1
BAB I PENDAHULUAN
I. A. Latar Belakang Masalah
Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang
bermutu dalam penyelenggaraannya tidak hanya cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh
peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan siswa untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan
mengambil keputusan demi cita – citanya Nurihsan dan Sudianto, 2005. Kemampuan tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga
menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai siswa. Berkaitan dengan pemikiran tersebut, tampak bahwa
pendidikan yang bermutu di sekolah adalah pendidikan yang menghantarkan siswa pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi
perkembangan diri yang sehat dan optimal Nurihsan dan Sudianto, 2005. Namun kenyataannya pendidikan belum mampu memerankan tugas dan
fungsinya secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prestasi siswa secara umum serta masih banyaknya kenakalan siswa dan penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan Rahman, 2003. Data dari tenaga kependidikan di sekolah menengah pertama menunjukkan
bahwa banyak siswa yang meninggalkan sekolah sebelum tamat masih cukup tinggi; ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah dan ada banyak
Universitas Sumatera Utara
2 kasus siswa yang melarikan diri dari rumah karena merasa tidak mampu
mengatasi kesulitan di rumah, sekolah, atau pergaulan dengan teman; kasus kenakalan remaja, terutama di daerah penduduk yang status sosial ekonominya
rendah di kota-kota besar, yang mengakibatkan siswa terpaksa berurusan dengan petugas kepolisian dan pengadilan; kelakuan kasar di sekolah, sampai menyerang
tenaga kependidikan secara fisik atau merusak milik sekolah; belum menamatkan jenjang pendidikan menengah, yang akhirnya membuat mereka merasa frustasi
selama hidupnya; merasa tidak puas karena pendidikan di sekolah dinilai tidak sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga belajar di sekolah meninggalkan
kesan negatif. Tidak semua remaja terlibat dalam problematika yang dikemukakan di atas, namun jumlah siswa yang terlibat dalam problematika itu dianggap cukup
besar, sehingga memprihatinkan dan menjadi masalah nasional Winkel, 1997. Sudah menjadi harapan setiap guru, agar siswanya dapat mencapai hasil
belajar yang sebaik – baiknya.. Namun, kenyataan yang dihadapi tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan itu dapat terealisir sepenuhnya. Banyak siswa
yang menunjukkan tidak dapat mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan oleh para guru. Dalam proses belajar mengajar guru sering
menghadapi masalah adanya siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah, dan lain
sebagainya. Dalam menghadapi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang dialami siswanya,
merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan dan bimbingan yang tepat Hallen, 2005 .
Universitas Sumatera Utara
3 Di dalam lingkungan SMP Negeri 31 Medan, masalah yang sering muncul
di sekolah ini selama enam bulan terakhir ini adalah masalah ketidakhadiran siswa absen yang hampir mencapai 44,37 siswa. Banyak siswa yang sering
absen hampir pada tiap – tiap kelas, tanpa ada surat atau pemberitahuan dari orang tua siswa. Untuk mencari informasi mengenai siswa yang tidak hadir tanpa izin,
guru bimbingan dan konseling akan menghubungi langsung orang tua wali pada saat hari pertama itu juga. Kemudian jika siswa melakukan hal yang sama pada
hari kedua maka dengan tegas guru bimbingan dan konseling akan mengirimkan surat kepada orang tua siswa. Dan selanjutnya guru menanyakan apa masalah
yang dihadapi siswanya, kenapa siswa sering tidak masuk sekolah. Dari data ketidakhadiran siswa absen, banyak siswa yang dikeluarkan dari sekolah SMPN
31 Medan ini adalah sekitar 1,9 siswa. Jika ditanyakan pada siswa – siswa tersebut alasan hampir sama semua, ada yang tidak ingin bersekolah di sini karena
mereka merasa takut dengan guru mata pelajaran tertentu, dan ada juga mereka sendiri yang memang malas untuk bersekolah. Kemudian pada siswa yang tidak
hadir karena kurang sehat sakit, guru bimbingan dan konseling akan memberikan kebijaksanaan bagi siswa untuk tidak masuk sekolah sampai siswa
benar – benar sehat. Hal ini dikarenakan petugas atau guru bimbingan dan konseling tidak ingin penyakit siswa akan menularkan siswa – siswa yang lain...
komunikasi personal, 5 Februari 2008. Masalah – masalah cabut atau bolos ketika jam pelajaran sedang
berlangsung juga sering terjadi, tidak mau mencatat pelajaran. Hal ini membuat guru menjadi kesel, padahal sudah sering siswa itu dipanggil ke ruangan guru
bimbingan dan konseling. Kemudian ada juga siswa yang membawa handphone
Universitas Sumatera Utara
4 dan handphone tersebut isinya ada video porno, tetapi guru bimbingan dan
konseling langsung mengambil handphone tersebut dan memberikan hukuman kepada siswa tersebut, dan sampai sekarang tidak ada lagi kejadian seperti itu...
komunikasi personal, 5 Februari 2008. Di SMP Negeri 31 guru bimbingan dan konseling yang sering memeriksa
tas siswa –siswa pada jam tertentu. Kemudian masalah atribut pakaian sekolah yang kurang lengkap. Masalah rambut panjang pada laki – laki. Masalah siswa
dengan keluarganya, seperti orangtua siswa yang lambat dalam memberikan keperluan untuk anaknya misalnya uang sekolah ataupun uang buku. Adapun
permasalahan yang lain yang sering muncul yaitu masalah keributan di kelas yang terjadi pada saat pergantian guru untuk pergantian mata pelajaran dan masalah
merokok di dalam kelas ketika guru tidak ada. Sementara permasalahan yang lain seperti pemakaian obat – obat terlarang, sampai saat ini belum pernah terjadi di
sekolah ini. Menurut Syahril Ahmad 1986 masalah-masalah yang terjadi pada
remaja seperti sering mendongkol terhadap orang tua bahkan melawan secara fisik, bolos dari sekolah, merokok di sekolah, minum-minuman keras, membentuk
gang-gang, berfoya-foya, menyendiri lari dari pergaulan hidup dan sebagainya menunjukkan bahwa dalam diri para remaja sedang terjadi perubahan baik fisik
maupun psikis. Hal ini menyebabkan timbulnya kegocangan-kegoncangan, kekacau-kekacauan dalam pikiran. Keadaan seperti ini dikenal dengan istilah
”storm and stress”. Masa “storm and stress” adalah suatu masa dimana ketegangan emosi
meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar hormone. Kondisi ini
Universitas Sumatera Utara
5 disebabkan karena remaja di bawah tekanan sosial, juga diakibatkan dari
kecenderungan remaja dalam memandang kehidupan menurut apa yang mereka inginkan. Mereka melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka
inginkan bukan sebagaimana adanya Hurlock, 2001. Awal masa “storm and stress” merupakan ciri dari awal masa remaja yang berkisar dari usia 12 sampai
15 tahun. Masa ini mempunyai arti yang lebih luas karena remaja lebih melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana ia inginkan dan bukan sebagaimana
adanya, ia cenderung menunjukkan kekuatan yang ada pada dirinya terlebih dalam hal harapan dan citi – cita Ridwan, 2004.
Tantangan pokok bagi siswa selam rentang umur ini terletak dalam menghadapi diri sendiri bila sudah mulai memasuki masa pubertas, yaitu
mengalami segala gejala kematangan seksual, yang sering disertai aneka gejala sekunder seperti berkurang semangat untuk bekerja keras, kegelisahan, kepekaan
perasaan, kurang percaya diri, dan penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa. Masalah memuncak pada siswa di kelas dua dan tiga fase negatif, yang
biasanya menimbulkan kesulitan bagi guru dalam menghadapi siswa, misalnya bila mereka suka protes dan berontak, menunjukkan kekuatan dirinya dengan
berkata-kata yang tajam dan kurang sopan, suka malas-malasan di kelas dan melamun ketika guru sedang menerangkan pelajaran, dan melakukan hal-hal yang
serba berani. Siswa-siswi di sekolah menengah pertama biasanya menimbulkan kesan seolah-olah sudah menguasai dunia ini dan mampu melakukan apa saja
Winkel Hastuti, 2006. Masa remaja ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan
mental, emosional,sosial dan fisik. Remaja di sini khususnya siswa – siswi
Universitas Sumatera Utara
6 cenderung mengembangkan kebiasaan yang makin mempersulit keadaannya,
sementara dia sendiri tidak percaya pada bantuan orang lain. Alasan siswa tersebut karena ia merasa bisa mandiri, sehingga ia ingin mengatasi masalahnya
sendiri, menolak bantuan orang lain dan guru pembimbing Ridwan, 2004. Hal ini di dukung oleh pendapat Luthans dalam Thoha 1993 bahwa persepsi
merupakan suatu bentuk tingkah laku dalam mengartikan suatu perubahan yang lebih dari sekedar mendengar, melihat, dan merasakan. Karena siswa – siswi
sebenarnya hanya ingin mendapatkan rasa perhatian dari guru pembimbing tentang perbuatan yang membuat mereka senang.
Pemahaman siswa kepada guru pembimbing haruslah yang dapat mengerti dan dapat mengkomunikasikan pengertian itu kepada mereka sehingga membuat
siswa merasa diterima dan siswa ingin menceritakan permasalahannya kepada guru pembimbingnya. Guru pembimbing menurut siswa adalah guru yang
disenangi siswa, dengan demikian ia dapat mengembangkan hubungan konseling yang memungkinkan terjadinya saling pengertian dan keterbukaan Badawi,
2004. Karena menurut pemahaman siswa tentang guru pembimbing adalah guru sabar, perhatian dan selektif dalam membimbing siswanya. Pada dasarnya
persepsi juga diproses yang dimulai dengan cara memberi perhatian dari pengamatan selektif Chaplin, 1991 . Oleh karena itu guru bimbingan dan
konseling harus lebih dapat memberikan perhatian kepada siswa – siswi secara memadai.
Menurut Nurihsan Sudianto 2005 pada saat seperti inilah para remaja perlu mendapat bimbingan dan konseling secara memadai. Bimbingan dan
konseling di SMP memberikan bantuan kepada siswa yang dilakukan secara
Universitas Sumatera Utara
7 berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka
sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaaan lingkungan SMP, keluarga dan masyarakat serta kehidupan
pada umumnya. Pada dasarnya bimbingan merupakan bantuan yang dapat menyadarkan
individu akan pribadinya sendiri bakat, minat, kecakapan dan kemampuannya sehingga dengan demikian ia sanggup memecahkan sendiri kesukaran – kesukaran
yang dihadapinya. Bimbingan itu bukanlah pemberian arah yang telah ditentukan oleh pembimbing, bukan suatu paksaan pandangan kepada seseorang, dan bukan
pula suatu pengambilan keputusan yang diperuntukkan bagi seseorang. Dalam rangka bimbingan yang memilih ini hendaknya individu diberi kebebasan untuk
memilih. Pembimbing menentukan menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak berarti pembimbing itu sendiri yang memilih, siswa sendirilah yang harus menetapkan
dan menentukan sikapnya. Sehingga ia dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat Ahmadi, 1991. Menurut pandangan Shertzer dan Stone dalam Amti, 2004, bimbingan
diartikan sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Selama kurun waktu tertentu yang mencakup
sejumlah tahap – tahap yang secara berangkaian membawa ke tujuan yang ingin dicapai. Di dalam memberi pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi
tantangan serta kesulitan yang timbul selama tahun – tahun pekembangan menuju kedewasaan dalam kehidupan manusia. Untuk mengenal diri sendiri secara lebih
Universitas Sumatera Utara
8 mendalam dan menetapkan tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai –
nilai yang akan menjadi pegangan selama hidupnya. Riyanto 2002 menambahkan bahwa suatu bimbingan berperan ketika
peserta didik meminta bantuan untuk memperoleh informasi tertentu, untuk dapat mengambil suatu keputusan tertentu,untuk dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapi, bahkan juga kalau butuh untuk didengarkan atau untuk menumpahkan perasaan – perasaan yang sedang dialami. Penting untuk disadari bahwa tujuan
dari segala bimbingan adalah demi pembimbingan itu sendiri, sehingga orang yang dibimbing akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri.
Bimbingan di sekolah menengah hanya akan efisien dan efektif bila bimbingan itu mendapat dukungan penuh dari pimpinan sekolah dan seluruh staf
pengajar, serta koordinasi yang baik. Di samping itu, semua tenaga yang terlibat dalam bidang pembinaan siswa harus mengarahkan segala usahanya ketujuan
yang sama Winkel, 1997. Menurut Mapiare 1984 mengatakan bahwa bimbingan di sekolah harus
dilaksanakan berdasarkan suatu program yang direncanakan secara sistematis- metodis dan demokratis, supaya dapat memenuhi kebutuhan siswa berdasarkan
prioritas dan merata. Bantuan yang diberikan kepada siswa meliputi; memahami diri dan lingkungannya, menemukan, memahami, dan memecahkan kesulitan,
menempatkan siswa dalam kondisi yang sesuai dengan kemampuannya, melakukan tindak lanjut terhadap upaya bantuan yang telah diberikan kepada
siswa sebelumnya dan melaksanakan layanan rujukan. Keseluruhan masalah yang ditangani dalam program bimbingan meliputi; penanggulangan masalah dan
Universitas Sumatera Utara
9 kesulitan belajar, perencanaan dan pengembangan karir, pemecahan masalah atau
kesulitan sosial dan penanganan masalah atau kesulitan pribadi. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan Slameto, 2003. Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses
belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang
merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktifdan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang Sardiman, 2003. Guru pembimbing yang kompeten dan memenuhi kualifikasi guru
pembimbing yang profesional diperlukan agar tugas bimbingan dan konseling efektif. Pekerjaan guru pembimbing bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan
ringan, sebab individu-individu siswa yang dihadapi dan ditangani di SMP sehari-hari satu dengan yang lainnya memiliki latar belakang permasalahan yang
berbeda-beda, keunikan, atau kekhasan kepribadian masing-masing Nurihsan Sudianto, 2005.
Seorang guru pembimbing di dalam menjalankan tugasnya dituntut memiliki kemampuan untuk selalu bisa berperan sebagai fasilitator dalam
membangkitkan semangat belajar, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, memberikan layanan konseling akademik, bekerja sama dengan
guru tenaga pengajar lainnya dalam pengejaran remedial. Dan juga membuat rekomendasi referensi kepada pihak lain yang lebih kompeten untuk
menyelesaikan masalah siswa Nurihsan Sudianto, 2005.
Universitas Sumatera Utara
10 Sifat-sifat pribadi atau kualifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh seorang
guru pembimbing, yaitu : memiliki bakat skolastik yang baik, memiliki minat yang mendalam untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dan memiliki
kematangan emosi, kesabaran, keramahan, keseimbangan batin, tidak lekas menarik diri dari situasi yang rawan, cepat tanggap terhadap kritik, memiliki rasa
humor Nurishan Sudianto, 2005. Kemudian terdapat sembilan karakteristik dalam diri guru bimbingan dan konseling yang dapat menumbuhkan siswa, yaitu :
empati, respek, keaslian genuiness, kekongkretan concreteness, konfrontasi confrontation, membuka diri self-disclosure, kesanggupan potency, kesiapan
immediacy, dan aktualisasi diri self actualization Dahlan, 1992 . Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menanggapi
setiap stimulus yang datang pada dirinya. Dalam hal ini siswa SMP juga mempunyai pandangan sendiri-sendiri tentang guru bimbingan dan konseling
mereka. Hal ini didukung oleh Rahmat 1996 yang mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman mengenai suatu objek maupun peristiwa yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Bagi mereka yang menafsirkan negatif karakteristik guru bimbingan dan konselingnya, membuat
siswa sulit untuk mengungkapkan masalahnya. Penilaian siswa – siswi SMP Negeri 31 Medan terhadap petugas
bimbingan dan konseling sering dijauhi oleh sebahagian siswa. Hal ini disebabkan karena setiap siswa yang berhadapan dengan petugas atau guru bimbingan dan
konseling adalah siswa yang selalu terkena masalah dan siswa yang selalu melanggar aturan yang ditetapkan di sekolah. Para siswa memandang petugas atau
Universitas Sumatera Utara
11 guru bimbingan dan konseling selama ini hanya menangani dan menghadapi
siswa – siswi nakal, dan menghukum siswa yang nakal saja. Hal ini diungkapkan seorang siswa kelas VII-1 mengatakan bahwa
terbukanya terhadap masalah yang dialaminya tergantung pada karakteristik guru bimbingan dan konseling.
“Saya melihat selama ini guru BK kami sangat akrab dengan saya. Pak BK mempunyai waktu untuk dekat dengan anak muridnya. Bapak itu selalu dapat
membantu dan mengarah siswa – siswi di sekolah ini. Tapi kadang – kadang pun ada aja yang gak suka dengan aturan atau cara – cara yang dilakukannya. Tapi
dengan saya bapak itu selalu memberikan solusi terhadap apa masalah yang saya hadapi. Pernah saya cerita – cerita dengan pak BK tentang keluarga saya, dan
pak BK pun memberikan solusi yang bagus kak. Jadinya sedih saya agak berkurang. Dan saya pun kembali percaya dengan keluarga saya...”komunikasi
personal, 6 Februari 2008.
Kemudian pendapat lain juga dikemukakan oleh siswa kelas VIII.
” Pak BK kadang – kadang menyeramkan kalo mod nya lagi gak enak, trus marah – marah gitu. Itu biasanya kalo akhir bulan, hehehe.. Dia suka
menjewer kuping pada anak muridnya, yang bajunya tidak rapi. Kayak baju yang belakangnya keluar – keluar, pake rok pendek, baju yang tipis gitu. Kami kan
yang cewek – cewek malu kalo dijewer gitu...” komunikasi personal, 6 Februari 2008.
Penerimaan hubungan receiver relationship adalah salah satu yang
berpengaruh dalam pengungkapan seseorang Devito, 1986. Menurut Morton dalam Sears, dkk,. 1989 self disclosure adalah kegiatan membagi perasaan dan
informasi yang akrab dengan orang lain. Bagi siswa yang tidak terbuka kepada guru bimbingan dan konseling, maka akan membuat siswa sulit untuk
mengungkapkan permasalahannya. Menurut DeVito 1986 seseorang cenderung disclosure pada orang lain
yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan dan mampu menerima individu apa adanya. Self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan
Universitas Sumatera Utara
12 individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi
tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut Johson, dalam Supratiknya, 1995.
Berbagai hal yang menyebabkan seseorang melakukan self disclosure. Seperti yang dikatakan Holt dalam Myers, 1996 bahwa setelah melakukan self
disclosure, seseorang akan merasakan peningkatan positif. Sebab mengungkapkan berbagai perasaaan, seperti ketakutan ataupun masalah kepada orang lain yang
kita percaya, dapat menurunkan stress. Selain itu, self disclosure juga membawa kita pada rasa kedekatan, selama
lawan bicara kita mengerti dan menerima Myers, 1996. Sehingga melalui self disclosure ini kita dapat melihat seerat apa hubungan guru bimbingan dan
konseling dengan siswa – siswinya, sehingga membuat siswa tersebut mau mengungkapkan informasi ataupun hal – hal yang pribadi mengenai dirinya
Dahlan, 1992. Dimana hal ini dipandang sebagai salah satu keuntungan self disclosure.
Seperti yang dikatakan oleh Devito 1986 bahwa self disclosure menyajikan kelima dimensi yang salah satunya adalah menambah nilai rasa keintiman
keeratan dalam hubungan. Namun, juga ada faktor penting yang menjadi pemicu seseorang dalam
melakukan self disclosure, yaitu ; balasan dari orang lain. Dimana hal ini akan membimbing seseorang untuk mencoba melakukan self disclosure. Situasi ini
disebut sebagai reciprocity of self disclosure, yaitu ; situasi dimana individu yang menerima informasi keintiman memberikan respon terhadap informasi itu sendiri.
Seseorang baru akan melakukan self disclosure ketika orang tersebut suka dan
Universitas Sumatera Utara
13 percaya pada lawan bicaranya Myers, 1996. Hal ini terjadi karena ketika kita
berbagi mengenai informasi yang bersifat pribadi yang berkaitan dengan diri kita kepada orang lain, mungkin saja orang ini akan menolak kita atau membocorkan
rahasia kita kepada orang lain.
Menurut Derlega Grzelak dalam Taylor, 2000 lima alasan utama untuk pengungkapan diri adalah: 1 expression : kadang-kadang individu membicarakan
perasaannya untuk pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk penyingkapan diri, 2 self clarification : dalam proses berbagi
perasaan atau pengalaman dengan orang lain, individu mungkin mendapat self- awareness dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada teman mengenai
masalah dapat membantu individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada, 3 social validation :dengan melihat bagaimana reaksi pendengar
pada pengungkapan diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya, 4 social control : individu mungkin
mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu mungkin menekan topik, kepercayaan atau ide
yang akan membentuk pesan yang baik pada pendengar. Dalam kasus yang ekstrim, individu mungkin dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi
orang lain, 5 relationship development : berbagi informasi dan kepercayaan adalah jalan yang penting. Berbagi informasi personal dan kepercayaan adalah
jalan yang penting untuk memulai hubungan dan untuk meningkatkan level dari intimasi.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar orang
Universitas Sumatera Utara
14 tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi yang
biasanya disimpandirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.
Mengingat bahwa guru pembimbing dalam kehidupan perlu untuk pembentukan siswa, maka diangkat menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
apakah terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure pada siswa SMP Negeri 31
Medan.
I. B. Tujuan Penelitian