Kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Dalam

di lokasi KEK untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility CSR 3. Menungkatkan pengawasan perairan, terutama pengawasan atas praktik “Pelabuhan” 4. Meningkatkan pengwasan atas praktik Penyeludupan Barang dan Manusia 5. Penerbitan Perda tentang Penerbitan “Rumah Liar” dan lain sebaginya

B. Kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Dalam

Implementasi Kawasan Ekonomi Khusus Secara umum ketertarikan dari sebagian besar investor terhadap Kawasan Ekonomi Khusus adalah karena adanya berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan. Misalnya saja, fasilitas dalam hal infrastruktur dan kemudahan- kemudahan dalam kepabeanan, serta kelonggaran-kelonggran dalam hal perpajakan dan perizinan investasi lainnya. Sementara dari sisi Negara penyelenggara diantara harapan yang dijanjikan dengan kehadiran Kawasan Ekonomi Khusus itu sendiri adalah: 136 1. Peningkatan investasi, temasuk foreign direct investment; 2. Penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung; 3. Peningkatan penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor; 4. Peningkatan keunggulan kopetitif produk ekspor; 5. Peningkatan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital bagi peningkatan ekspor; 136 Budi Santoso, “Tinjauan Dari Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus”, Jakarta: Diskusi Internal dengan Tim Peneliti P3DI, 4 April 2008. Universitas Sumatera Utara 6. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui alih tenologi. Berdasarkan hal diatas, maka tidak tidak mengherankan jika sebagaian besar Negara-negara di kawasan Asia, pada khusunya, kemudian telah mengartikulasi Kawasan Ekonomi sebagai suatu model pembangunan ekonomi yang sangat menjanjikan dan sejak pada akhir tahun 1970-an, konsep Kawasan Ekonomi Khusus pun mulai diaplikasikan. Model Kawasan Ekonomi Khusus yang dikembangkan di kawasan Asia tersebut relatif bervariasi satu dengan lainnya. Namun, secara umum dicatat sedikitnya ada 6 enam karakteristik utama, yaitu: 137 1. Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus memiliki akses yang prima terhadap saran transportasi, khusunya transportasi tersedia dengan baik; 2. Infrastruktur pendukung tersedia dengan baik; 3. Adanya komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam memberikan kelonggaran perizinan dan perpajakan; 4. Tersedianya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan dengan upah yang relatif murah; 5. Adanya sistem pelayanan administrasi publik yang efisien; dan 6. Hadirnya iklim politik dan ekonomi yang relatif stabil. Pemerintah Pusat telah membentuk Tim Nasional pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia Timnas KEKI dengan SK Menko Perekonomian padal tanggal 23 Maret 2006. Dimana, tugas KEKI ini adalah melakukan evaluasi 137 Wong Chu and Kwan Yiu, David K.Y, The Special Economic Zone-Economic, Political and Geograhical, Factor’s in Wong, Kwan –Yiu and Chu, David K.Y., eds Modernization in China : The Case of the Special Economic Zone, New York : Oxford University Press, 1985, page 3-7. Universitas Sumatera Utara serta perumusan kebijakan dan strategi nasional pengembangan KEK. Kemudian, melakukan pengkajian terhadap wilayah yang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan sebagai KEK, melakukan pengkajian terhadap kebutuhan prasarana dan sarana, insentif dan aturan-aturan pelaksana lainnya dan memfasilitasi pembentukan Tim Pembangunan dan pengelolaan Kawasan di daerah-daerah serta melakukan evaluasi dan , serta perumusan kebijakan dan strategi berdasarkan Tata Ruang Wilayah Nasional. 138 Mengingat berbagai kawasan ekonomi yang sudah adaa diatur melalui Undang-Undang, maka susunan Timnas KEKI adalah pengaturan KEKI juga dengan Undang-Undang yang sekaligus mengatur berbagai insentif dan kemudahan yang diberikan di kawasan tersebut. Namun, mengingat KEKI diharapkan dapat diterpkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, Timnas mengajukan beberapa alternatif yang dapat ditempuh, yaitu: 139 1. Mengubah Undang-Undang Kepabenan dan Undang-Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan dengan membuka dan menambah ketentuan baru dalam Undang- Undang Kepabenan dan Undang-Undang Perpajakan yang intinya mengatur keberadaan KEKI sebagai salah satu jenis kawasan yang mendapatkan izin fasilitas kepabenan dan perpajakan. Namun, sangat disayangkan Undang- Undang Kepabeanan telah disahkan oleh DPR tanpa kesempatan memasukkan pasal tertentu mengenai KEKI. 138 Umar Juoro dan Maxensius Tri Sambodo, Aspek Kelembangaan dalam Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus KEK Studi : Batam Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 141. 139 Ibid., hlm. 144. Universitas Sumatera Utara 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1997. Tindakannya adalah dengan memperluas definisi Kawasan Berikat untuk tidak semata-mata berfungsi sebagai kawasan ekonomi dengan tujuan ekspor, tetapi juga untuk tujuan impor. Hal ini dapat dilakukan mengingat kebijakan dalam Kawasan Berikat saat ini telah memperbolehkan 50 persen dari realisasi ekspor utuk dipasarkan sebagai produk domestik. Namun, kelemahan Timnas KEKI adalah menjadi terbatas pada bentuk Kawasan Berikat, dan fasilitas perpajakan akan sulit diterapkan dalam pola ini mengingat dalam Undang-Undang Perpajakan, dan fasilitas yang dibuka untuk Kawasan Berikat hanya untuk ekspor. Mengenai kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yang megatur bentuk-bentuk kawasan ekonomi yang memiliki fasilitas atau insentif baik perpajakan maupun kepabenan. Beberapa bentuk kawasan tersebut adalah: 1. Free Trade Zone Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang. Suatu kawasan dapat ditempatkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan Undang- Undang, contohnya adalah Sabang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia Universitas Sumatera Utara yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. Dalam kawasan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan dibidang ekonomi. Seperti sektor pedagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang-bidang lainnya. 2. Kawasan Berikat Bounded Zone Dasar hukum Kawasan Berikat adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997. Penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai Kawasan Berikat serta pemberian izin penyelenggara Kawasan Berikat dilakukan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangunan, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan hasil impor atau barang dan bahan dari dalam daerah Pabean Indonesia lainnya yang hasilnya terutama untuk ekspor. Atas impor barang modal atau peralatan perkantoran semata-mata dipakai oleh pengusaha kena pajak yang telah mendpat izin diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, PPH Pasal 22. Selain itu, pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik ke Daerah Pabean Indonesia lainnya diberikan penangguhan pembayaran bea masuk, PPN, PPnBM, dan PPH. Universitas Sumatera Utara 3. KawasanPengembangan Ekonomi Terpadu KAPET dasar hukum KAPET adalah Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Penetapan KAPET berikut batas-batsnya dilakukan dengan Keputusan Presiden tersendiri. KAPET merupakan wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki potensi untuk cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di dalam wilayah kawasan tersebut diberikan perlakuan khusus di bidang Pajak Penghasilan, yaitu pilihan untuk menetapkan penyusutan dan atau amortisasasi yang dipercepat, kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai paling lama sepuluh tahun, dan pajak penghasilan yang mempunyai deviden sebesar 10 persen. 4. Kawasan Industri. Dasar hukum Kawasan Industri adalah Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1996. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang lainnya yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. 5. Kawasan Ekonomi Khusus. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, dimana Kawasan Ekonomi Khusus ini berupa kawasan dengan bataas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memproleh fasilitas tertentu. Kemudian, dasar hukum dari Universitas Sumatera Utara Kasawan Ekonomi Khusus ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Namun, telah terjadi perubahan mengenai teknis dari Peraturan Pemerintah tersebut, sehingga ditambahkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat diatas, dalam hal Kawasan Ekonomi Khusus ini juga dapat dilihat dari sudut otonomi daerah 140 dan relasi kewenangan dalam hal penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam hal demikian, otonomi daerah pada saat ini, menggunakan prinsip otonomi seluas- luasnya. Artinya, daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar wilayah-wilayah yang memeng menjadi wewenang pemerintah pusat. Prinsip-prinsip otonom daerah tersebut tertuang dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 141 Dalam hal ini mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah salah satunya adalah dalam bentuk pembinaan dan pengawasan. Dalam hal pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, meliputi: 142 1. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; 140 Dalam hal pelaksanaan otonomi daerah yang dilandasi pada perubahan paradigma sentralisasi ke paradigma desentralisasi tidak hanya memperkuat otoritas pemerintah daerah serta menghasilkan kemajuan demokrasi pada tingkat lokal. Akan tetapi, pelaksanaan otonomi daerah tersebut juga berefek pada pemberdayaan berkelanjutan baik pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupatenkota. Karena itu, proses check and balances dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan secara sistematik. Wenny Artha Lugina, Isran Noor Matahari Dari Kutai Timur”, Jogj : Jogja Bangkit Publisher.cetakan ke-2, 2014, hlm. 25. 141 Ibid., hal. 28. 142 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 96. Universitas Sumatera Utara 2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; 3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; 4. Pendidikan dan pelatihan; 5. Peremcanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Koordinasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar tersebut mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tatalaksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi yang dimaksud dilaksanakan secara berkala danatau sewaktu-waktu. Baik secara menyeluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan pelatihan dimaksud dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. Perencanaan , penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi, dimaksud dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemberitahuan dan dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi danatau lembaga penelitian. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah ini secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Untuk tingkat Universitas Sumatera Utara kabupatenkota dikoordinasikan oleh Gubernur, sedangkan untuk tingkat pemerintahan desa dikoordinasikan oleh bupatiwalikota, dan dapat dilimpahkan kepada camat untuk pembinaan dan pengawasan yang dimaksud. 1. Pembinaan pengelolaan keuangan Negara Pembinaan pengelolaan keuangan daerah, provinsi, kabupatenkota dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, supervise, dan evaluasi di bidang pengelolaan keuangan daerah. Gubernur selaku wakil pemerintah melakukan pembinaan pengelolaan keuangan daerah kepada kabupatenkota di wilayahnya, dan pembinaan ini tidak boleh bertentangan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. 2. Pengawasan pengelolaan keuangan daerah Untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD yang bukan bersifat pemeriksaan. Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengangkat pejabat yang bertugas melakukan pengawasan internal pengelolaan keuangan daerah. Pengawasan internal ini mencakup seluruh aspek keuangan daerah termasuk pengawasan terhadap tata laksana penyelenggaraan program kegiatan, dan manajeman pemerintah daerah yang melaporkan hasil pengawasannya kepada kepala daerah. Keterkaitan langsung antara kebijakan otonomi daerah dengan Kawasan Ekonomi Khusus sering kali tidak ditemukan secara eksplisit di dalam beberapa literatur yang ada. Namun, pada tingkat praktis, sesungguhnya terdapat keterkaitan yang sangat kuat antara keduanya. Kawasan Ekonomi Khusus sesuai Universitas Sumatera Utara dengan identitas yang dimiliki yakni suatu “kawsan khusus”. Maka setidaknya KEK pun harus di kelola secara khusus, yang pada gilirannya juga menghendaki “kewenangan-kewenangan khusus” dalam pelaksanaannya. Di sinilah, harus ditegaskan antara keterkaitan antara kebijakan desentralisasi pada umumnya dan otonomi daerah pada khususnya dengan kebijakan pengembangan KEK. 143 Sebagaimana diketahui, sejatinya fokus pada konsep dasar desentralisasi dan otonomi daerah itu sendiri terletak pada pengaturan relasi kewenangan dan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta hak dan tanggung jawab dari daerah pemerintah dan masyarakat atas kewenangan yang dimiliki. 144 Melalui desentralisasi, pemerintah pusat menyerahkan sebagian wewenang yang dimiliki kepada pemerintah-pemerintah daerah. Selanjutnya, dengan sejumlah kewenangan-kewenangan yang telah dimiliki itu, pemerintah- pemerintah daerah memiliki hak “otonom” dalam pengambilan keputusan, maupun dalam implementasi kebijakan. Pada sisi lain, bahwa dalam pelaksanaan KEK mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pengelolaan. Niscaya menghendaki peran pemerintah. Sehingga Wong dan Chu mengatakan “satu diantara faktor penentu dari keberhasilan atau sebaliknya kegagalan dari Kawasan Ekonomi Khusus adalah sistem pelayanan administrasi publik. Sehingga yang sangat penting adalah untuk mengoptimalkan peran pemerintah, khususnya dalam memberikan pelayanan administrasi publik, maka sulit dipungkiri bahwa pelaksanaan KEK harus bersinggungan dengan kebijakan desentralisasi dan otonom daerah. Sehingga jika ditarik garis tengahn mengenai 143 Syarif Hidayat, Op-Cit., hlm. 100. 144 Mawhood P. ed 1987. Local Government in The Third World. : The Experience of Tropical Africa, Chicheser : John Wiley and Sons. Universitas Sumatera Utara kebijakan otonomi daerah dengan KEK ini, terletak pada dua titik simpul utama. Pertama, pengaturan relasi kewenangan dan keuangan antar tingkatan pemerintahan pusat daerah dan antar pemerintah daerah dalam menompang pelaksanaan KEK. Kedua, pengaturan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah, baik dalam proses pengambilan keputusan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, maupun dalam mendapatkan manfaat atas keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus.

C. Hubungan Badan Usaha Pengelola Dengan Pemerintah Provinsi dan