TINJAUAN PUSTAKA Analisis Potensi Pajak Daerah Untuk Peningkatan Kapasitas Fiskal Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Sulawesi Utara

skema sistem pembayaran dalam PJL dapat dilakukan dengan berbagai tipe pembayaran, dan tipe sistem pembayaran tersebut adalah Grieg et al. 2006:  Pembayaran financial langsung, contohnya pada kondisi tertentu terdapat perubahan pemanfaatan lahan yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya livehood masyarakat, maka biaya kompensasi diberikan secara langsung.  Bantuan keuangan bagi kelompok masyarakat untuk kegiatan tertentu misalnya bantuan pembuatan rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan lain sebagainya.  Pembayaran ln-kind dalam bentuk lain semisal training pertanian untuk peningkatan kapasitas masyarakat pedesaan, peternakan, perikanan dan lain sebagainya.  Pemberian hakijin pengelolaan, misalnya ijin pengelolah hutan. Seluruh tipe skema pembayaran Jasa lingkungan di Indonesia sudah pernah dilaksanakan. Pada skema hutan kemasyarakatan HKm merupakan salah satu pengelolaan hutan berbasiskan pada Pembayaran Jasa lingkungan atau from Government to Community . Demikian halnya, skema sistem pembayaran atas jasa pengelolaan wilayah hutan yang terdegradasi oleh masyarakat memperoleh dukungan dari pemerintah yaitu diberikan insentif dalam bentuk hak pengelolaan hutan yang berlaku selama 3 tahun dan diperpanjang sampai 25 tahun lagi. Berikut pada tabel 2, dijelaskan contoh metode kompensasi altenatif yang dapat digunakan untuk skema pembayaran Sutrija, 2013. Tabel 2. Contoh metode alternatif untuk kompensasi dalam pembayaran Jasa lingkungan No Tipe kompensasi Keterangan 1 Pembayaran untuk setiap pohon Memberikan reward kepada individual yang menanam pohon untuk carbon sequestration dan kapasitas untuk kedepan carbon sequestration berdasarkan setiap pohon yang ditanam. 2 Pembayaran untuk penanaman hutan dan atau untuk perlindungan hutan Memberikan kompensasi kepada organisasi masyarakat sebagai pengelola hutan yang melindungi atau menghasilkan area hutan atau menanam pohon. Organisasi kemasyarakatan ini memberikan manfaat untuk dibagikan ke anggotanya. 3 Pembayaran untuk memungkinkan pengelolaan lahan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan sustainable Peningkatan bantuan dana, bantuan benih pohon, pemasaran infranstruktur, community based forest enterprises dan bantuan lainnya untuk prosedur individual pelindung hutan yang akan mendapat keuntungan secara financial dengan berpartisipasi dalam aktivitas pemanfaatan lahan atau pembagian pendapatan dari proteksi hutan. 4 Membayar masyarakat dengan peningkatkan pelayanan Menyediakan pelayanan masyarakat seperti ruamah sakit, sekolah hak akses dan kepemilikan ke sumber daya lahan, hutan, air dsb yang dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga atau masyarakat. Sumber: Forest et al. 2008 dalam Sutrija 2013 Beberapa hal berikut termasuk isu-isu jasa lingkungan yang perlu dipahami Fauzi et al. 2005: 1. Mekanisme imbal jasa lingkungan bukan transaksi pajak. Sehingga merupakan objek PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak. 2. Imbal jasa lingkungan harus dipandang sebagai biaya kelola lingkungan dan kelola sosial, sehingga merupakan biaya produksi jasa lingkungan itu sendiri. 3. Imbal jasa lingkungan harus melebihi opportunity cost. 4. Perlu ada kelembagaan imbal jasa lingkungan tersendiri, termasuk lembaga keuangannya. Dengan account misalnya untuk masing-masing produk. Harus ada proses sosialisasi dari aturan main yang dihasilkan. Pembayaran Jasa Lingkungan pada hakekatnya dapat dijadikan instrumen bagi pendanaan yang berkelanjutan. Disisi lain, pelaksanaan program PJL juga memerlukan sumber pendanaan yang pasti secure source of financing. Mekanisme timbal balik inilah yang menyebabkan PJL menjadi opsi yang menarik dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan Rumfaker 2010. Sumber: Pagiola Platais 2002 ; Herbert et al.2010 Gambar 2. Alur Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Institusi yang menjadi pengawas jalannya mekanisme pendanaan dan mekanisme pembayaran dalam skema PJL adalah pemerintah daerah, dari mekanisme ini kemudian dijabarkan dalam mekanisme pembayaran bagi pengguna manfaat sumberdaya dari 1 sampai n yang kemudian membayar jasa lingkungan kepada penerima manfaat Gambar 2. Pelaksanaan PJL di Indonesia didasarkan pada azas sukarela. Seiring perkembangannya, masih memerlukan aturan hukum yang mengatur pelaksanaannya sehingga dikatakan legal berdasarkan hukum. Aturan hukum yang mengatur pelaksanaan PJL diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2009 pada pasal 42 dan 43 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pasal 42 menyatakan bahwa 1. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup 2. Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan atau disinsentif. Penerima Manfaat n Penerima Manfaat 1 Penerima Manfaat 2 ………… ………… …… Pemerintah Daerah Mekanisme Pembiayaan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan ………… ………… …… Penyedia 1 Penyedia 2 Penyedia n Sedangkan dalam pasal 43 menyatakan bahwa 1 Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2 huruf a meliputi: a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan hidup. c. Mekanisme kompensasiimbalan jasa lingkungan hidup antar daerah; dan; d. Internalisasi biaya lingkungan hidup. 2 Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2 huruf b meliputi: a. Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. Dana penanggulangan pencemaran danatau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan c. Dana amanahbantuan untuk konservasi 3 Insentif danatau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2 huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk: a. Pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; b. Penerapan pajak retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup: d. Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah danatau emisi; e. Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; f. Pengembangan asuransi lingkungan hidup; g. Pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan h. Sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 ayat 1 sampai dengan ayat 3 diatur dalam peraturan pemerintah. Menurut Rumfaker 2010, kelembagaan PES harus didasarkan pada aturan hukum yang ada, kelembagaan yang sudah ada dan sekaligus berpandangan pada aspek efesiensi dan akuntabilitas, adapun kelembagaan yang diajukan adalah sebagai berikut: a. Pengelolaan secara swasta melalui mekanisme tender. b. Pengelolaan oleh pemerintah daerah melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak PNPB. c. Pengelolaan secara bersama melalui Badan Layanan Umum BLU. d. Usulan lembaga pengelolaan terpilih. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis pembayaran jasa lingkugan sudah banyak dilakukan baik di Indonesia dan internasional, penelitian yang dilakukan sebagian besar menganalisis tentang skema pembayaran jasa lingkungan di daerah aliran sungai diantaranya penelitian Environmental Services Program 2007 yang berjudul Laporan Studi PES Untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo Jawa Tengah membahas tentang mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan PJL serta kelembagaan atau pola hubungan pemangku kepentingan dalam pengembangan skema pembayaran jasa lingkungan PJL di Daerah Aliran Sungai DAS. Mekanisme PJL di DAS kesimpulannya memperoleh anggaran publik untuk menghasilkan layanan mitigasi kekeringan, serta untuk membuat kebijakan tentang besarnya ekonomi dan distribusi spasial atas nilai ekonomi perlindungan DAS Kirsfianti et al., 2012. Penelitian tentang pembayaran jasa lingkungan yang berkaitan dengan sumberdaya alam laut baru beberapa saja yang dilakukan di Indonesia, diantaranya penelitian oleh Mauritis Kristian Rumfaker 2010 yang berjudul Analisis pembayaran jasa lingkungan di kawasan konservasi laut daerah Kabupaten Raja Ampat, hasil dalam penelitian adalah menentukan seberapa besar Willingness to Pay wisatawan terhadap pembayaran jasa lingkungan di KKLD Raja Ampat serta bentuk kelembagaan PJL adalah pola pengelolaan oleh pemerintah daerah melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP. Penelitian oleh Sutrija 2013 yang berjudul model perilaku konservasi masyarakat terhadap jasa lingkungan untuk pelestarian hutan mangrove di pantai Bungko Kabupaten Cirebon yang membahas tentang perilaku konservasi masyarakat, kompensasi jasa lingkungan serta bagaimana pengembangan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan hutan mangrove di pantai Bungko Kabupaten Cirebon. Kesimpulan dari penelitian Sutrija 2013 adalah kompensasi jasa lingkungan yang harus dibayarkan oleh nelayan berkisar antara Rp.2000 dan Rp.5000. dengan strategi pengelolaan mangrove yang harus berbasis pada keterlibatan langsung masyarakat baik dalam merencanakan maupun mengevaluasi. Perbedaan dalam penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bagaimana mengidentifikasi dan memperhitungan nilai dari jasa-jasa lingkungan hutan mangrove yang dapat dijadikan sebagai peluang pembiayaan untuk setiap jasa lingkungan yang disediakan oleh hutan mangrove.

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Mangrove merupakan sumber daya yang dapat dipulihkan renewable resources yang berfungsi sebagai penyedia jasa lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, penyedia jasa wisata, dan sebagai jasa penyedia kayu bakar, ikan, maupun kepiting. Jasa lingkungan ini memiliki nilai yang tinggi dan memberikan manfaat yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan manusia. Pemanfaatan yang tinggi di lingkungan pesisir Kecamatan Jailolo khususnya wilayah yang memiliki hutan mangrove saat ini dikhawatirkan berdampak pada berkurangnya penyediaan jasa yang diberikan oleh hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove sebenarnya telah dilakukan oleh BPDAS Ake Malamo, namun masih mengandalkan pendanaan dari pemerintah pusat. Dari permasalahan tersebut maka diperlukan sebuah instrumen PJL sebagai perlindungan terhadap pemanfaatan sumberdaya. PJL sendiri merupakan mekanisme yang membuat penyediaan jasa lingkungan menjadi lebih cost efisien dalam jangka waktu yang lama KLH 2013. Pembayaran jasa lingkungan untuk hutan mangrove dinilai cocok untuk dikembangkan di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat. Tujuannya untuk melindungi dan menjaga agar penyediaan jasa lingkungan dari ekosistem hutan mangrove dapat berlangsung lama, serta dapat mencegah kerugian ekonomi akibat perubahan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengembangan wisata mangrove, dan penyediaan air bersih yang memanfaatkan jasa dari ekosistem hutan mangrove. Pembayaran jasa lingkungan juga sangat didukung dengan adanya Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara terintegrasi dan berkelanjutan di Kabupaten Halmahera Barat. Pada pasal 29 bahwa setiap orang danatau badan hukum hendak melakukan usaha diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib membuat rencana rehabilitasi lingkungan, sedangkan pada pasal 30 menyatakan bahwa pembiayaan yang timbul akibat pelaksanaan rehabilitasi lingkungan dibebankan kepada orang danatau badan hukum yang melakukan pengusahaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai langkah awal, dilakukan perhitungan nilai ekonomi serta mengidentifikasi jasa lingkungan ekosistem hutan mangrove tersebut dimaksudkan untuk menetapkan imbalan bagi calon pembeli dan penyedia jasa, penentuan nilai mangrove dianalisis melalui valuasi ekonomi dari jasa ekosistem hutan mangrove. Selain itu, dibutuhkan dukungan masyarakat penyedia jasa providers yaitu dengan melihat persepsi dan partisipasi dalam rencana penerapan PJL yang dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif serta Willingness to Accept WTA masyarakat penyedia providers. Selanjutnya, perlu diketahui bagaimana skema dan mekanisme PJL melalui analisis stakeholder dan analisis deskriptif. Perencanaan pembayaran jasa lingkungan ini nantinya dapat menjadi acuan untuk penerapan mekanisme pembayaaran jasa lingkungan PJL ke dalam rekomendasi kebijakan pemerintah Kabupaten Halmahera Barat sesuai dengan isyarat pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup, yang secara jelas termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Gambar 3. Keterangan: : Lingkup penelitian : Langkah Gambar 3. Diagram alur kerangka pikir Jasa Penyedia Jasa Pengatur Jasa Penunjang Jasa Budaya Menghitung nilai ekonomi dan mengidentifikasi jasa lingkungan potensial untuk PJL Mengkaji Persepsi partisipasi providers Skema dan mekanisme PJL Inisiasi Pembayaran Jasa Lingkungan PJL untuk kelestarian ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat Analisis Stakeholder Analisis Deskriptif Deskriptif kuantitatif Willingness to Accept Market Price Replacement cost Travel cost method Deskriptif Jasa Lingkungan Hutan Mangrove Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Jasa Lingkungan yang sesuai dengan UU No 32 Tahun 2009 pasal 42 43 PERDA No 4 Tahun 2012 Pasal 29 30 Instrumen Pembayaran Jasa Lingkungan PJL Permasalahan: Pemanfaatan yang tinggi terhadap ekosistem hutan mangrove Pendanaan yang masih mengandalkan pemerintah pusat Penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan PJL yang dapat menjembatani kepentingan ekonomi maupun ekologi dan dapat Mencegah berkurangnya penyedia jasa lingkungan

4. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat pada bulan Februari-Juni 2015 dan dilakukan di 10 Desa dari 34 desa yang berada di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat, dipilihnya Kecamatan Jailolo karena memiliki hutan mangrove yang luas dan sudah dimanfaatkan. Sumber: BPDAS Akemalamo 2015 Gambar 4. Lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diambil dari masyarakat pemanfaat hutan mangrove serta kelompok masyarakat rehabilitasi mangrove Kecamatan Jailolo. Data primer yang diambil diantaranya, harga dan biaya dari pemanfaatan kayu bakar, ikan, dan kepiting di daerah hutan mangrove, biaya perjalanan wisata untuk jasa wisata mangrove, serta data persepsi dan partisipasi masyarakat providers tentang rencana penerapan PJL. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara baik menggunakan kuesioner maupun melalui wawancara semi terstruktur, yaitu in- dept interview baik dari masyarakat yang telah melakukan rehabilitasi hutan mangrove maupun stakeholder terkait. Data sekunder yang diambil berupa data demografi, data kondisi biofisik hutan mangrove luasan mangrove, dan jenis-jenis mangrove, data tentang biaya pembuatan breakwater, biaya rehabilitasikonservasi mangrove, mengenai profil desa, sosial ekonomi masyarakat, kegiatan konservasi yang telah dilakukan dan data tentang kebijakan pemerintah tentang pengelolaan hutan mangrove. Data ini di kumpulkan melalui studi literatur dari laporan kegiatan yang telah dilakukan pemerintah daerah terkait diantaranya; Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Dinas BLH, BPDAS dan BPS Kabupaten Halmahera Barat serta hasil penelitian yang telah dilakukan di lokasi penelitian. Matriks metode penelitian lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam Penentuan lokasi ini dilakukan secara non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Oleh karena itu, dari 34 Desa yang berada di Kecamatan Jailolo hanya 10 desa yang merupakan desa pesisir yang masyarakatnya tinggal di sekitar hutan mangrove Tabel 3 dan Lampiran 6. Penentuan responden a. Masyarakat Pemanfaat nilai ekonomi Penentuan responden untuk masyarakat pemanfaat dilakukan secara sengaja purpose sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah masyarakat yang berada di 10 Desa di Kecamatan Jailolo yang memanfaatkan hutan mangrove diantaranya pengambil kayu bakar, nelayan penangkap ikan dan kepiting. Penentuan responden masyarakat pemanfaat dilakukan untuk menentukan nilai ekonomi jasa hutan mangrove baik sebagai pemanfaat kayu bakar, ikan maupun kepiting jasa penyedia.

b. Wisatawan

Responden yang menjadi sampel untuk responden wisatawan dilakukan secara sengaja purpose sampling jumlahnya disesuaikan dengan data yang diperoleh dari jumlah kunjungan wisata pada saat pengambilan sampel yaitu sebanyak 20 orang. Penentuan responden wisatawan dilakukan untuk menentukan nilai ekonomi jasa lingkungan mangrove sebagai jasa wisata jasa budaya

c. Provider

Penentuan responden untuk masyarakat penyedia jasa lingkungan providers dilakukan secara sengaja purpose sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah masyarakat yang pernah terlibat dalam program kegiatan rehabilitasi mangrove di Kecamatan Jailolo berjumlah 43 orang. Penentuan jumlah ini diperoleh melalui rumus Yamane dalam Kuenzer 2013 Rumus 1.

d. Stakeholder

Penentuan responden untuk stakeholder dipilih 10 orang dari masing- masing pemerintah desa dan key person dipilih sebanyak 11 orang masing-masing dari lembaga pemerintah daerah diantaranya DPRD Halmahera Barat, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, BAPPEDA, Dinas BLH, BPDAS Ake Malamo, PU, Kanporadudpar, Akademisi terkait, PDAM, dan POKDARWIS yang terlibat dalam pemanfaatan hutan mangrove di Kecamatan Jailolo. Penentuan sampling untuk WTA provider Penentuan sampling diambil dari 10 Desa di Kecamatan Jailolo yang memiliki hutan mangrove. Jumlah sampling berdasarkan jumlah kepala keluarga sebanyak 1929 KK Tabael 3. Tabel 3. Jumlah jiwa dan Kepala Keluarga di Kecamatan Jailolo No Nama Desa Jumlah jiwa Kepala Keluarga KK 1 Gamalamo 1198 290 2 Gufasa 1112 300 3 Guemaadu 1712 146 4 Bobanehena 1864 367 5 Payo 705 201 6 Tuada 768 180 7 Mutui 340 90 8 Guaeria 308 94 9 Gamtala 322 91 10 Marimabati 680 170 Jumlah 9009 1929 Sumber: Data penelitian 2015 Penentuan sampel untuk jumlah responden providers menggunakan rumus Yamane dalam Kuenzer dan Quoc 2013, maka di dapat jumlah responen untuk sampling WTA adalah   2 1 e N N n   2 15 1929 1 1929 KK KK n   n = 43.44 = 43 …………........1 Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi kepala keluarga e = batas error 15 1 = bilangan konstan Responden yang diambil dalam penelitian ini yaitu dari masyarakat pemanfaat kayu bakar, ikan dan kepiting, wisatawan, masyarakat rehabilitasi mangrove, dan stakeholder baik pemerintah desa maupun pemeintah daerah Secara keseluruhan sebaran dan jumlah responden yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran dan jumlah responden No Responden Jumlah orang 1 Populasi dari masyarakat pemanfaat hutan mangrove kayu bakar, ikan dan kepiting yang ada di 10 Desa Kecamatan Jailolo lampiran 1a 21 2 Wisatawan lampiran 2 20 3 Sensus dari Masyarakat rehabilitasi mangrove providers yang ada di 10 Desa Kecamatan Jailolo lampiran 3 43 4 Pemerintah desa stakeholder lampiran 1e 10 5 Pemerintah daerah stakeholder lampiran 1f 11 Total Responden 105 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Matriks Metode Penelitian Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Menghitung nilai ekonomi dan mengidentifikasi jasa lingkungan ekosistem hutan mangrove yang potensial untuk PJL di Kecamatan Jailolo  Jasa penyedia provisioning service  Data primer  Harga dan biaya pengambilan kayu bakar mangrove, hasil tangkapan ikan, dan kepiting bakau, dari masyarakat pemanfaat.  Data sekunder  Sensus masyarakat pemanfaat kayu bakar, ikan dan kepiting  Jasa pengatur regulating service  Data sekunder  Biaya pembuatan breakwater dan  Biaya pengganti pembelian air tangki mobil  Jasa budaya cultural service  Data primer  Biaya perjalanan wisata  Data sekunder  Jumlah wisatawan  Pengelolaan mangrove dari literatur terkait di Kecamatan Jailolo. Nilai Ekonomi Market Price MP Replacemen Cost Method RCM Change in Consumtion Aproach Travel Cost Method TCM Analisis Deskriptif Mengkaji persepsi dan partisipasi provider terhadap rencana penerapan PJL pada nilai jasa potensial  Data primer  Persepsi tentang arti rencana penerapan PJL.  Bagaimana pemahaman provider jika diterapkan pembayaran jasa lingkungan.  Bagaimana kesediaan provider dan stakeholder dalam menerima PES  Data sekunder  Jumlah masyarakat yang pernah terlibat Kegiatan konservasi dan rehabilitasi mangrove yang pernah dilakukan sebelumnya Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis Wilingness to Accept WTA Menentukan skema dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan PJL untuk kelestarian mangrove  Data Primer  Bagaimana menentukan mekanisme dan skema PJL . dilakukanmelalui wawancara baik menggunakan kuesioner maupun melalui wawancara semi terstruktur, yaitu in-dept interview  Data sekunder  Stakeholder terkait Analisis Stakeholder Analisis Deskriptif Nilai Jasa Lingkungan 1. Market Price MP Nilai manfaat langsung sebagai jasa penyedia pada mangrove dianalisis mengunakan harga pasar, harga pasar dari suatu sumberdaya akan digunakan untuk menghitung nilai guna langsung dari ekosistem mangrove. Harga pasar adalah harga penjualan lokal untuk produk yang dipasarkan dengan menggunakan harga bersih, berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup 2010, nilai guna langsung untuk kepiting diformulasikan sebagai berikut: BPi JNi x Pi x HPi DUV   1 ............................................................2 Keterangan: DUVi =Direct Use Value komoditi i Rp HPi = Harga pasar komoditi i Rpkg Pi = Produksi komoditi i kgtahun orang JNi = Jumlah orang komoditi i populasi BPi = Biaya produksi komoditi i Rp i = Jenis komoditi yang terdiri dari kayu bakar, ikan dan kepiting

2. Replacement Cost Method RCM

Pada dasarnya metode biaya pengganti dapat diasumsikan bahwa jumlah uang yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengganti asset jasa lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang tersedia untuk masyarakat Van Beukering et al. 2007. Sedangkan untuk jasa pengaturan dalam hal ini jasa mangrove sebagai penahan erosiabrasi Flood and Erotion Protection didekati dengan pendekatan biaya penganti atau Replacement Cost Method RCM, sehingga nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pemecah gelombang dapat dihitung dengan persamaan berikut KLH 2010: t t P x B Npg  .......................................................................................3 Keterangan: Npg = Nilai pemecah gelombang Rp B t = Biaya pembuatan tembok pemecah gelombang Rpm P t = Panjang mangrove yang dibuat sebagai pemecah gelombang m Demikian halnya, nilai ekonomi jasa pengaturan pada jasa mangrove sebagai penahan intrusi air laut menggunakan pendekatan Change in Consumtion Approach atau perubahan konsumsi air yang diperoleh dari jumlah penurunan penggunaan air tanah per tahun akibat intrusi setiap tahun skenario penurunan konsumsi air tanah dibuat 2 skenario yaitu skenario rendah 5 dan skenario tinggi 10 dikalikan tingkat harga air penganti dirgengalon Santoso 2012.

3. Travel Cost Method TCM

Perhitungan nilai jasa wisata didekati dengan menggunakan metode Travel Cost Method TCM . Dan model TCM dalam fungsi permintaan untuk