan Deli, Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alam Shah.
Dalam pengembangan potensi wisata akan terjadi saling ketergantungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu transfebilitas
harus dilakukan secara terorganisir, agar para wisatawan lebih mudah mendapatkan akses yang hendak dia tuju. Pelaksanaan UU No 22 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan daerah yang lebih luas dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan otonomi diyakini
akan mendorong daerah untuk lebih bersikap mandiri karena memiliki kewenangan penuh untuk mengurus dan mengontrol daerahnya sendiri.
Kemandirian tersebut, bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik, termasuk pengelolaan pariwisata daerah yang lebih profesional dan mengena.
Kepulauan nusantara yang terkenal dengan sebutan untaian zamrud di khatulistiwa, memperbanyak tempat rekreasi sebagai tempat waisata. Ciri khas
kebudayaan satu daerah yang berlainan dengan daerah lainnya, serta keramah tamahan penduduknya merupakan sebagian dari citra yang memiliki daya pikat
bagi para wisatawan. Kegiatan pariwisata yang pada hakekatnya merupakan suatu perjalanan yang diatur untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu
tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna melihat keindahan
alam, merasakan kesejukan pegunungan, melihat atraksi-atraksi kebudayaan, tempat-tempat bersejarah ataupun tempat-tempat yang dianggap suci ataupun
sakral. Adapun bentuk motivasi perjalanan wisata yang dapat dilakukan antara lain adalah bertamasya, kesehatan, studi, keagamaan, berlibur dan sebagainya.
Dalam kepariwisataan terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan pariwisata dalam aspek sosial dimana menyangkut hubungan antara manusia,
yaitu wisatawan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata, di samping itu kegiatan pariwisata tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak terhadap
lingkungan fisik di daerah tujuan tersebut. Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang sangat berhubungan terhadap derajat kesehatan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, karenanya perlu memperoleh perhatian secara sungguh-sungguh terutama di daerah tujuan wisata. Perilaku sehat yang diharapkan adalah perilaku
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan. Sedangkan lingkungan sehat adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat, yaitu bebas polusi, pemukiman yang sehat, tersedianya air bersih, dan pengelolaan sampah yang sehat. Permasalahan yang
ditemui dalam pengelolaan Daerah Tujuan Wisata khususnya di Pemandian Karang Anyar adalah bidang lingkungan dan perilaku yang saat ini belum
dilaksanakan secara optimal. Ketertarikan saya untuk mengangkat permasalahan kebersihan di Karang
Anyar, karena sebagai daerah wisata alam maka kebersihan menjadi syarat yang harus terpenuhi. Potensi dan keindahan yang dimiliki lokasi wisata pemandian
belum dikelola secara maksimal. Perilaku yang terlibat dengan objek pariwisata seperti pelaku para penjual makanan dan minuman, asongan, dan warung
makanan kadangkala seenaknya saja membuang sisa makanan atau sampah ke saluran air atau membuang sampah tidak pada tempatnya, begitu juga
pengunjungpun ada yang tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatan karena seenaknya pula membuang bungkusan nasi, plastik, dan sisa makanan lainnya
kelingkungan daerah tujuan wisata, hal ini sudah jelas akan memperburuk dan menimbulkan lingkungan yang kotor, yang akhirnya menbawa dampak malasnya
orang berkunjung kelokasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ini tentu akan merugikan perekonomian dan kesehatan masyarakat. Untuk itu kebersihan lingkungan daerah tujuan wisata sangat penting
untuk dipelihara, dijaga dan diperhatikan oleh semua pihak, tidak saja manfaatnya untuk pengunjung wisatawan tapi kebersihan itu adalah untuk masyarakat yang
ada di objek wisata dan sekitarnya agar tetap sehat dan produktif. Lokasi wisata ini mengalir di areal Perkebunan Laras PTPN IV Bah Jambi
yang berjarak sekitar 15 km dari Pematang Siantar. Berada di Nagori Karang Anyar, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, pemandian ini
relatif mudah dijangkau. Air sejuk Karang Anyar keluar dari dalam mulut gua berdiameter 5 m dan membelah Dusun VI Desa Karang Anyar. Sejak tahun 1920
sumber airnya sudah dimanfaatkan warga dan pemerintahan Hindia Belanda, khususnya yang tinggal di perkebunan.
Belakangan, Pemerintah Kabupaten Simalungun juga memanfaatkan air ini sebagai salah satu supplier air milik PDAM Tirtalihou, perusahaan air minum
milik pemerintah daerah setempat. Selain dimanfaatkan sebagai bahan air minum untuk warga, pemandian Karang Anyar juga menyumbang PAD bagi pemerintah
kabupaten dari sektor pariwisata. Pemerintah menetapkan tarif masuk Rp 2.000 kepada setiap pengunjung.
Pemandangan yang tidak jarang kita temukan di lokasi Pemandian Karang Anyar adalah sampah, penanganan sampah yang tidak jelas memperburuk
keindahan lokasi pemandian. Dari penjabaran latar belakang di atas maka perlu untuk dikaji. Dewasa ini sampah sudah menjadi masalah secara umum yang
terjadi di kota besar di Indonesia. Mulai dari tempat pembuangan sampah sementara TPS, permasalahan pengangkutan, hingga masalah di tempat
Universitas Sumatera Utara
pembuangan akhirTPA. Sampah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tak berharga. Sampah pada saat ini menjadi sebuah permasalahan umum
di semua belahan dunia. Hal ini sangat wajar karena sampah memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia, lingkungan, sosial, ekonomi dan bahkan sangat
berdampak buruk terhadap wisata pemandian Karang Anyar. Menteri Lingkungan Hidup Ir. Rachmat Witoelar menjelaskan dalam penyusunan RUU tentang
pengelolaan sampah 2007. Bahwa manajemen pengelolaan sampah yang dilakukan sampai saat ini lebih pada memindahkan masalah, artinya sampah dari
satu tempat diangkut ketempat lain, sedangkan pengelolaannya juga lebih menggunakan open dumping yang tidak memenuhi standart – standart yang
memadai, dan lokasi pembuangan akhir TPA tidak sesuai dengan rancangan tata ruang wilayah daerah RTRW. Akibatnya timbul berbagai masalah pencemaran
lingkungan, konflik sosial, dan menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang bermukim disekitar TPA. Pendekatan yang digunakan sekarang ini dalam
pengelolaan sampah cenderung masih menggunakan end of pipe solution, tetapi bukan pendekatan sumber. Maka muncullah pokok – pokok pikiran RUU tentang
pengelolaan sampah yang terdiri dari: 1. Prinsip tanggung jawab pengelolaan sampah menjadi urusan
KabupatenKota dan merupakan bentuk pelayanan publik. Hal ini berkaitan pula dengan pelaksanaan dari pasal 28 H UUD 1945, yaitu:
prinsip pelaksanaan berkelanjutan dan jaminan kesehatan bagi masyarakat. 2. Batasan pengertian yang dimaksud dengan “sampah” dalam RUU ini
adalah sampah padat atau setengah padat dari kegiatan sehari – hari limbah domestik. Selain itu cakupan pengelolaannya meliputi dari hulu
Universitas Sumatera Utara
sampai hilir, pengumpulan, pengangkutan, dan pengelolaan. Batasan pengertiancakupan ini berangkat dari hasil studi, pendapat para ahli,
referensi beberapa UU tentang sampah. 3. Pengelolaan sampah merupakan urusan pemerintah dengan berbagai
permasalahan dan kompleksitas masalahnya yang bahkan melampaui urusan skala KabupatenKota dan Provinsi, sehingga perlu diatur dengan
UU. 4. Keberhasilan pengelolaan sampah sangat tergantung dari peran
pemerintah, keterlibatan dunia usaha dan masyarakat. 5. Penentuan lokasi TPA dalam RTRW daerah sanagat menentukan. Oleh
karena itu, wajib dicantumkan secara tegas berdasarkan standart, persyaratan dan cerita yang telah ditentukan didalam RTRW daerah
masing – masing. Ir. Rachmat Witoelar, 2007. Dari pemaparan rencana RUU pengelolaan sampah tersebut jelaslah bahwa
penentuan pembuangan akhir harus benar – benar berdasarkan standart dan ketentuan yang berlaku. Selain pengelolaan tempat yang masih menimbulkan
pertanyaan, Fikarwin2005:7, dalam proposal disertasinya yang juga mengkaji lapangan pengelolaan sampah, memaparkan mengapa permasalahan sampah tak
sepenuhnya dapat tertangani, sedikitnya ada empat golongan pengamat yakni: Golongan pertama mengaitkan permasalahan sampah oleh petugas yang
kurang begitu baik, sejak dari sumber asal sampah hingga ketempat pembuangan akhir TPA banyak sampah – sampah yang tertinggal tidak terangkut dari tempat
asal dan kemudian ada sampah – sampah yang tercecer saat pengangkutan sampah dilakukan. Selain itu, jarak waktu antara pengangkutan pertama ke pengangkutan
Universitas Sumatera Utara
berikutnya dari satu tempat pembuangan sementara TPS tertentu dianggap terlalu lama sehingga sampah – sampah yang telah terkumpul terserak kembali.
Keterlambatan petugas pengangkut sampah akan semakin mempengaruhi bagaimana masyarakat memperlakukan sampah – sampah yang telah mereka
hasilkan. Tentunya ini akan semakin memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah akan memasuki sistem baru, ketika sistem yang sudah ada tidak dapat berfungsi
lagi secara normal, untuk mengatasi masalah sampah yang berserakan di pemandian Karang Anyar ini.
Pengamat golongan kedua, melihat masalah persampahan di perkotaan terkait dengan teknologi yang digunakan untuk menangani sampah di tempat
pembuangan akhir, itu dinilai masih kurang memadai dan tidak tepat. Teknologi yang digunakan di Indonesia saat ini yaitu, incinerator dianggap tidak dapat
memecahkan persoalan. Pernyataan ini kembali mendukung fakta – fakta yang saya temukan ketika saya melakukan observasi awal di pemandian Karang Anyar.
Armada pengangkut sampah misalnya, selain jumlahnya yang sangat terbatas, terlihat juga kondisi kurang perawatan dari armada – armada kebersihan tersebut
dan bahkan dalam kondisi tidak layak guna. Selain truk, alat – alat penunjang kebersihan lainnya seperti tong sampah misalnya, juga banyak dalam kondisi
memprihatinkan dan kurangnya fasilitas tong sampah yang harusnya disebar disekitar pemandian.
Golongan ketiga mengaitkan masalah sampah kota – kota besar di Indonesia dengan kebiasaan buruk individu – individu anggota masyarakat
membuang sampah sembarangan. Tudingan ini paling sering mengemuka dalam perbincaraan – pembicaraan baik di media massa ataupun dalam percakapan
Universitas Sumatera Utara
sehari – hari. Ada yang berpendapat “kebiasaan buruk” ini diawali oleh lemahnya perhatian pada pembiasaan anak untuk “buang sampah pada tempatnya” dalam
pendidikan sedari kecil di dalam rumah tangga hingga pendidikan di sekolah – sekolah.
Sedangkan golongan pengamat keempat, mengaitkan masalah sampah dengan volumenya yang sangat besar sehingga muncul gagasan untuk
meminimalisasi volume sampah. Salah satu gagasan yang pernah mengemuka ialah bahwa mengusahakan agar produk – produk pertanian yang masuk Jakarta
harus sudah dalam keadaan dibersihkan dari daun, kulit, ranting, yang tidak terpakai sejak dari sentra – sentra produksinya Fikarwin, 2005. Kebijakan
persampahan yang tidak terpadu sangat bertolakbelakang dengan kebijakan di bidang pariwisata, khususnya menyangkut aktivitas promosi Pemandian Karang
Anyar. Sampah yang dibuang di dekat lokasi sepanjang pemandian dalam waktu yang lama sampai menimbulkan bau dan pemandangan kotor, menunjukkan
lemahnya penghargaan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.
1.2. Tinjauan Pustaka