genmaicha, kabusecha, bancha, houjicha, dan kukicha. Tetapi jika melaksanakan pembuatan teh tidak sembarangan jenis teh yang dipakai. Jenis teh yang dipakai
adalah jenis matcha. Matcha adalah teh hijau berkualitas tinggi yang digiling menjadi bubuk teh dan dipakai untuk upacara minum teh.
Matcha mempunyai aroma yang harum sehingga digunakan juga sebagia perasa untuk es krim rasa teh hijau, berbagai jenis kue tradisional yang ada di
jepang wagashi . Untuk melaksanakan pembuatan teh sebaiknya harus paham dan mengerti tentang jenis-jenis peralatan yang dipakai atau digunakan dalam tata
cara pembuatan teh. Jenis-jenis peralatan yang digunakan adalah chakin, chawan, natsume, chasaku, chasen, hishaku, fukusa, kaishi, kensui, hishaku, dan futa oki.
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas tentang karakteristik pembuatan teh jepang dalam chanoyu.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam kertas karya ini penulis hanya membatasi permasalahan mengenai, karakteristik pembuatan teh jepang dalam chanoyu. Sebelum penjelasan pada bab
III, penulis membatasi permasalahan mengenai sejarah teh jepang, fungsi teh bagi masyarakat jepang, jenis-jenis teh jepang dan jenis-jenis peralatan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan Kertas Karya ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk memberikan pengetahuan umum tentang karakteristik pembuatan teh jepang dalam chanoyu.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk menambah wawasan generasi muda dan mengenal kebudayaan
tentang jenis-jenis teh jepang, jenis-jenis peralatan dan tata cara pembuatan teh jepang.
3. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang jenis-jenis teh jepang,
jenis-jenis peralatan dan tata cara pembuatan teh jepang.
1.4 Metode Penelitian
Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu mengumpulkan data dari informasi baik melalui internet
maupun dengan cara membaca buku atau referensi-referensi yang berkaitan dengan judul kertas karya. Setelah semua data terkumpul, kemudian disusun
ke dalam setiap bab kertas karya ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 GAMBARAN UMUM
TENTANG TEH JEPANG
2.1 Sejarah Teh Jepang
Lu Yu Riku U adalah seorang ahli teh dari dinasti Tang
di Tiongkok
yang menulis buku berjudul Cha Ching 茶经 atau Chakyō bahasa Inggris:
Classic of Tea . Buku ini merupakan
ensiklopedia mengenai sejarah teh, cara
menanam teh, sejarah minum teh, dan cara membuat dan menikmati teh. Produksi teh dan tradisi minum teh dimulai sejak
zaman Heian setelah teh dibawa masuk ke
Jepang oleh duta kaisar yang dikirim ke dinasti Tang. Literatur klasik Nihon Kōki
menulis tentang Kaisar Saga
yang sangat terkesan dengan teh yang disuguhkan pendeta bernama Eichu sewaktu mengunjungi
Provinsi Ōmi pada tahun
815 .
Catatan dalam Nihon Kōki merupakan sejarah tertulis pertama tentang tradisi minum teh di Jepang. Pada masa itu, teh juga masih berupa teh hasil
fermentasi setengah matang mirip
Teh Oolong yang dikenal sekarang ini. Teh dibuat dengan
cara merebus teh di dalam air panas dan hanya dinikmati di beberapa kuil agama Buddha. Teh belum banyak dinikmati sehingga kebiasaan minum teh tidak sempat
menjadi populer. Di zaman Kamakura
, pendeta Eisai
dan Dogen
menyebarkan ajaran
Zen di Jepang sambil memperkenalkan
matcha yang dibawanya dari
Tiongkok sebagai obat. Teh dan ajaran Zen menjadi populer sebagai unsur utama dalam penerangan spiritual. Penanaman teh lalu mulai dilakukan di mana-mana
sejalan dengan makin meluasnya kebiasaan minum teh.
Universitas Sumatera Utara
Permainan tebak-tebakan daerah tempat asal air yang diminum berkembang di
zaman Muromachi . Permainan tebak-tebakan air minum disebut
Tōsui dan menjadi populer sebagai judi yang disebut Tōcha. Pada Tōcha, permainan berkembang menjadi tebak-tebakan nama merek teh yang yang
diminum.Pada masa itu, perangkat minum teh dari dinasti Tang
dinilai dengan harga tinggi. Kolektor perlu mengeluarkan banyak uang untuk bisa
mengumpulkan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh menjadi populer di kalangan
daimyo yang mengadakan upacara minum teh secara mewah
menggunakan perangkat minum teh dari Tiongkok. Acara minum teh seperti ini dikenal sebagai Karamono suki dan ditentang oleh nenek moyang ahli minum teh
Jepang yang bernama Murata Jukō
. Menurut Jukō, minuman keras dan perjudian
harus dilarang dari acara minum teh. Acara minum teh juga harus merupakan sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang
dijamu. Acara minum teh yang diperke nalkan Jukō merupakan asal usul upacara
minum teh aliran Wabicha
.
Wabicha dikembangkan oleh seorang pedagang sukses dari kota Sakai
bernama Takeno Shōō
dan disempurnakan oleh murid deshi yang bernama Sen
no Rikyū di
zaman Azuchi Momoyama .
Wabicha ala Rikyū menjadi populer di kalangan
samurai dan melahirkan murid-murid terkenal seperti
Gamō Ujisato ,
Hosokawa Tadaoki ,
Makimura Hyōbu ,
Seta Kamon ,
Furuta Shigeteru ,
Shigeyama Kenmotsu
, Takayama Ukon
, Rikyū Shichitetsu
. Selain itu, dari aliran Wabicha berkembang menjadi aliran-aliran baru yang dipimpin oleh
daimyo yang piawai
dalam pembuatan teh seperti Kobori Masakazu
, Katagiri Sekijū
dan Oda Uraku
.
Universitas Sumatera Utara
Sampai saat ini masih ada sebutan Bukesadō untuk upacara minum teh gaya
kalangan samurai dan Daimyōcha untuk pembuatan teh gaya daimyō.
Sampai di awal zaman Edo
, ahli pembuatan teh sebagian besar terdiri dari kalangan terbatas seperti daimyo dan pedagang yang sangat kaya. Memasuki
pertengahan zaman Edo, penduduk kota yang sudah sukses secara ekonomi dan membentuk kalangan menengah atas secara beramai-ramai menjadi peminat
pembuatan teh. Kalangan penduduk kota yang berminat mempelajari pembuatan teh disambut dengan tangan terbuka oleh aliran
Sansenke tiga aliran Senke:
Omotesenke ,
Urasenke dan
Mushanokōjisenke dan pecahan aliran Senke.
Kepopuleran pembuatan teh menyebabkan jumlah murid menjadi semakin banyak sehingga perlu diatur dengan suatu sistem.
Iemoto seido adalah peraturan yang
lahir dari kebutuhan mengatur hirarki antara guru dan murid dalam seni tradisional Jepang.
Joshinsai guru generasi ke-7 aliran
Omotesenke dan
Yūgensai guru generasi ke-8 aliran
Urasenke dan murid senior Joshinsai yang
bernama Kawakami Fuhaku
Edosenke generasi pertama kemudian
memperkenalkan metode baru belajar pembuatan teh yang disebut Shichijishiki
. Upacara minum teh dapat dipelajari oleh banyak murid secara bersama-sama
dengan metode Shichijishiki.
Berbagai aliran pembuatan teh berusaha menarik minat semua orang untuk belajar pembuatan teh, sehingga kebiasaan minum teh makin populer di seluruh
Jepang. Kebiasaan minum teh yang semakin populer di kalangan rakyat juga berdampak buruk terhadap pembuatan teh yang mulai dilakukan tidak secara
Universitas Sumatera Utara
serius seperti sedang bermain-main. Sebagian guru pembuatan teh berusaha mencegah kemunduran dalam pembuatan teh jepang dengan menekankan
pentingnya nilai spiritual dalam pembuatan teh jepang.
Pada waktu itu, kuil Daitokuji
yang merupakan kuil sekte Rinzai
berperan penting dalam memperkenalkan nilai spiritual pembuatan teh sekaligus
melahirkan prinsip Wakeiseijaku
yang berasal dari pembuatan teh aliran Rikyū.
Di akhir Keshogunan Tokugawa, Ii Naosuke
menyempurnakan prinsip Ichigo
ichie satu kehidupan satu kesempatan . Pada masa ini, pembuatan teh yang
sekarang dikenal sebagai sadō berhasil disempurnakan dengan penambahan
prosedur sistematis yang riil seperti otemae teknik persiapan, penyeduhan, penyajian teh dan masing-masing aliran menetapkan gaya serta dasar filosofi
yang bersifat abstrak
.
Memasuki akhir zaman Edo
, Pembuatan teh jepang yang menggunakan matcha
yang disempurnakan kalangan samurai menjadi tidak populer di kalangan masyarakat karena tata krama yang kaku. Masyarakat umumnya menginginkan
pembuatan teh yang bisa dinikmati dengan lebih santai. Pada waktu itu, orang mulai menaruh perhatian pada teh
sencha yang biasa dinikmati sehari-hari.
Upacara minum teh yang menggunakan sencha juga mulai diinginkan orang banyak. Berdasarkan permintaan orang banyak, pendeta Baisaō yang dikenal juga
sebagai Kō Yūgai
menciptakan aliran pembuatan teh dengan sencha Senchadō
yang menjadi mapan dan populer di kalangan sastrawan
.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah feodal yang ada di seluruh Jepang merupakan pengayom berbagai aliran pembuatan teh, sehingga kesulitan keuangan melanda berbagai
aliran pembuatan teh setelah pemerintah feodal dibubarkan di awal era Meiji
. Hilangnya bantuan finansial dari pemerintah feodal akhirnya digantikan oleh
pengusaha sukses seperti Masuda Takashi
lalu bertindak sebagai pengayom berbagai aliran upacara minum teh.Pada tahun
1906 , pelukis terkenal bernama
Okakura Tenshin menerbitkan buku berjudul The Book of Tea di
Amerika Serikat .
2.2. Fungsi Teh bagi Masyarakat Jepang