Nilai WTA Masyarakat penyedia jasa lingkungan providers

5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30 Kepent in g a n Pengaruh Dinas Kehutanan BLH BPDAS DPRD BAPPEDA Kanporabudpar Perguruan Tinggi Pemerintah Desa Gamtala Kelompok Sadar Wisata POKDARWIS Wisatawan Kelompok rehabilitasi mangrove Gambar 10. Matriks pengaruh dan tingkat kepentingan para pihak stakeholder dari Jasa wisata Pemetaan stakehoder pada Gambar 9, memberikan informasi posisi masing-masing stakehoder berdasarkan analisis tingkat kepentingan dan pengaruhnya. Posisi kuadran A subject ditempati oleh PDAM, Pemerintah Desa baik pemerintah Desa Gamlamo maupun pemerintah Desa Gamtala, dan Kelompok Sadar Wisata POKDARWIS. Menurut Reed et al. 2009 stakehoder yang masuk dalam kelompok subject bersifat mendukung dan mempunyai kapasitas yang kecil untuk mengubah situasi. Hasil penelitian menunjukan ketiga stakeholder tersebut memiliki tingkat kepentingan yang cukup tinggi terhadap sumberdaya ekosistem hutan mangrove, dimana PDAM memanfaatkan sumber air dari hutan mangrove. Sementara itu Kelompok Sadar Wisata POKDARWIS berkepentingan dalam pemanfaatan wisata mangrove, begitu juga dengan Pemerintah Desa yang beranggapan bahwa mangrove merupakan asset sosial dan potensi desa. Sedangkan tingkat pengaruh ketiga stakeholder yang masuk dalam dalam kuadran A subject merupakan kelompok stakeholder yang memiliki pengaruh yang rendah. Menurut Abbas 2005 Artinya stakeholder yang masuk dalam kelompok ini merupakan stakeholder penting namun perlu pemberdayaan dalam perencanaan PJL. Selanjutnya posisi kuadran B Key player ditempati oleh, Badan Lingkugan Hidup BLH, Dinas Kehutanan, BPDAS Ake Malamo, dan BAPPEDA untuk jasa air, sedangkan untuk jasa wisata dari keempat stakeholder ditambahkan dengan Kanporabudpar Kabupaten Halmahera Barat. Tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi menunjukkan bahwa stakeholder pada kuadran ini dapat menentukan jalannya kebijakan sistem PJL. Menurut Reed et al. 2009 Key player merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan yang besar dan paling aktif dalam pengelolaan. Dari hasi tersebut, Badan Lingkugan Hidup BLH dan Dinas Kehutanan merupakan instansi stakeholder yang secara Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Barat No 4 Tahun 2012 diberikan mandat untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah dibidang Pengelolaan wilayah pesisir, adapun untuk Kanporabudpar bertanggung jawab terhadap perkembangan wisata khususnya rencana pengembangan wisata mangrove di Jailolo. C. Crowd Stander D. Context setter Actor B. Key player A. Subject Posisi kuadran C crowd stander ditempati kelompok rehabilitasi mangrove. Untuk jasa Air ditambahkan pelanggan PDAM sedangkan jasa wisata ditambahkan wisatawan sebagai stakeholder. Stakeholder pada kelompok ini tidak memiliki kepentingan maupun pengaruh terhadap kebijakan dalam rencana PJL. Hal ini disebabkan karena stakeholder ini relative hanya memiliki kepentingan terhadap kegiatan rehabilitasi, kegiatan wisata maupun sebagai konsumen air. Menurut Reed et al. 2009 crowd stander merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. sehingga tingkat ketergantungan dan responnya juga rendah tidak memengaruhi. Tingkat kepentingan dan pengaruh yang rendah menjadikan kelompok ini tidak berperan nyata dalam kebijakan PJL. Posisi kuadran D Context setter actor ditempati oleh DPRD Kabupaten Halmahera Barat, dan Perguruan Tinggi. Kelompok stakeholder dalam posisi ini memiliki kepentingan yang rendah dan pengaruh yang tinggi dalam memberikan arahan perencanaan dan implementasi PJL. Menurut Reed et al. 2009 merupakan stakeholder yang memiliki pengaruh besar tetapi kepentingan kecil. DPRD Kabupaten Halmahera Barat, dan Perguruan Tinggi, merupakan stakeholder yang bepengaruh dalam merumuskan penyusunan kebijakan maupun peraturan yang menyangkut dengan pembayaran jasa lingkungan, sedangkan untuk perguruan tinggi memiliki pengaruh yang besar melalui penyuluhan dan bimbingan untuk pengelolaan mangrove. Dari hasil ini dapat memberikan gambaran bahwa posisis setiap stakeholder dalam rencana PJL sudah dapat terlihat, manakah stakeholder yang memiliki keterlibatan besar baik dari tingkat pengaruh maupun kepentingan dari rencana implementasi PJL. Posisi pembeli jasa dalam hal ini pelanggan PDAM dan wisatawan sama-sama belum memiliki pengaruh maupun kepentingan begitu juga dengan posisi penyedia jasa dalam hal ini kelompok masyarakat rehabilitasi mangrove, untuk itu diperlukan peranserta dan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan dari penerapan PJL. Skema dan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan PJL Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di Kecamatan Jailolo untuk jasa air merupakan skema pembayaran antara G to C Government to Community, yaitu pelangan PDAM jasa air dengan kelompok masyarakat rehabilitasi mangrove Desa Gamlamo. Sedangkan untuk jasa wisata skema pembayarannya antara C to C Community to Community yaitu wisatawan jasa wisata dengan kelompok masyarakat rehabilitasi mangrove Desa Gamtala. Menurut KLH 2013 mekanisme pembayaran jasa lingkungan merupakan salah satu instrument ekonomi lingkungan yang pada skemanya dapat dilakukan oleh G to G Government to Government, maupun C to C Community to Community. Piagola dan Platais 2002 megemukakan bahwa program PJL memerlukan kelembagaan yang mendukung mekanisme pembiayaan dan pembayaran antara pemanfaat buyer dengan penyedia provider, baik untuk negosiasi maupun pengawasan. Rencana penerapan PJL di Kecamatan Jailolo lebih banyak diatur oleh pemerintah, diantaranya melakukan kerjasama, kesepakatan, pembinaan pendampingan dan pengawasan. Artinya pemerintalah yang menjadi perantarafasilitator antara pemanfaat dan penyedia, hal ini dapat terlihat pada Gambar 11 dan 12. Peran pemerintah dalam skema pembayaran dan pendanaan dalam PJL juga telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 pada pasal 42 dan 43, dimana pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan system PJL diantaranya mekanisme pendanaan. Sama halnya yang dikemukakan oleh ESCAP 2009 bahwa pemerintahlah yang merupakan mediator dan fasilitator dari mekanisme itu sendiri. Skema pembayaran dan pendanaan PJL untuk jasa air Salah satu jasa lingkungan terpenting hutan adalah air. Acreman 2004 menyatakan bahwa sebatang pohon di hutan alam sepanjang daur hidupnya mampu memompa air +2,5 juta galon air ke atmosfer, didaur-ulang, dan tidak hilang dari kawasan hutan . Menurut Deviana dan Sutriadi 2013 potensi implementasi PJL untuk jasa air didukung oleh UU No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dan Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2008 tentang pengelolaan sumber daya air. Dalam kedua landasan hukum tersebut menjelaskan bahwa setiap pengusahaan air harus diikuti oleh kegiatan pemeliharaan dan pelestarian hutan agar dapat menjamin ketersediaan air tanah. PJL untuk air juga didukung oleh UU No 40 Tahun 2007 tentang perseoran terbatas dan UU No 19 Tahun 2003 tentang badan usaha milik negara. Dalam kedua UU tersebut ditemukan bahwa adanya kewajiban mengeluarkan biaya berupa tanggung jawab sosial dan lingkungan ditujukan untuk perseoran dan BUMN yang berbentuk perseroan. Sedangkan yang bersifat sukarela ditujukan kepada BUMN yang berbentuk perusahan umum untuk dapat mengeluarkan sebagai laba bersih untuk pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga yang menjadi dasar penetapan untuk dijalankannya rencana PJL untuk jasa air di Kecamatan Jailolo untuk perseoran dalam hal ini PDAM Kabupaten Halmahera Barat . Sumber: modifikasi dari Pagiola Platais 2002 ; Herbert et al.2010 Gambar 11. Skema penerapan PJL untuk jasa air di Kecamatan Jailolo Keterangan : Alur Pembayaran Garis Service Alur koordinasi Pemerintah Daerah DPRD BAPPEDA BPDAS Ake Malamo Perguruan Tinggi Jasa Lingkungan Jasa lingkungan air Terjaganya kualitas dan kuantitas air baku Pemanfaat buyer PDAM Pelanggan PDAM Penyerahan dana Retribusi rekening air melalui Dinas Kehutanan dan BLH Mekanisme Pembayaran Biaya penanaman dan pemeliharaan Mekanisme Pembiayaan melalui Retribusi rekening air Penyedia provider Pemerintah Desa Gamlamo Kelompok Masyarakat rehabilitasi mangrove