Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pembiayaan dengan prinsip murabahah meliputi antara 73-82 dari total pembiayaan
6
. Murabahah yang dipraktikkan pada Lembaga Keuangan Syariah LKS
kontemporer dikenal dengan murâbahah lil amri bil Syira’, yaitu transaksi jual beli di
mana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli komoditasbarang
tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melakukan
pembayaran secara installment cicilan berkala sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.
7
Praktek murabahah pada perbankan syariah sempat menerima kritikan dari kalangan ulama. Sebagaimana dikutip oleh Rahmawaty, bahwa Sjahdeini
menjelaskan munculnya kritikan didasarkan pada penerapan murabahah dalam perbankan syariah yang sama sekali tidak meniadakan bunga dan membagi resiko
6
Rahmawaty, Anita, Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam: La Riba. Vol. 1 No. 2, Desember 2007. h. 188-189.
7
Azharuddin, Ah Lathif, Konsep dan Aplikasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: Jurnal Anggota Komite Bidang Advokasi, Penelitian, dan Pengembangan Hukum
Ekonomi MES, h.5, review buku Sâmi Hasan Hamûd, Tathwîr al-A
’
mâl al-Mashrafiyah Bimâ Yattafiq al-Syarî
’
ah al-Islâmiyah Aman: Mathba’ah al-Syarq, 1992, h.431
kepada nasabah, tetapi tetap mempraktekkan pembebanan bunga dengan menggunakan label “produk Islami”.
8
Murabahah dalam perspektif masyarakat sering dipersepsikan dengan anggapan bahwa praktik murabahah tidak berbeda dengan kredit berbasis fixedflat
rate pada Bank konvensional. Hal ini dilihat dari sifat margin murabahah yang fixed dan juga menurut penulis, besarnya margin yang dipatok bank syariah ternyata sama
atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Maka dari itu, dalam penetapan tingkat margin akad pembiayaan murabahah di perbankan syariah
seharusnya tidak hanya menggunakan rujukan suku bunga bank konvensional.
9
Dalam perhitungan margin pada bank syariah diakui ataupun tidak sebenarnya masih mengikuti suku bunga dan inflasi. Suku bunga dan inflasi inilah yang menjadi
benchmark-nya pada saat ini
10
. Hal ini dikarenakan perbankan syariah belum mempunyai acuan tersendiri untuk dijadikan sebagai pedoman penentuan tingkat
margin, dengan kata lain masih mengikuti perbankan konvensional. Penentuan harga jual dan tingkat margin yang jelas pada akad murabahah
merupakan hal penting karena untuk menghindari adanya ketidakadilan pada satu
8
Rahmawaty, Anita, Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam: La Riba. Vol. 1 No. 2, Desember 2007. h. 189.
9
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2005, h. 126.
10
Rahmawaty, Anita, Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam
Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam: La Riba. Vol. 1 No. 2, Desember 2007. h. 189.
pihak, yaitu pembeli. Padahal, ketidakadilan kegiatan ekonomi merupakan salah satu aspek yang dilarang dalam Islam. Dalam Islam, harga harus ditentukan sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan keadilan bagi kedua belah pihak, yakni pihak penjual dan pihak pembeli. Harga yang dapat memberikan keadilan bagi kedua belah
pihak adalah yang tidak memberikan keuntungan di atas normal atau tingkat kewajaran bagi penjual dan harga yang telah disetujui oleh pihak penjual dan
pembeli.
11
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengambil rumusan masalah tentang bagaimanakah metode perhitungan margin akad pembiayaan murabahah
yang ditetapkan oleh manajemen BMT Al-Fath IKMI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara atau metode yang diterapkan oleh manajemen BMT Al-Fath
IKMI dalam perhitungan marjin keuntungan akad pembiayaan murabahah. Dengan mengangkat judul
“Analisis Metode Perhitungan Margin Murabahah pada Produk Piutang Murabahah Studi Kasus BMT Al-Fath IKMI
”