Tantangan dalam Penerapan Pendidikan Seks

bertanggung jawab, dan karenanya meruntuhkan semua mitos yang selama ini beredar. e. Pendidikan seks perlu memberikan porsi untuk meningkatkan self- esteem dan rasa percaya diri remaja, terutama bila diberikan kepada remaja awal. f. Pendidikan seks perlu difokuskan pada pemberian kesempatan kepada remaja untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi remaja dan juga pengambilan keputusan tentang perilaku seks.

4.2. Tantangan dalam Penerapan Pendidikan Seks

Kebanyakan masyarakat Indonesia masih menempatkan seks sebagai suatu pembicaraan yang tabu, kotor, cabul dan cenderung menghindari pembicaraan tentang seks di muka umum. Seks seringkali diposisikan sebagai hal pribadi bahkan dalam pembicaraan antara anak dan orang tua dirumah. Banyak orangtua merasa kebingungan dan cenderung mengalihkan pembicaraan ketika anak mereka menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan seks. Selain itu, anak terkadang merasa malu untuk menanyakan dan meminta penjelasan kepada orang tuanya tentang persoalan seks yang dialaminya secara biologis maupun psikologis ketika pubertas beranjak remaja. Dengan demikian, banyak anak lebih memilih menanyakan persoalan seks yang dialaminya kepada teman atau mencari informasi melalui internet. Hal tersebut didukung oleh kemudahan akses informasi untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan dan kebingungan yang dihadapinya. Namun, kemudahan Universitas Sumatera Utara mengakses informasi ini tidak dibarengi dengan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Banyak informasi tentang seks yang salah dan bahkan lebih bersifat mitos belaka. Kesalahan informasi yang diterima akan memberikan dampak yang berbahaya bagi pemahaman anak terhadap seks, sehingga yang ditakutkan adalah kasus seksualitas seperti seks bebas, pornografi, penyakit menular seksual dan sebagainya. Hal ini didukung oleh hasil survei yang dilakukan oleh Badan Konseling Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia PKBI Yogyakarta, pada tahun 2008 PKBI telah menangani 3000 kasus kehamilan tidak direncanakan KTD, dan dari angka tersebut 560 kasus dari kalangan pelajar 41 Adanya remaja yang tidak pernah mendapatkan pendidikan seks kemungkinan karena kurangnya informasi mengenai pendidikan seks baik dari keluarga, temansahabat maupun dari yang lainnya dan masih adanya faktor . Kasus yang terjadi pada tahun 2008 di atas tidak menutup kemungkinan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya karena akses informasi tentang seks yang salah serta akses situs pornografi yang tidak terbendung. Namun, kekhawatiran diatas harus diselesaikan dengan solutif bukan dengan solusi yang terburu-buru dan tanpa pertimbangan. Solusi yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan seks dipersekolahan dengan konsep yang berbasis mentoring dimana pendidikan seks dimasukan dalam kurikulum persekolahan. Namun, pendidikan seks dalam persekolahan harus didukung oleh pendidikan seks dikeluarga, dimana orang tua membantu anak menghadapi permasalahan yang dialami oleh anak. 41 http:www.id.wordpress.com 19 Juni 2013, pukul 20.58 Universitas Sumatera Utara budaya yang menganggap tabu sehingga melarang membicarakan mengenai seks secara vulgar. Banyaknya pemikiran orang-orang yang mengatakan bahwa “kelak, remaja akan mengetahuinya sendiri memberikan pernyataan secara tidak langsung bahwa remaja nantinya akan tahu mengenai seks pada saat yang tepat yaitu dalam sebuah pernikahan. Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di kelurahan ini tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Seperti yang diungkapkan oleh Namboru Mida 45 tahun yang mengatakan : “Namboru gak pernah cerita-cerita tentang seks sama anak-anak namboru. Mereka pun tak mau cerita yang kayak gitu sama namboru. Lagipula, tau-tau disitunya itu. Orang itupun malunya ngomong kayak gitu. Nanti kalau udah kawin mereka, tau juganya orang itu. Pala harus diomongkan? Pantangnya cerita-cerita kayak gitu.” Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tidak hanya budaya tabu yang menjadi tantangan dalam penerapan pendidikan seks ini, namun keterbukaan antar anggota keluarga pun menjadi salah satu faktornya. Hal ini terlihat dari hubungan remaja putri dan ibunya atau pun anggota keluarga lainnya yang kurang terbuka. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Silaen 58 tahun yang mengatakan : “Di kampung ini yang ibu tahu, jarangnya ada mamak-mamak yang mau bicara masalah seks sama boru 42 nya. Gak hanya itu, sama anak-anaknya yang lain pun begitu. Udah gitu, di kampung ini mamak-mamak jarangnya yang ada di rumah. Kebanyakan disini jualannya di pajak, jadi orang itu jarangnya di rumah. Waktunya sama anak-anaknya pun jadi sikit. Kurang terbukanya antara mamak sama anaknya, sulitlah membicarakan masalah itu.” 42 Boru adalah sebutan untuk anak perempuan. Universitas Sumatera Utara 4.1.1. Faktor Internal Ada banyak tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan pendidikan seks tersebut. Faktor pertama adalah faktor internal dari diri remaja tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, remaja putri saat ini merasa kurang nyaman untuk berbagi cerita mengenai masalah seks kepada orang lain. Mereka lebih memilih mencari tahu sendiri melalui internet dan teknologi lainnya. Remaja ini juga menganggap bahwa orangtua merupakan salah satu penghambat keingintahuan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Dion Purba 16 tahun, yakni : “Lebih enak nyari tahu sendiri tentang seks dari internet daripada dari orangtua. Kalau nanya-nanya tentang masalah itu sama mereka, yang ada awak jadi direpeti. Toh sama aja tak ada artinya nanya sama mereka. Lagipula orangtua sekarang ini malah ngelarang-ngelarang buat nyari tahu tentang itu, padahalkan itu udah hal biasa. Mereka katrok 43 “Fase remaja seringkali dianggap sebagai posisi yang sedang “nakal-nakalnya” dan rentan terjerumus ke dalam hal-hal negatif. sih.” Hal diatas membuat remaja saat ini memilih untuk tidak mau bertanya ataupun mencari tahu kepada orangtuanya mengenai masalah seks tersebut. Remaja putri khususnya merasa orangtua hanya menasehati saja bukan menjelaskan apa sebenarnya yang mereka ingin ketahui. Rasa ini menjadi tantangan tersendiri bagi penerapan pendidikan seks tersebut. Setiap fase kehidupan pasti memiliki tantangannya sendiri, termasuk menjadi remaja. Psikolog Roslina Verauli mengungkapkan bahwa, 43 Katrok berarti kampungan, primitif Universitas Sumatera Utara Kerentanan ini sebenarnya disebabkan remaja berada dalam posisi underdog 44 1. . Di satu sisi mereka dianggap sebagai orang yang punya pemikirannya sendiri, namun masih bergantung pada orangtua. Ini yang membuat mereka jadi dilema dan sering depresi karena ada pertentangan akan kedua hal ini” Verauli dalam Pohan, 1990 Roslina juga mengungkapkan, ada dua tantangan terbesar yang harus dihadapi remaja, yaitu : Setiap orang pasti membutuhkan orang lain untuk menemani mereka dalam suka dan duka. Sebagai mahluk sosial, secara naluriah manusia pasti akan menjalin pertemanan dengan orang lain. Di usia remaja, kita akan berteman dengan lawan jenis. Ini adalah hal yang alamiah, dan orangtua tak perlu terlalu khawatir akan hal ini. Tantangan terberat bagi para remaja adalah saat remaja harus pandai-pandai menjalin pertemanan. Bagi remaja, kepopuleran seseorang bisa terlihat dari banyaknya teman yang dimiliki. Sayangnya remaja kerap “terjebak” dalam pertemanan yang negatif. Roslina menyarankan untuk tidak memilih teman hanya berdasarkan kepopuleran atau fisiknya saja. Sebaiknya pilih teman yang bisa membantu melewati tantangan hidup karena dengan cara ituapkan mereka akan membantu memberi feedback Memiliki teman 45 positif. Roslina menjelaskan bahwa, 44 Underdog adalah seorang atau mereka yang tertindas, orang sial menurut kamus bahasa Indonesia 45 Feedback berarti timbal-balik Universitas Sumatera Utara “Teman yang baik bisa jadi orang yang menemani hidup dan membuat kita sempurna sebagai manusia. Karena teman bukan cuma buat senang-senang, tapi juga memberi dan sharing 46 “ Lebih enak cerita sama kawan-kawan daripada sama mamak atau adek. Kalau kuceritakan sama orang itu, bisa nanti jadi semua tahu. Apalagi adek-adekku ini. Jabir hal positif.” Demikian halnya di Kelurahan Kristen ini, banyak remaja putri yang merasa lebih nyaman bercerita mengenai apa yang dialaminya kepada teman- temannya daripada kepada anggota keluarganya seperti ibu mereka. Remaja ini beranggapan bahwa ketika mereka cerita masalah pribadi mereka kepada salah seorang anggota keluargaanya, maka anggota keluarga yang lain pun akan tahu. Seperti yang diungkapkan oleh Gerta Sinaga 16 tahun, 47 2. kali orang ini.” Masa remaja dianggap sebagai masa yang penuh suasana seru dalam hidup. Beragam tantangan, masalah, dan keceriaan harus dinikmati remaja sebagai satu proses pembentukan jati diri dan mengarahkan kehidupan remaja selanjutnya. Sayang, terkadang masalah ini justru membuat para remaja kalah dan terjerumus dalam hal yang negatif. Dengan begitu, kita sebagai remaja harus menjadi diri sendiri, yang percaya diri serta penuh semangat. Punya identitas diri positif Kemajuan zaman saat ini dapat memberikan pengaruh yang buruk kepada para remaja putri, karena saat masa remaja, godaan dan cobaan semakin banyak 46 Sharing adalah bertukar pikiran 47 Jabir berarti banyak cerita Universitas Sumatera Utara menghampiri. Banyak remaja yang berusaha menjadikan dirinya seperti orang lain, misalnya layaknya idola-idola mereka. Tanpa mereka sadari hal ini menjadikan mereka melupakan seperti apa diri mereka sebenarnya. Beragamnya fashion-fashion terbaru pun menjadi salah satunya. Mereka berusaha untuk memakai pakaian yang sebenarnya tidak layak untuk digunakan, misalnya rok mini, baju tanpa lengan, hot pants 48 Seks sebetulnya merupakan hal yang paling banyak memenuhi pikiran remaja. Namun, mereka justru enggan membicarakannya. Seks di sini bukan saja yang berkaitan dengan moralitas, meskipun itu merupakan bagian penting yang harus dibicarakan pada mereka. Bagi remaja, hal seksual bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif dan bersifat rasional yang harus dia ketahui melainkan merupakan hal yang benar-benar mulai memengaruhi kehidupan mereka secara menyeluruh. Dan keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada remaja. Dalam hal ini, ada tantangan yang dihadapi dalam , dan lain-lain. Tanpa mereka sadari juga, hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan, seperti pemerkosaan. Seperti yang diungkapkan oleh Namboru Mida 45 tahun bahwa, “ Liatlah anak-anak sekarang ini, bajunya macam tak siap dijait semua. Apalah artinya dipake dia itu ? Kayak manalah tak makin banyak pemerkosaan di Indonesia ini. Perempuan-perempuan ini juganya yang buat itu. Ngapain diikut-ikuti artis-artis itu. Ahhh,, tak ngertilah namboru liat anak-anak sekarang ini. Bedalah sama kami dulu.” 4.1.2. Faktor Eksternal 48 Hot pants adalah celana pendek ketat di atas lutut dan terkesan mini Universitas Sumatera Utara penerapan pendidikan seks tersebut. Faktor kedua yang menjadi tantangannya adalah faktor eksternal, yakni dari luar remaja tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, kemajuan teknologi saat ini merupakan faktor terbesar dalam tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan pendidikan seks tersebut. Kemajuan teknologi yang semakin canggih saat ini memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk mendapatkan informasi yang diinginkan oleh penggunanya. Kemajuan teknologi ini memiliki dampak positif dan negatif pula. Dalam penerapan pendidikan seks ini, kemajuan teknologi saat ini yang semakin canggih menjadi tantangan yang besar. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan oleh remaja-remaja ini dari internet belum sepenuhnya benar. Informasi yang didapat terkadang memberikan pengertian yang salah bagi para remaja terkait masalah seks. Ibu Lusi 40 tahun mengatakan bahwa, “Internet sekarang ini udah tak ada yang benar. Isinya video porno semua. Liatlah tv itu, semua tentang pemerkosaan karena nonton video porno. Anak-anak saya pun kemarin ketahuan sama saya nonton kayak gitu. Itukan pendidikan tak baik buat anak-anak. Pusing saya dibuat kemajuan teknologi sekarang ini.” Ibu Siregar 48 tahun juga mengatakan hal yang sama bahwa, “Tak ada lagi yang betul dunia ini. Liatlah di internet-internet itu, banyak kali video porno, belum lagi siaran tv yang semua isinya sinetron-sinetron yang isinya dikit-dikit peluk-pelukanlah di tengah jalan, cium-ciuman di depan umum. Apalah tak rusak anak-anak sekarang. Tak ada lagi yang benar.” Hal ini dibuktikan dari semakin menjamurnya warung internet di kelurahan ini. Di kelurahan ini terdapat 2 warung internet, yang mana konsumennya sebagian besar adalah remaja. Tak hanya itu saja, anak-anak yang Universitas Sumatera Utara masih duduk di bangku taman kanak-kanak pun sudah menjadi salah satu konsumen internet di daerah itu. Seperti segerombolan anak yang penulis temui saat sedang observasi di salah satu warung internet di kelurahan ini. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan, anak-anak tersebut sedang asyik bermain game, membuka jejaring sosial facebook, namun paling banyak adalah bermain game. Hal ini membuktikan bahwa, kemajuan tekhnologi saat ini tak mengenal batas usia. Setiap orang, dari usia kanak-kanak sampai usia lanjut sudah mengenal yang namanya internet. Untuk itu, saat ini perhatian dari keluarga sangat dibutuhkan dalam pengawasan akan pemakaian internet oleh anggota keluarga. Karena tak dapat disangkal, internet tersebut dapat juga memberikan pengaruh yang buruk bagi para generasi muda. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan