PENDAHULUAN BAB 3. PEMERIKSAAN GERONTOLOGI

Pemeriksaan Gerontologi Medik dan Evaluasi Klinis Menfri Layanto, S.Ked 406080025

I. PENDAHULUAN

Sebagai seorang dokter, kita telah memutuskan untuk menjadi seorang pelayan kesehatan di masyarakat meliputi semua lapisan masyarakat dengan beraneka ragam usia dan latar belakang. Masyarakat yang didalamnya termasuk para lanjut usia, mencari kita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dapat kita berikan. Pada mulanya, mungkin pasien hanya memiliki sedikit pilihan dan terpaksa menerima begitu saja kehadiran kita disamping sisi tempat tidurnya. Kemudian mereka dapat memilih, dan akan memilih dokter tempat mereka dapat mencurahkan perasaan, mendengarkan mereka dan yang membuat mereka merasa lebih baik dengan kehadirannya. Mengingat hal-hal yang telah dipaparkan diatas, maka tindak tanduk dan sikap kita akan memperbesar atau mengurangi kesempatan kita untuk menjadi seorang dokter yang berhasil. Setelah memahami kenyataan ini, kita semestinya dapat bertindak dan bersikap dengan bijaksana terhadap pasien terutama para lanjut usia supaya hubungan baik Dokter-Pasien akan terbina sehingga usaha medis akan maksimal. Adapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam melakukan pemeriksaan serta menegakkan diagnosa dan prognosa dalam penanganan kasus geriatri telah menjadi suatu problem klinis yang sangat kompleks, karena ini merupakan modal awal suatu manajemen terapi bagi seorang dokter dalam kasus geriatri. Penurunan fungsi organ yang terjadi baik sebagai proses fisiologis yang senilis maupun akibat dari suatu penyakit degeneratif yang diderita oleh lansia perlu diketahui secara baik agar dalam melakukan pemeriksaan terjadi suatu interaksi yang harmonis antara pemeriksa dan pasien. Pemeriksa juga dituntut menerapkan pendekatan biopsikososial, memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemauan untuk mengevaluasi setiap individu dengan seksama serta menyusun rencana pelaksanaan yang bersifat individual serta dirancang khusus. Tiga hal yang mempengaruhi penampilan klinis pada lansia adalah pertama, acapkali lansia tidak mengeluh tentang rasa sakit yang dideritanya atau tidak adequate dalam mengekspresikan rasa sakitnya. Kedua, adanya perubahan pola penyakit. Ketiga, perubahan respon terhadap penyakit. Untuk meyajikan sebuah pendekatan sistematis, maka penanganan pasien lanjut usia itu berbeda dari pemeriksaan pasien muda. Formulir dan catatan medis sebelumnya harus diperoleh untuk mendapatkan informasi yang mungkin saja berkaitan dengan penyakit sekarang, sejalan dengan banyaknya pasien lain yang telah di evaluasi dan dirawat dimasa lalu yang selalu berharga untuk diperoleh. Instrumen pemeriksaan klinis pada lansia tidak jauh berbeda seperti pemeriksaan pada orang dewasa., namun yang berbeda adalah pendekatan dan interpretasi apakah suatu tanda sign yang ditemukan adalah proses fisiologis atau patologis. Teknik anamnesa khusus yang diterapkan harus memperhatikan aspek perubahan yang terjadi, apakah pasien mengalami gangguan pendengaran, gangguan penglihatan atau gangguan memori yang dapat mengubah suatu pendekatan anamnestik. Dalam melakukan anamnesa pemeriksa disarankan untuk mengutarakan pertanyaan dengan suara yang lebih keras namun dengan nada yang rendah, juga menatap pasien secara berkelanjutan. Tema pertanyaan diharapkan tidak cepat berubah sebelum suatu tema selesai secara menyeluruh, mengingat gangguan kognitif yang mungkin terdapat pada seorang lansia. Identifikasi kondisi yang reversible maupun irreversibel pada pasien lansia dengan penyakit kronik seyogyanya dilakukan. Namun perlu diingat bahwa tujuan Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 38 Pemeriksaan Gerontologi Medik dan Evaluasi Klinis Menfri Layanto, S.Ked 406080025 pengobatan bukan semata-mata menyembuhkan penyakit akut namun memberikan perhatian yang luas pada penyakit kronik. Perhatian terhadap penyakit yang mendasari kondisi kronik lansia seringkali membuat seorang dokter lupa akan tujuan pengelolaan pasien lansia. Tujuan pengobatan seharusnya berorientasi kepada peningkatan kualitas hidup seperti optimalisasi status fungsional, keadaan umum, memulihkan produktivitas, kreativitas dan perasaan bahagia seorang lansia. Untuk mengetahui adanya kelemahan organik pada seorang lansia diperlukan waktu pemeriksaan yang lebih lama akibat penurunan fungsi dalam berkomunikasi. Setiap gejala symptom yang muncul pada pasien baik itu dengan atau tanpa keluhan harus dipertimbangkan sebagai suatu proses yang harus di evaluasi, apakah merupakan tanda-tanda penyakit degeneratif atau merupakan suatu akibat komplikasi. Pemeriksaan internis harus lebih ditujukan kepada evaluasi tanda vital. Banyak pasien lansia menderita hipertensi sehingga evaluasi tekanan darah merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan dan membutuhkan evaluasi terhadap perubahan tekanan darah, pengobatan serta komplikasinya.

II. HUBUNGAN BAIK ANTARA DOKTER DAN PASIEN