PENELITIAN SEJARAH

PENELITIAN SEJARAH

A. Identitas Penulis

Nama

: Ahmad Ridhawi

: Fakultas Syari’ah dan Hukum

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Judul Penelitian

“Konflik Politik Pada Masa Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib”

C. Latar Belakang Masalah

Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang sudah menganut agama Islam semenjak kecil, sehingga ia dijuluki anak muda yang tidak pernah memiliki keyakinan musyrik. Dari kecil ia diasuh dan dibesarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Nabi sendiri menyayanginya karena sifat-sifatnya yang mulia. Meskipun masih sangat muda Ali selalu menemani Nabi dalam menyiarkan misinya, dan telah menjadi pejuang yang terkemuka bagi Islam. Dia merupakan prajurit agung, dia berperang dan menjadi terkenal di dalam semua pertempuran yang dilakukan oleh umat Islam dalam melawan kaum kafir dan orang-orang Yahudi.

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat dalam kelompok Khalifah Rasyidin. Ia dilantik menjadi khalifah mengganti Utsman bin Affan yang terbunuh oleh

“sekelompok pemberotak asal Mesir”.Ali bukan hanya mewarisi jabatan ke-Khalifah, tetapi juga menuai konflik dari Utsman yang sudah tertanam dalam masyarakat Islam. “Sepanjang pemerintahan Utsman telah timbul berbagai ketagangan yang belum dirasakan sebelumnya”.

Ali tidak dapat melepaskan diri dari konflik tersebut begitu saja. Konflik-konflik itu juga menjadi masalah besar sepanjang pemerintahannya. Badri Yatim mengatakan bahwa “Ali menghadapi berbagai pemberontakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikata kan stabil”. Hidupnya dijalaninya untuk menghadapi berbagai konflik dan pemberontakan, yang banyak muncul dari kalangan Islam sendiri dibandingkan dengan yang datang dari luar umat Islam.

Memang Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang khalifah yang fenomenal dan mendapat jaminan dari Rasul untuk masuk surga. Mungkin ini pula salah satu faktor yang menyebabkan ia digolongkan pada kelompok Khalifah Ar-Rasyidin. Namun Memang Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang khalifah yang fenomenal dan mendapat jaminan dari Rasul untuk masuk surga. Mungkin ini pula salah satu faktor yang menyebabkan ia digolongkan pada kelompok Khalifah Ar-Rasyidin. Namun

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas peristiwa meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah sedang terjadi. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota Madinah, seperti Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar agar menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Dia didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun Ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa rakyat mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah.

Ia dibai’at oleh mayoritas rakyat dari muhajirin dan anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khattab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau

ikut membai’at Ali. Ibn Umar dan Saad misalnya bersedia membai’at kalau seluruh rakyat sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair diriwayatkan, mereka membai’at secara terpaksa. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan bahwa mereka bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali.

Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di berbagai kota. Mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru dan wilayah islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif), Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di berbagai kota. Mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru dan wilayah islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif),

Sejarah mencatat bahwa dalam pengolahan urusan pemerintahan Ali juga selalu mengutamakan tradisi musyawarah sebagaimana pendahulunya, meskipun sudah kurang efektif, sebab telah terjadi friksi-friksi yang tajam dikalangan umat islam, yaitu antara kelompok Umayyah (pendukung Muawiyah) dan hasyimiyah (pendukung Ali).

Tidak mengherankan jika kemudian pada masa kepemimpinan Ali, terjadi berbagai konflik-konflik, seperti perang jamal (onta) antara Ali dan Aisyah, perang shiffin antara Ali dan Muawiyah yang membelot sampai terjadinya tahkim9 (masing- masing pihak memilih seorang hakim) dan peritiwa itu terjadi pada tahun 34 H.

Setelah selesai perang jamal dan perang Siffin lantas bukan berarti Ali terlepas dari konflik. Sebaliknya ia terpaksa menghadapi perlawanan dari tentaranya sendiri yang tidak setuju dengan penerimaan (tahkim) arbitrase dalam penyelesaian konflik dengan Mu’awiyah. Karena penerimaan tahkim ini Ali dan pasukannya mendapat kekalahan dalam peperangan maka sebagian pengikutnya membelot dan membentuk kelompok sendiri yang disebut dengan kaum Khawarij. Konflik dengan kaum ini ternyata sangat melelahkan bagi Ali dan yang tragisnya ini pula yang menyebabkan ia terbunuh. Terbunuhnya Ali kemudian menimbulkan babak baru dalam sistem pemerintahan di negara Islam.

Begitulah gambaran umum tentang konflik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Uraian di atas belum mengungkap semua peristiwa yang terjadi. Untuk mendalami peristiwa ini lebih jauh, perlu dilakukan kajian yang mendalam sehingga pertanyaan yang ada dalam penelitian ini dapat dijawab dengan baik.

D. Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi, masalah yang diangkat mengenai konflik-konflik yang terjadi pada masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib, apa saja faktor yang mempengaruhi konflik yang terjadi tersebut, kemudian bagaimana cara Beliau Menyelesaikannya konflik-konflik pada masa pemerintahannya.

Namun tidak semua konflik menjadi pembahasan pada skripsi ini, melainkan konflik yang berkaiatan dengan tokoh-tokoh diantaranya Thalhah, Zubair dan Aisyah,

lalu Mu’awiyah bin Abu Sofyan, dan terakhir Kaum Khawarij

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengungkap konflik-konflik politik yang terjadi selama Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankan pemerintahannya.

2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang timbul dari konflik pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.