lingkungan pergaulan dengan teman, dan kurangnya komunikasi orang tua di dalam keluarga.”
Sebagian besar responden memiliki uang saku Rp.30.000,- yaitu sebanyak 53 responden 58.9. Artinya status ekonomi remaja tersebut memungkinkan
mereka untuk melakukan kegiatan yang mengarah kepada pemuasan birahi, seperti di kafe remang-remaja, clubbing, dan menyewa Pekerja Seks Komersial PSK sebagai
eksperimen.
5.2. Penggunaan Media Sosial
Hasil penelitian menunjukkansebagian besar penggunaan media sosial berada dalam kategori lemah yaitu sebanyak 74 responden 82.2, selebihnya adalah
kategori kuat sebanyak 16 responden 17.8. Media sosial dengan perilaku seks bebas memiliki nilai p sebesar 0.043 p0.05, artinya media sosial memiliki
hubungan dengan perilaku seks bebas siswa di SMA Negeri 1 Bandar.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Carthi 2009 yang menyatakan bahwa sebagian
besar pengetahuan seksual pada seseorang banyak diperoleh dari media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Youtube. Rasa keingintahuan remaja yang begitu besar akan
mendorong remaja untuk lebih jauh mengakses informasi seks dan melakukan berbagai percobaan sesuai dengan informasi yang didapatkannya.
Dapat juga dilihat pada tabel 4.3 bahwa sebagian besar responden menjawab “ya” pada pertanyaan “Anda sering mengakses media sosial” yaitu sebanyak 72
responden atau 80. Sejalan dengan hal ini Rosmawati 2014 mengatakan bahwa semakin sering remaja tersebut mengakses media sosial maka semakin besar
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan ia untuk memperoleh informasi seksual yang dapat mempengaruhi perilakunya.
Setiap remaja kini dapat menciptakan akun pribadi mereka sendiri di Facebook, Twitter, dan Youtube dan dapat dengan mudah mengakses informasi tentang seks di
media sosialnya. Saat ini handphone menjadi sarana yang sangat sering digunakan remaja untuk menggunakan jejaring sosial. Selain itu media juga dapat digunakan
sebagai alat interaksi antar individu seperti anatara remaja dengan teman sebaya diantarannya dengan lawan jenisnya. Kegiatan saling merangsang juga dapat terjadi
melalui chat room antar remaja dengan pacar. Percakapan seksual atau biasa disebut chat sex ini biasanya dilakukan dengan cara saling mengucapkan kata-kata mesra
layaknya suami istri dan saling mengirimkan foto-foto mesum kepada pasangannya. Hal ini dapat mendorong untuk terjadinya seks bebas.Seperti dapat dilihat pada tabel
4.3 diatas 21.1 remaja pernah melakukan percakapan seksual “chat sex” di media sosial.
Media sosial juga memiliki peran sebagai Kontrol sosial. Kontrol sosial oleh media sosial ini begitu ekstenstif dan efektif yang memiliki kekuatan sangat besar.
Media sosial dapat mengubah opini individu serta menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan sehingga seks bebas sudah menjadi hal biasa di masyarakat.
Saat ini video-video porno sudah biasa kita temukan keberadaannya saat menggunakan media sosial. Video-video porno sudah sangat mudah diakses melalui
media sosial hanya dengan bermodalkan jaringan internet saja. Keadaan tersebut mengakibatkan bukan hal tabu lagi apabila para remaja menonton video porno
bersama-sama bahkan saling berbagi alamat atau link video tersebut di media sosial.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mengakibatkan pergeseran nilai seks yang ada dalam masyarakat. Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
60 merasa terangsang saat memperoleh informasi seksual dari media sosialnya. Informasi seksual tersebut dapat berupa artikel ataupun video.
Peneliti berasumsi bahwa intensitas yang tinggi dalam penggunaan media sosial terlebih lagi untuk mengakses informasi seksual dapat mendorong remaja
untuk mengaplikasikan informasi yang mereka peroleh di media sosial dengan teman sebayanya. Rasa ingin tahu yang tinggi menyebabkan remaja ingin mencoba hal-hal
baru yang didapatkannya. Tak heran apabila banyak remaja yang akhirnya berujung melakukan seks bebas tanpa tahu bahaya penularan penyakit akibat perilaku seks
bebas tersebut.
5.3. Konformitas Tekanan Teman Sebaya