IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar
4.1.1. Distribusi spasial
Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap tersebar di perairan dangkal hingga dalam.
Penangkapan cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun lebih banyak dilakukan di wilayah yang lebih dalam seperti tubir dan
goba Gambar 2. Nelayan cenderung menangkap cumi-cumi sirip besar di perairan yang lebih dalam karena pengaruh pasang surut laut. Nelayan Pulau Panggang
melakukan aktivitas penangkapan cumi-cumi sirip besar pada pagi hingga sore hari, dan selama penelitian berlangsung terjadi surut pada siang hari yang mengakibatkan
nelayan lebih sering melakukan penangkapan pada daerah yang lebih dalam. Kondisi pasang surut juga mempengaruhi jalan kapal nelayan dalam melakukan
penangkapan cumi-cumi sirip besar karena saat pasang kapal nelayan dapat masuk ke dalam perairan dangkal, sedangkan saat kondisi surut kapal nelayan tidak dapat
masuk ke perairan dangkal sehingga lebih banyak melakukan aktivitas penangkapan di daerah yang lebih dalam seperti tubir, goba, dan hamparan dangkal yang lebih
dalam. Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang
Lebar, dan Semak Daun dibedakan menjadi tiga sub area yaitu hamparan dangkal, goba, dan tubir. Pada perairan Karang Congkak rata-rata tangkapan cumi-cumi sirip
besar yang paling banyak terdapat di tubir sebesar 5 + 15 ekor, sedangkan di perairan Karang Lebar dan Semak Daun rata-rata tangkapan paling banyak di daerah
goba sebanyak 3 + 2 ekor Gambar 4 dan Tabel 2. Rata-rata tangkapan cumi-cumi sirip besar pada masing-masing sub area pada kedua lokasi penelitian bervariasi
nilainya Gambar 4 dan Tabel 2.
Gambar 4. Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar berdasarkan hasil rata-rata tangkapan nelayan: a perairan Karang Congkak, b perairan Karang
Lebar dan Semak Daun Tabel 2. Rata-rata tangkapan cumi-cumi sirip besar berdasarkan distribusi spasial
Sub Area Rata-Rata Tangkapan ekor
Perairan Karang Congkak
Perairan Karang Lebar dan Semak Daun
Hamparan Dangkal 4 + 8
2 + 2 Goba
2 + 2 3 + 2
Tubir 5 + 15
2 + 2 Setelah dilakukan uji z p0.05, diperoleh bahwa rata-rata tangkapan cumi-
cumi sirip besar di hamparan dangkal dengan goba, hamparan dangkal dengan tubir, dan goba dengan tubir di perairan Karang Congkak tidak menunjukkan adanya
perbedaan. Hal yang sama juga terjadi di perairan Karang Lebar dan Semak Daun di mana tidak ditunjukkan adanya perbedaan rata-rata tangkapan di hamparan dangkal
dengan goba, hamparan dangkal dengan tubir, dan goba dengan tubir Lampiran 3. Hal tersebut dapat menunjukkan cumi-cumi sirip besar tersebar merata masing-
masing sub area. Selain itu juga dilakukan uji z rata-rata tangkapan pada masing- masing sub area pada kedua lokasi penelitian dan diperoleh hasil yang menunjukkan
tidak adanya perbedaan antara hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun, goba perairan Karang
Congkak dengan goba perairan Karang Lebar dan Semak Daun, dan tubir perairan Karang Congkak dengan tubir perairan Karang Lebar dan Semak Daun Lampiran
3. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tangkapan pada masing-masing sub area pada kedua lokasi penelitian ialah sama dan didukung oleh pernyataan Roper et
al. 1984 in Prasetyo 2007 yang menyatakan bahwa cumi-cumi sirip besar hidup
pada perairan pantai dengan daerah sebaran mulai dari permukaan hingga kedalaman 100 m. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan jumlah
tangkapan pada kedua lokasi penelitian diduga karena kegiatan penangkapan yang lebih sering dilakukan di perairan Karang Congkak dibandingkan perairan Karang
Lebar dan Semak Daun. Ukuran terkecil cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak terdapat di
tubir dengan panjang mantel 26 mm, sedangkan ukuran terbesar terdapat di hamparan dangkal dengan panjang mantel 257 mm Tabel 3. Pada perairan Karang
Lebar dan Semak Daun cumi-cumi sirip besar dengan ukuran terkecil dan terbesar juga terdapat pada tubir dan hamparan dangkal dengan panjang mantel berturut-turut
71 mm dan 285 mm. Adapun panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak yang terkecil terdapat di tubir sebesar 79.60 + 58.24 mm
dan yang terbesar terdapat di goba sebesar 129.08 + 40.72 mm. Sementara itu di perairan Karang Lebar dan Semak Daun panjang mantel rata-rata terkecil terdapat di
goba sebesar 126.81 + 39.74 mm dan terbesar di hamparan dangkal sebesar 179.73 + 68.55 mm Tabel 4.
Tabel 3. Kisaran panjang mantel cumi-cumi sirip besar berdasarkan distribusi spasial
Sub Area Kisaran Panjang Mantel mm
Perairan Karang Congkak
Perairan Karang Lebar dan Semak Daun
Hamparan Dangkal 41-257
90-285 Goba
71-240 81-250
Tubir 26-217
71-256 Tabel 4. Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar berdasarkan distribusi
spasial Sub Area
Panjang Mantel Rata-Rata + SD mm Perairan Karang
Congkak Perairan Karang Lebar dan
Semak Daun Hamparan Dangkal
98.22 + 46.29 179.73 + 68.55
Goba 129.08 + 40.72
126.81 + 39.74 Tubir
79.60 + 58.24 128.17 + 45.41
Panjang mantel rata-rata cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak menunjukkan adanya perbedaan pada masing-masing sub area setelah dilakukan uji
z p0.05 yaitu antara hamparan dangkal dengan goba, hamparan dangkal dengan tubir, dan goba dengan tubir. Hal yang sama juga terjadi di perairan Karang Lebar
dan Semak Daun di mana ditunjukkan adanya perbedaan panjang mantel rata-rata pada hamparan dangkal dengan goba dan hamparan dangkal dengan tubir, kecuali
antara goba dengan tubir di mana terdapat perbedaan p0.05 Lampiran 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran cumi-cumi sirip besar pada masing-masing sub
area berbeda satu sama lain. Selain itu juga dilakukan uji z panjang mantel rata-rata pada masing-masing sub area pada kedua lokasi penelitian dan diperoleh hasil yang
menunjukkan adanya perbedaan p0.05 antara hamparan dangkal perairan Karang Congkak dengan hamparan dangkal perairan Karang Lebar dan Semak Daun dan
tubir perairan Karang Congkak dengan tubir perairan Karang Lebar dan Semak Daun, kecuali goba perairan Karang Congkak dengan goba perairan Karang Lebar
dan Semak Daun yang menunjukkan tidak adanya perbedaan p0.05 Lampiran 3. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan panjang mantel rata-rata
pada kedua lokasi penelitian diduga karena intensitas penggunaan alat tangkap yang tidak seimbang pada kedua lokasi penelitian, selain itu kegiatan penangkapan yang
lebih sering dilakukan di perairan Karang Congkak dibandingkan perairan Karang Lebar dan Semak Daun juga diduga memberikan pengaruh yang berbeda.
Cumi-cumi sirip besar menghuni daerah neritik dan hidup bergerombol pada perairan pantai yang memiliki ekosistem karang dan lamun dengan daerah sebaran
mulai dari permukaan hingga kedalaman 100 m Roper et al. 1984 in Prasetyo 2007. Hasil wawancara dengan nelayan menunjukkan bahwa cumi-cumi sirip besar
banyak tertangkap pada daerah hamparan dangkal, goba, dan tubir namun rata-rata tangkapan selama penelitian paling banyak terdapat di daerah tubir karena aktivitas
penangkapan yang dilakukan pada siang hari di mana terjadi kondisi surut Tabel 2. Hasil wawancara dengan nelayan juga menunjukkan umumnya cumi-cumi sirip
besar yang berukuran besar terdapat di daerah goba namun selama penelitian selain ditemukan pada goba di perairan Karang Congkak, juga banyak ditemukan di
hamparan dangkal seperti terdapat di perairan Karang Lebar dan Semak Daun Tabel 4. Hal ini diduga cumi-cumi sirip besar melakukan aktivitas mencari makan. Hal
tersebut dapat diketahui karena cumi-cumi sirip besar yang tertangkap di hamparan dangkal umumnya berdekatan dengan goba Gambar 2.
Adapun cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak yang berukuran kecil terdapat di tubir Tabel 4 dikarenakan daerah tubir merupakan area yang
didominasi oleh Acropora Nybakken 1992 dan diduga cumi-cumi sirip besar menempelkan kapsul telurnya pada karang tersebut. Selain itu cumi-cumi sirip besar
di perairan Karang Lebar dan Semak Daun yang berukuran kecil terdapat di goba Tabel 4 juga dikarenakan daerah terumbu goba juga didominasi oleh karang
bercabang dari Acropora Nybakken 1992 dan diduga pula cumi-cumi sirip besar menempelkan kapsul telurnya pada karang tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Segawa 1993 in Andy Omar 2002 yang menyatakan bahwa cumi- cumi sirip besar sering meletakkan telurnya pada Acropora spp. Danakusumah et al.
1996 in Andy Omar 2002 juga memperoleh cumi-cumi sirip besar yang menempelkan kapsul telurnya pada kedalaman 5, 15, dan 18 m yang merupakan
kedalaman bagi terumbu karang dapat hidup. Melimpahnya karang di tubir dan goba yang didominasi oleh karang keras juga diduga dapat dijadikan tempat berlindung
bagi cumi-cumi sirip besar yang berukuran kecil dari predator. Selama penelitian diperoleh kapsul telur cumi-cumi sirip besar yang ditempelkan di hamparan dangkal
pada lamun jenis Sargassum spp. yang disebut oseng-oseng oleh masyarakat lokal Lampiran 2.
4.1.2. Distribusi temporal