Prosedur Khusus PBB dan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan

48 aspects of that freedom must be equally ensured, i.e. the freedom to express one‟s conviction as well as the freedom not to be exposed to any pressure, especially from the State authirities or in State institutions, to practice religious or belief activities against one‟s will.” Berdasarkan catatan Pelapor Khusus, pemaksaan agama tertentu merupakan bentu yang dilarang dalam hukum HAM, sebagaimana dijelaskan berikut: “.....any form of coercion by state and non-state actors aimed at religious conversion is prohibited under international human rights law, and any such acts have to be dealt with within the remit of criminal and civil law.” Disamping keterangan tersebut, salah satu tema penting dalam konteks Kebebasan Beragama dan HAM adalah terkait dengan dokumen yang dilangsir oleh Dewan HAM PBB tahun 2011. 89 Dokumen ini kemudian diadopsi oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi No. ARES66167 dengan judul “Combating Intolerance, Negative Stereotyping, Stigmatization, Discrimination, Incitement to Violence and Violence Against Persons, Based on Religion or Belief, pada 27 Maret 2012. Di akhir dokumen, Resolusi ini menggarisbawahi bahwa hendaknya setiap negara mengambil peranannya di ranah domestik dalam pembangunan lingkungan toleransi beragama, kedamaian dan saling menghormati. 90 89 Human Rights Council Resolution 1618 of March 2011. 90 Alamsyah, Kebebasan beragama, 9 49

BAB IV Upaya PBB dalam Mendorong Perlindungan Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2012 Isu kebebasan beragama tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM PBB. Hak kebebasan beragama dinyatakan secara terinci dalam kovenan internasional internasional tentang sipil politik pasal 18 yang isinya sebagai berikut: 91 “1 setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamatan dan pengajaran. 2 tidak seorangpun boleh dipaksa sehingga menganggu kebebasannya sesuai dengan pilihannya.” Dari redaksi konsttitusional diatas PBB memiliki legitimasi dalam perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan KBB, menurut Muhammad Hafiz, peneliti HAM Internasional, Upaya PBB dalam Perlindungan KBB dapat dilihat dalam tanggungjawab PBB sebagai lembaga internasional. Dari segi sejarah memang isu kebebasan beragama sudah ada sejak DUHAM dibentuk 91 Musdah mul ia, dala Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Beragama disa paika pada a a a konsultasi Publik untuk Advokasi terahdap RUU KUHP yang diselenggarakan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP tanggal 4 Juli 2007 Jakarta 50 dan itu semakin besar untuk bagaimana melindungi hak kebebasan beragama. Bahkan pada tahun 1970-1980an sempat akan diadakan konvensi khusus terkait KBB. Walaupun masih ada penolakan oleh beberapa Negara sehingga muncul deklarasi perlindungan minoritas dan intoleransi, jadi cikal bakal perhatian PBB terhadap isu KBB ada dalam momen tersebut. Dari perhatian itulah, PBB pada tahun 1950-an membentuk satu pelapor khusus atau satu prosedur khusus di bawah komisi HAM PBB yang diberi nama „pelapor khusus untuk intoleransi dan diskriminasi‟ yang kemudian menjadi „pelapor khusus untuk kebebasan beragama‟. Perhatiannya terhadap KBB sudah cukup tinggi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Negara-negara lain. 92

A. Peran PBB dalam menangani Perlindungan Kebebasan Beragama

dan Berkeyakinan di Indonesia Indonesia telah melalui dua putaran UPR Dewan HAM PBB. Pertama pada tahun 2008 dan kedua pada tahun 2012. Untuk sesi pertama, peninjauan oleh Working Group dilakukan pada 9 April 2008. Delegasi dari Pemerintah Indonesia adalah duta besar Rezlan Ishar Jenie. Pada 11 April 2008, Working Group mengadopsi laporan untuk Indonesia dan disahkan dalam paripurna Dewan HAM PBB pada 14 Mei 2008 melalui resolusi AHRC823. 93 Peninjauan kedua UPR Indonesia dilakukan Working Group pada 23 Mei 2012 dan diadopsi pada 19 september 2012. Indonesia menerima 150 92 Wawancara Muhammad Hafiz, Program Manager UN –OIC Advocacy Human Rights Working Group HRWG, di Kantor HRWG Cikini Jakarta Pusat, pada Tanggal 1 Juni 2015 93 Alamsyah Djafar, dkk., Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Asia Tenggara: Kerangka Hukum, Praktik, dan Perhatian Internasional Jakarta: HRWG, 2012, 79 51 rekomendasi, menolak 30 rekomendasi dan tidak satupun rekomendasi yang ditunda atau tanpa penjelasan. 94 Kondisi kebebasan beragama di Indonesia menjadi perhatian Pelapor Khusus Dewan HAM PBB. Pada 2008, Pelapor khusus kebebasan beragama menyatakan bahwa pelarangan Ahmadiyah melalui Keputusan Bersama Menteri di Indonesia semakin meningkatkan resiko penyerangan terhadap mereka dari kelompok vigilante. Pada 2011, empat Pelapor khusus Pemerintah Indonesia juga terkait dengan meningkatnya penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah. Termasuk pula dalam hal ini komunikasi dari Komisi Tinggi HAM PBB, Navy Pillay. 95 Adapun pernyataan Navy Pillay sebagai berikut: “Dalam konstitusi Indonesia dikatakan bahwa setiap orang bebas memilih dan melaksanakan ibadah agama pilihan mereka. Indonesia adalah negara yang kaya budaya dan sejarah terkait keberagaman dan toleransi. Indonesia beresiko kehilangan ini semua jika tidak segera dilakukan tindakan tegas. Untuk itu, pemerintah Indonesia segera mengamandemenkan atau menghapuskan undang-undang Penodaan Agama tahun 1965, keputusan menteri tahun 1969 dan 2006 soal pendirian rumah ibadah, dan Surat Keputusan Bersama Menteri tahun 200 8 soal Ahmadiyah.” Dalam mekanisme Universal Periodec Review UPR, Indonesia mendapatkan perhatian serius di bidang kebebasan beragama oleh Negara-negara 94 Alamsyah Djafar, Kebebasan Beragama 95 Alamsyah Djafar, Kebebasan Beragama 52 PBB. Tidak kurang dari 27 Negara menyampaikan perhatiannya, yaitu Austria, Qatar, Bangladesh, Brazil, dan seterusnya. 96 Dari sejumlah rekomendasi yang muncul, ada beberapa isu kebebasan beragama yang dapat dapat disebutkan disini, diantaranya adalah: dorongan untuk menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan perlindungan bagi kelompok minoritas dari ancaman kekerasan rekomendasi paragraph 108.111, 108.112, 108.113, 108.115, mendorong upaya menghapuskan diskriminasi dan menghormati hak hak minoritas agama paragraph 108.102, 108.107, 108.110, mendorong toleransi beragama dan kerukunan melalui FKUB paragraph 108.97, 108.100., 108.109, 108.`139, melakukan review peraturan, kebijakan dan mengambil langkah legislasi agar sesuai dengan hak kebebasan beragama di dalam konstitusi dan instrument internasional, termasuk pula menegakkan hukum para pelaku pelanggaran paragraph 108.98, 108.99, 108.103, 108.104, 108.105, 108.108, 108.109, 108.112, melakukan training dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran petugas negara dalam isu kelompok agama paragraph 108.101 dan pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial kelompok minoritas 108.144. 97 Terkait Upaya PBB dalam menangani perlindungan KBB di Indonesia, HRWG Human Rights Working Group berpendapat bahwa ada perhatian khusus yang diberikan karena ada fenomena meningkatnya kasus-kasus intoleransi dan meningkatnya kekerasan berbasis agama terutama pasca reformasi. Sehingga 96 Report of working group on the Universal Periodec Review: Indonesia AHRC217 97 Alamsyah djafar, Kebebasan Beragama 53 respon dari masyarakat sipil di Indonesia juga mendorong perhatian PBB untuk lebih serius memperhatikan Indonesia. Dalam konteks itu, sebenarnya perhatian PBB tidak bisa dilepaskan dari dorongan aktor di tingkat nasional yang selalu memberikan update dan informasi bahkan beberapa kali pertemuan dengan pelapor khusus, baik secara langsung ataupun tidak, agar Indonesia diperhatikan. 98 Adapun tantangan bagi PBB dalam perlindungan KBB di Indonesia bahwa PBB merupakan lembaga internasional yang sangat terkait dengan dua hal. Pertama, bagaimana soal etika hubungan antar Negara itu dibangun Negara dengan warga negaranya. Kedua, soal peranan politisnya untuk mendesak Negara- negara, walaupun secara tidak langsung. 99 Dari segi politis, tentu, pelapor khusus atau PBB sendiri memiliki peran penting untuk menekan pemerintah Indonesia secara tidak langsung, baik secara vulgar melalui mekanisme-mekanisme yang ada di PBB. Misalnya, lewat sidang dewan HAM dimana didalamnya ada proses UPR atau melalui sarana-sarana diplomatik dengan mengirimkan surat kepada pemerintah Indonesia, entah itu dari OHCHR atau dari pelapor khususnya sendiri atau dari Komisi HAM nya sendiri. Jadi ada layer-layer yang digunakan PBB untuk memperhatikan kasus-kasus di Indonesia dan memunculkan peranan tersendiri bagaimana menekan pemerintah Indonesia. 100 98 Wawancara Muhammad Hafiz, Program Manager UN –OIC Advocacy Human Rights Working Group HRWG, di Kantor HRWG Cikini Jakarta Pusat, pada Tanggal 1 Juni 2015 99 Ibid. 100 Ibid.