memecahkan masalah kesehatan, meskipun kadang pula hal tersebut tidak efektif Turana, 2003.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan mayoritas partisipan bersuku Batak 68,8 dan agama Islam 81,2. Nilai-nilai budaya yang dominan pada
diri individu sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Selanjutnya, kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia,
termasuk perilaku dalam hal memilih pengobatan Notoatmodjo, 2007. Selain pengobatan alternatif, ternyata penderita stroke juga masih
mendapatkan pengobatan medis. Kebanyakan partisipan masih terus melanjutkan pengobatan medis dari dokter. Hal ini dikarenakan partisipan berpendapat apabila
pengobatan alternatif dan medis dikombinasikan dapat mempercepat pemulihan penderita stroke.
Akan tetapi, partisipan yang lain memilih menghentikan pengobatan medis karena alasan sudah tidak ada biaya dan tidak ada perkembangan kesehatan
pasien. Seorang partisipan tidak membawa penderita stroke untuk mendapatkan pengobatan medis karena tidak ada biaya dan mengalami kesulitan dalam
mengurus jamkesmas. Karena faktor ekonomi, partisipan tersebut terpaksa menghentikan semua pengobatan medis dan alternatif penderita stroke. Partisipan
tersebut memilih untuk pasrah dengan kesembuhan penderita stroke.
5.1.2. Caregiver membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar penderita
Stroke
Penderita stroke mengalami kelemahan dan kelumpuhan fisik sehingga hampir semua kebutuhan dasar pasien harus dibantu oleh caregiver. Berdasarkan
hasil penelitian, kebutuhan dasar yang dibantu oleh caregiver antara lain
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman, dan kebutuhan spiritual. Berdasarkan hasil observasi, menunjukkan bahwa 58,7 membantu penderita
stroke dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dan memberikan kenyaman
untuk penderita stroke.
Penelitian yang dilakukan oleh Arksey, et al 2005 terhadap 80 caregiver di Inggris menyebutkan bahwa secara umum, caregiver memberikan bantuan dalam
eliminasi pasien yang terdiri dari buang air kecil dan buang air besar, membantu self care
pasien, dan mobilisasi pasien. Selain itu, Milligan 2004 dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta tugas caregiver pada lansia. Tugas
yang dilakukan caregiver tidak hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke dalam 4 kategori, sebagai berikut:
a. Physical Care Perawatan fisik, yaitu: memberi makan, mengganti pakaian,
memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain. b.
Social Care Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat hiburan, menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari seluruh dunia di luar
perawatan di rumah. c.
Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun dikatakan namun
ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang dikerjakan. d.
Quality care, yaitu: memantau tingkat perawatan, standar pengobatan, dan indikasi kesehatan, serta berurusan dengan masalah yang timbul.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa beberapa caregiver juga membantu dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas penderita stroke. Berdasarkan hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian didapatkan mayoritas partisipan beragama Islam 81,2. Beberapa partisipan yang beragama Islam mengungkapkan bahwa mereka memfasilitasi
pasien stroke ketika berwudhu dan menjalankan sholat. Hal ini dikaitkan dengan kepercayaan atau ajaran agama yang menganjurkan untuk beribadah baik ketika
keadaan sehat maupun sakit dan ketika senang maupun sulit. 5.1.3. Penderitaan dan hikmah bagi
caregiver
Caregiver pada penderita stroke memiliki tugas yang sangat berat karena
hampir seluruh aspek kehidupan pasien stroke tergantung bantuan dari caregiver. Banyaknya tugas caregiver yang selama bertahun-bertahun merawat pasien stroke
mengakibatkan dampak yaitu: 1 Penderitaan dan 2 Hikmah dalam hidup caregiver.
Mayoritas caregiver mengeluhkan banyaknya penderitaan selama merawat penderita stroke. Adapun penderitaan yang dirasakan caregiver
mencakup dampak fisik, psikologis, dan sosial. Hasil observasi peneliti menemukan bahwa 60,9 caregiver mengalami penderitaan berupa dampak fisik
dan psikologis selama merawat penderita stroke. Penderitaan Caregivers dimulai ketika mereka pertama kali diberitahukan
tentang diagnosis pasien. Selama pasien di rumah sakit, perhatian besar caregiver yaitu kondisi kesehatan pasien dan ketakutan bahwa pasien bisa mati. Hanya
setelah kesehatan pasien stabil, caregiver mulai kembali ke kehidupan rutin mereka dan melakukan banyak pekerjaan Pierce, Thompson, Govoni Steiner,
2012; Kerr Smith, 2000. Hasil data demografi menunjukkan bahwa mayoritas partisipan merawat pasien stroke 1-3 tahun sebesar 43,8.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Pierce, Steiner, Govoni, Thompson Firdemann tahun 2007 menunjukkan bahwa caregiver akan berhasil dalam
menjalankan tugasnya dalam merawat pasien stroke dalam rentang 1 tahun ke atas. Dalam kurun waktu 3-6 bulan pertama setelah serangan stroke, caregiver
masih berusaha untuk menerima kondisi pasien stroke, belajar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, dan belajar cara merawat pasien stroke.
Sehingga dalam penelitian ini, beberapa caregiver yang merawat pasien stroke 1 tahun mengeluh mengalami beban psikologis dan stres dalam merawat anggota
keluarga yang menderita stroke. Akan tetapi, berbeda dengan hasil penelitian tersebut, caregiver yang sudah merawat pasien stroke 3 tahun justru merasa
stres dan mengalami beban fisik dan psikologis karena jenuh dan putus asa merawat anggota keluarga yang menderita stroke dan tidak kunjung sembuh.
Banyak caregiver penderita stroke adalah lansia yang merupakan pasangannya dan mungkin rentan terhadap masalah kesehatan yang serius, atau
sebelumnya memiliki sejarah penyakit kronis. Pada saat yang sama, caregiver menderita masalah akibat perawatan pasien antara lain terkait masalah fisik
seperti kelelahan, keletihan, pusing, masalah tidur, nyeri, dan kelemahan Pornchai., et al, 2005; Pierce., et al, 2012 .
Stroke sebagai peristiwa traumatis, dampaknya tidak hanya pada orang yang terkena, tetapi juga seluruh keluarga. Stres, marah, temperamen, melukai
perasaan, putus asa, ketidaknyamanan, dan kejenuhan adalah beberapa konsekuensi emosional negatif caregiving Pornchai., et al, 2005; Pierce, 2001;
Pierce., et al, 2012; Jones Morris, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Perasaan ketidakpastian umumnya dialami oleh caregiver. Selama pertemuan dengan tim perawatan kesehatan, adanya kesadaran mengenai potensi
penderitaan caregiver karena perawat terlalu sibuk, saling berhubungan dengan pertanyaan yang belum terjawab dan kegagalan tim kesehatan dalam memberikan
informasi yang cukup dan benar mengenai penyakit menjadi pencetus ketidakpastian Pornchai., et al, 2005; Ang., et al, 2013; .
Perubahan perilaku pasien, masalah keuangan, dukungan yang tidak memadai, tugas caregiving yang terlalu banyak, dan kesulitan tidur bisa menjadi
sumber caregiving distress Pierce., et al, 2012. Caregiver berjuang untuk mengelola kondisi kehidupan yang sulit dengan menerapkan strategi koping
berbeda, seperti tetap positif, menjadi fleksibel dengan perubahan mendadak, membandingkan hal baru dengan pengalaman merawat pasien sebelumnya,
menggunakan humor, dan dukungan keluarga dan teman-teman Jones., et al, 2012. Terlibat dalam kegiatan keagamaan dan mengandalkan sistem dukungan
sosial dan tokoh agama, kemampuan koping yang penting untuk meningkatkan kehidupan caregiver dan memelihara kesejahteraan fisik dan emosional mereka
Pornchai., et al, 2005. Hirst 2005 menemukan masalah kesehatan mental yang timbul secara
langsung terhadap caregiver dalam proses perawatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa caregiver yang memberikan perawatan kepada pasien
keluarga lebih dari 20 jam atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko mengalami tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.
Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath 2000 di Selandia Baru pada
Universitas Sumatera Utara
caregiver pasien stroke, menemukan terdapat kelelahan emosional dikaitkan
dengan gejala kelelahan, depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi. Cameron et al 2006 menemukan sebesar 44 dari 94 orang caregiver
berkebangsaan Canada pada pasien stroke beresiko terkena depresi klinis. Hasil survey yang dilakukan oleh Vitaliano, et al 2003, 2004
menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia dengan demensia. Pada penelitian tersebut, caregiver melaporkan mengalami gangguan kesehatan
fisik dan membutuhkan pengobatan yang lebih sering dibandingkan bukan caregiver.
Sebesar 23 terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver. Hasil lain menunjukkan bahwa caregiver menghasilkan produksi antibodi yang rendah,
tingginya gangguan tidur dan kurang adekuatnya diet. Selain penderitaan caregiver di atas, ternyata proses caregiving yang
dilakukan caregiver memiliki hikmah juga bagi kehidupannya. Hal ini diungkapkan partisipan bahwa, selama merawat penderita stroke dapat lebih
menjaga kesehatannya, meningkatkan spiritualitas, dan pasien menjadi lebih dekat dengan keluarga selama sakit stroke.
Studi yang dilakukan Patterson 1997 menemukan dampak positif caregiving
dari 11 orang caregiver perempuan. Seorang anak perempuan mengungkapkan bahwa hubungannya menjadi lebih baik dengan orang tuanya,
seorang istri mengatakan merasa lebih dekat dengan suaminya yang sakit stroke dan merasa dibutuhkan. Penelitian yang dilakukan oleh Nikora 2004 di Selandia
Baru, menemukan bahwa menjadi caregiver dapat menambah pengalaman, ilmu, serta dapat meningkatkan spiritualitas.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4. Kurangnya keterampilan caregiver dalam merawat anggota keluarga