8. Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian a. Lima kebutuhan dasar fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan
aktualisasi diri menunjukkan arah kecenderungannya. b. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labih dan belum
terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.
c. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk
kepribadiannya. d. Kecenderungan kearah sikap nilai mulai tampak teoritis, ekonomi, estetis,
sosial, politis, dan religious, meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
2.4.3 Konformitas
Santrock 2007 mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi dimana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam
kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Sarwono 2011 menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan
konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk.
Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut
sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas Cynthia, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Condry, Simon, Bronffenbrenner, 1968 Santrock, 2007 menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya
merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Selama satu minggu, remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak
dengan teman sebayanya daripada waktu dengan orang tuanya. Skala konformitas dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek
konformitas yang disusun oleh Wiggins dkk 1994 yaitu menuruti keinginan kelompok dan internalisasi. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui
berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala konformitas terhadap perilaku seks bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan konformitas teman sebaya
terhadap perilaku seks bebas.
2.4.4 Adaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri responden dengan remaja lain teman sebaya. Teman sebaya dapat memberi pengaruh positif atau negative pada remaja.
Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula Santrock 2007. Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi
ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan Rice dan Dolgin, 2008. Sebaliknya secara positif, menurut Vembriarto dalam Bantarti 2000 kelompok
teman sebaya adalah tempat terjadinya proses belajar sosial atau adaptasi, yakni suatu proses dimana individu mengadopsi dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan,
sikap, gagasan, keyakinan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat, dan mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa remaja, individu mulai merasakan identitas dirinya ego, dimana dirinya adalah manusia unik yang sudah siap masuk ke dalam peran tertentu di tengah
masyarakat. Pada masa inilah individu mulai menyadari sifat-sifat yang melekat dalam dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan
yang dikejar di masa depan, kekuatan dan keinginan mengontrol nasibnya sendiri. Inilah masa atau tahap Identitas versus Kekacauan Identitas, seperti dikemukakakan
Erikson 1983, pada tahap ini ego memiliki kapasitas untuk memiliki dan mengintegrasikan bakat, kemampuan, dan ketrampila-ketrampilan dalam melakukan
identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial, serta menjaga pertahanan dirinya terhadap berbagai
ancaman dan kecemasan. Melalui proses tersebut remaja akhirnya mampu memutuskan impuls-impuls,
kebutuhan-kebutuhan, dan peranan-peranan manakah yang paling cocok dan efektif bagi diri mereka. Semua ciri tersebut dipilih dan dihimpun pada masa remaja, untuk
kemudian nantinya diitegrasikan dalam rangka membentuk identitas psikososial sebagai orang dewasa Supratiknya, 1993.
Teman sebaya merupakan acuan penting bagi remaja untuk dapat melewati dengan baik masa-masa sulit dan periode transisi dan pembentukan identitas tersebut.
Dalam pergaulan sehari-sehari, remaja sangat terikat pada kelompok sebayanya, dimana semua tindakan atau perbuatan perlu memperoleh dukungan dan persetujuan
sebayanya. Dikemukakan oleh Ballatine dalam Bantari 2000 bahwa ikatan ini sangat kuat, sehingga para sosiolog sering mengelompokkannya dalam kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
khusus remaj youth sub-culture, dimana di dalamnya mereka memiliki ungkapan- ungkapan dan bahasa yang khas, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma tersendiri.
Skala adapatasi dengan perilaku seks bebas diukur berdasarkan aspek-aspek adapatsi yang disusun oleh Wiggins dkk 1994 yaitu kemampuan penyesuaian diri
dan pengakuan dari kelompok. Ringan beratnya perilaku seks bebas dapat diketahui berdasarkan skor total yang diperoleh dari skala adaptasi terhadap perilaku seks
bebas. Semakin tinggi skor, maka semakin kuat hubungan adapatasi teman sebaya terhadap perilaku seks bebas
2.5 Kerangka Konsep