Implementasi Dan Implikasi Terhadap Pemberlakuan Zona Bebas Senjata Nuklir Di ASEAN Pada Umumnya Dan Indonesia Pada Khususnya

(1)

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASEAN PADA UMUMNYA DAN

INDONESIA PADA KHUSUSNYA SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

FAKHRUL ARIF SIREGAR 050200066

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASEAN PADA UMUMNYA DAN

INDONESIA PADA KHUSUSNYA SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

FAKHRUL ARIF SIREGAR 050200066

Departemen Hukum Internasional

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

H. SUTIARNOTO, S.H., M. Hum NIP. 195610101986031003

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

PROF. SANWANI NASUTION, SH ABDUL RAHMAN, SH, M.H NIP. 194006201964051001 NIP. 195710301984031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAKSI

1. Fakhrul Arif Siregar1 2. Sanwani Nasution2 3. Abdul Rahman3

Senjata nuklir seperti yang tertuang dalam Treaty of Tlatelolco tahun 1967, di definisikan sebagai “...is any device which is capable of releasing nuclear energy in an uncontrolled manner and which has a group of characteristics that are appropriate for use for warlike purposes. An instrument that may be used for the transport or propulsion of the device is not included in this definition if it is separable from the device and not an indivisible part thereof”. Bukti bahwa penggunaan senjata Nuklir ini benar-benar telah digunakan adalah ketika Amerika Serikat membom dua kota yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang berada di Jepang dengan Bom Atom yang merupakan bagian senyawa dari nuklir tersebut.

Runtuhnya Uni Soviet sebagai pertanda berakhirnya era Perang Dingin. Berakhirnya era perang dingin yang lebih dikenal Pasca Perang Dingin ini telah membawa implikasi di berbagai bidang baik secara global maupun regional. Dalam cakupan regional seperti ASEAN telah berhasil menciptakan suatu Kawasan Bebas Senjata Nuklir dengan ditandatanganinya Treaty Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995.

Bagi Indonesia sendiri sebagai bukti keseriusannya dalam menciptakan Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara ini maka diwujudkan dengan diratifikasinya Traktat SEANWFZ dengan UU nomor 9 tahun 1997 tentang pengesahan Treaty on The Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone, Lembaran Negara RI tahun 1997 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara nomor 3675.

1

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

2

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh...

Alhamdulilllah. Segala puji bagi Allah SWT, yang atas limpahan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini diberi judul IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASEAN PADA UMUMNYA DAN INDONESIA PADA KHUSUSNYA. Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus dievaluasi. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari penulis serta bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan implementasi dan implikasi terhadap pemberlakuan zona bebas senjata nuklir di ASEAN pada umumnya dan Indonesia pada khususnya ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini disadari oleh Penulis tidak lepas dari bantuan, arahan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua Ayahanda tercinta Alm Dr. H. Syahrun Siregar dan Ibunda tercinta Alm. Sarita Rosalina Tambunan yang sepanjang hidupnya hingga


(5)

akhir hayatnya selalu memberikan dan mendedikasikan cintanya, juga mencurahkan segenap kasih sayangnya, pengorbanannya, serta doanya bagi penulis;

2. Bapak Prof.Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof.Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Muhammad Husni, S.H, M.H selaku Pembantu Dekan III;

4. Bapak H. Sutiarnoto, S.H, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internsional yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini;

5. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH selaku Dosen Pembimbing I yang telah mau peduli dan perhatian serta banyak memberikan pedoman bagi Penulis dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Abdul Rahman, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing II yang telah mau peduli dan perhatian serta banyak memberikan pedoman bagi Penulis dalam penulisan skripsi ini sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan;

7. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H, M.Hum selaku Dosen/Penasihat Akademik Penulis;

8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik Penulis selama Penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(6)

9. Erwin Harris Rahman, SH, Syahreza, Ahmad Fauzi Arham, M. Hendrawan, Andika, Khoirruddin, dan seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum USU khususnya stambuk 2005;

10.Keluarga besar Penulis, kakanda tercinta Doly Maradona Siregar, SH, Amd. Fitria Silvia Siregar, dan adinda Sabrina Irsalina Siregar, Nenek tercinta Ratna Sari Siregar serta Tante-Tanteku tercinta Jamila Hanum Tambunan, SH, MM, Ir. Syahrida Khairani Tambunan, M.MA, Ir. Doharni Komariah Tambunan dan Omku tercinta Syaifuddin Zuhri, SE yang telah banyak memberikan dukungan kepada Penulis baik materil maupun moril;

11.Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan moril maupun materiil demi selesainya penulisan skripsi ini.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya, khususnya bagi penegak hukum dalam menegakkan hukum dan keadilan di negeri kita yang tercinta ini. Amiin.

Wassalam Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

D. Keaslian Penulisan ... 13

E. Tinjauan Kepustakaan ... 13

F. Metode Penelitian... 16

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SENJATA NUKLIR ... 19

A. Sejarah Tentang Penggunaan Senjata Nuklir ... 19

B. Pengertian Senjata Nuklir Internasional... 27

C. Ruang Lingkup Senjata Nuklir ... 28

D. Tujuan Senjata Nuklir ... 33

BAB III TINJAUAN TENTANG ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASIA TENGGARA... 36


(8)

A. Latar Belakang Lahirnya Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara ... 36 B. Pengertian Tentang Zona Bebas Senjata Nuklir ... 39 C. Tujuan Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara ... 40 D. Elemen-elemen bagi Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara... 42

BAB IV IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASEAN PADA UMUMNYA DAN INDONESIA PADA KHUSUSNYA ... 50 A. Hubungan ZOPFAN dengan SEANWFZ ... 50 1. ZOPFAN dan SEANWFZ Menurut Hukum Internasional.. 50 2. Tinjauan Terhadap ZOPFAN dan SEANWFZ dilihat dari Aspek Hukum Organisasi Internasional... 52 3. Hubungan ZOPFAN dengan SEANWFZ... 56 B. Indonesia Meratifikasi SEANWFZ ... 58 C. Implikasi Penerapan SEANWFZ bagi Negara-Negara ASEAN

pada Umumnya dan Indonesia pada Khususnya ... 62 D. Implementasi Penerapan SEANWFZ di ASEAN dan Indonesia 68


(9)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 75 B. SARAN ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAKSI

1. Fakhrul Arif Siregar1 2. Sanwani Nasution2 3. Abdul Rahman3

Senjata nuklir seperti yang tertuang dalam Treaty of Tlatelolco tahun 1967, di definisikan sebagai “...is any device which is capable of releasing nuclear energy in an uncontrolled manner and which has a group of characteristics that are appropriate for use for warlike purposes. An instrument that may be used for the transport or propulsion of the device is not included in this definition if it is separable from the device and not an indivisible part thereof”. Bukti bahwa penggunaan senjata Nuklir ini benar-benar telah digunakan adalah ketika Amerika Serikat membom dua kota yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang berada di Jepang dengan Bom Atom yang merupakan bagian senyawa dari nuklir tersebut.

Runtuhnya Uni Soviet sebagai pertanda berakhirnya era Perang Dingin. Berakhirnya era perang dingin yang lebih dikenal Pasca Perang Dingin ini telah membawa implikasi di berbagai bidang baik secara global maupun regional. Dalam cakupan regional seperti ASEAN telah berhasil menciptakan suatu Kawasan Bebas Senjata Nuklir dengan ditandatanganinya Treaty Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995.

Bagi Indonesia sendiri sebagai bukti keseriusannya dalam menciptakan Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara ini maka diwujudkan dengan diratifikasinya Traktat SEANWFZ dengan UU nomor 9 tahun 1997 tentang pengesahan Treaty on The Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone, Lembaran Negara RI tahun 1997 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara nomor 3675.

1

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

2

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam masa perkembangan dunia saat ini yang begitu pesat, kita dihadapkan pada suatu keprihatinan akan nasib umat manusia di masa datang yang akan diancam kemungkinan kemusnahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ancaman ini begitu terasa dengan adanya pengembangan senjata konvensional dan nuklir secara besar-besaran oleh negara-negara maju baik secara terang-terangan yaitu dengan adanya percobaan senjata yang dilakukan di areal tertentu maupun secara rahasia yang belum diketahui keberadaannya.

Meskipun peristiwa pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang diketahui bangsa-bangsa di dunia, namun hal ini tidak lantas membuat negara-negara lain di dunia ini berhenti untuk memiliki dan mengembangkan senjata-senjata konvensional dan nuklir, padahal daya hancur persenjata-senjataan tersebut disadari betul oleh mereka.

Dengan semakin kuatnya integrasi perekonomian antar negara, maka semakin erat pula kaitan antara kepentingan dalam negeri dengan kepentingan regional. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kaitan antara keamanan dan stabilitas regional juga semakin erat. Maka tidaklah mengherankan apabila kerjasama regional atau bahkan kerjasama lintas regional, khususnya di bidang keamanan serta pemeliharaan stabilitas telah menjadi kebutuhan yang sngat mendesak.


(12)

Kecenderungan ini sekalipun memberikan suatu indikasi bahwa di dalam era kekuatan ekonomi ini maka pemeliharaan stabilitas sub-kawasan atau bahkan stabilitas kawasan yang lebih luas lagi telah menjadi suatu kepentingan dari semua negara di dalamnya. Dengan demikian sudah semakin jelas bahwa keseimbangan yang melandasi terwujudnya kerjasama keamanan ataupun kerjasama di bidang lain telah muncul sebagai suatu strategi baru dalam hubungan antar negara, menggantikan apa yang disebut perimbangan kekuatan.4

Melihat gambaran keadaan di atas kiranya sudah waktunyan untuk memikirkan suatu cara terobosan baru dengan lebih memilih pendekatan regionalisme daripada pendekatan universalisme. Pendekatan regionalisme yang dimaksud di sini adalah pembentukan zona damai dan zona bebas nuklir.

5

Pendekatan regionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan hukum Internasional. Asia Tenggara sebagai suatu kawasan (region) mengimplementasikan pendekatan regionalisme ini ke dalam konsep Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN) yang dihasilkan melalui Deklarasi Kuala Lumpur tahun 1971.6

Seperti tertuang dalam Deklarasi Bangkok (1967), tujuan pokok pembentukan ASEAN adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pembangunan budaya. Dimensi keamanan memang tidak secara eksplisit tertuang dalam deklarasi itu. Namun Pasal 2 Deklarasi Bangkok menyatakan bahwa ASEAN akan berusaha untuk “meningkatkan perdamaian dan

4

Laksamana Muda RM Sunardi, Badan Penelitian dan Pengembangan DEPLU RI, Jurnal Luar Negeri No. 27, Desember 1994, Jakarta, Hal. 75

5

Drs. Syamsu Suryadi,et al, Prospek didirikannya SEANWFZ, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1990, hal 2.


(13)

stabilitas kawasan dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum dalam hubungan antara negara dikawasan serta mematuhi prinsip-prinsip piagam PBB”. Pasal 2 itulah yang merupakan landasan pemikiran kerja sama keamanan ASEAN. Pada kenyataannya kerjasama dibidang keamanan diantara negara-negara anggota ASEAN merupakan perpaduan antara kebijakan keamanan nasional masing-masing anggota dengan suatu pengaturan tatanan regional. Doktrin penting yang mendasari hal itu adalah Doktrin Ketahanan Nasional (national resilience) dan Ketahanan Regional (regional resilience). Komponen internal dari doktrin itu pada prinsipnya merupakan upaya membina rasa saling pengertian dan kepercayaan dalam kehidupan antar negara (confidence building measures). Komponen eksternal dari doktrin itu merupakan pengejawantahan semangat kemandirian ASEAN dari campur tangan negara-negara luar kawasan.

Di dalam komponen-komponen itu tentu saja terdapat aspek-aspek substanstif, prosedural dan implementatif. Sejauh menyangkut substansi doktrin ketahanan regional itu, negara-negara ASEAN pada umumnya menganggap campur tangan pihak luar dalam masalah internal kawasan sebagai faktor ketidakstabilan. Namun sebagai kumpulan negara yang memiliki kekuatan ekonomi, politik dan militer lebih kecil dibanding kekuatan negara-negara besar, ASEAN, seperti halnya kerjasama antar Negara di kawasan lain, pada prinsipnya mempunyai 3 (tiga) pilihan kebijakan, yaitu : pertama, berusaha menolak partisipasi pihak luar sehingga perimbangan kekuatan kawasan tidak berubah; kedua, menerima partisipasi aktor luar yang mendukung stabilitas seraya menolak yang mendorong ketidakstabilan kawasan; dan ketiga, mengajak kekuatan luar ke


(14)

dalam institusi pengaturan keamanan kawasan. Dua kebijakan yang disebut pertama merupakan pilihan bagi kalangan realis, sedang yang disebut belakangan memperoleh dukungan Dari para penganut mazhab neoliberal dan interdependensi.

Kombinasi dari berbagai pilihan kebijakan itulah yang kemudian tertuang dalam substansi ketahanan regional Deklarasi ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) yang disepakati dalam pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN di Kuala Lumpur bulan November 1971. Deklarasi ZOPFAN terdiri dari dua bagian pokok, pendahuluan dan dua paragraf pokok. Paragraf pertama menyatakan bahwa negara-negara ASEAN bertekad menjamin pengakuan dan penghormatan atas Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai, bebas dan netral terlepas dari campur tangan kekuatan luar. Paragraf kedua menyatakan keinginan negara-negara Asia Tenggara memperluas bidang kejasama untuk memupuk kekuatan, solidaritas dan hubungan yang lebih erat dengan sesama negara kawasan.

INDONESIA, pada awalnya agak dingin dalam menanggapi konsep ZOPFAN, Indonesia lebih cenderung melihat gagasan keamanan Asia Tenggara melalui konsep ketahanan nasional menuju ketahanan regional. Dalam perkembangannya, konsep ZOPFAN memang kemudian mendapat penyesuaian dengan memasukkan konsep Indonesia tentang ketahanan regional ke dalamnya.

Dalam pertemuan Menlu ASEAN ke-16 pada bulan Juni 1983, Indonesia melalui MENLU RI Mochtar Kusumaatmadja, mengusulkan konsep Nucleur Weapon Free Zone sebagai elemen yang melengkapi konsep ZOPFAN.


(15)

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa dukungan Indonesia terhadap ZOPFAN terutama didasarkan pada prinsip neutrality dalam arti nonaligned, yang tidak menyetujui keberadaan pangkalan militer asing di kawasan ASEAN.

Konsep ketahanan nasional diartikan Indonesia sebagai kondisi dimana suatu bangsa yang dapat mengembangkan kekuatan-kekuatan secara nasional untuk menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan identitas, integritas maupun kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Jadi didasarkan pada anggapan bahwa keamanan nasional yang sebenarnya terletak pada kepercayaan kepada diri sendiri, ketahanan nasional lebih berorientasi ke dalam, dan sendiri kepada ketahanan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, IPTEK, ideologi dan HANKAM.

Dengan demikian membangun ketahanan nasional melalui ketahanan regional berarti membangun kemampuan nasional menghadapi tantangan dan gangguan terhadap stabilitas nasional. Pembangunan ketahanan nasional adalah usaha mengintegrasikan semua sektor atau aspek kehidupan nasioanl sehingga menjadi kekuatan yang dinamis dan tangguh untuk menegakkan kedaulatan bangsa. Sehingga secara hokum penerapan jurisdiksi bangsa di wilayah sendiri bisa lebih terjamin.

MALAYSIA, yang merupakan pencetus gagasan ZOFPAN menggariskan netralitas Asia Tenggara dengan jaminan negara-negara besar. Ide dan konsep netralitas ini kemudian dikembangkan dengan menjelaskan bahwa Malaysia melihat gagasan itu sebagai rencana jangka panjang.


(16)

Gagasan ini dijabarkan kembali lebih lanjut pada Oktober 1971 yang membahas kedua tingkat pelaksanaan ZOPFAN. Pada tingkat pertama, Negara Asia Tenggara harus saling menghormati kedaulatan dan integrasi territorial masing-masing, dan tidak ikut dalam kegiatan yang dapat mengancam keamanan negara lainnya, baik langsung maupun tidak langsung. Tingkat kedua, negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Republik Rakyat Cina (RRC) harus dapat menyetujui Asia Tenggara sebagai suatu daerah netral dan harus menciptakan instrumen pengawasan bagi penjaminan netralitas Asia Tenggara dalam pertarungan kekuatan internasional.

THAILAND, posisi resmi tentang ZOPFAN yang dikeluarkan agak berbeda dengan apa yang diutarakan Indonesia dan Malaysia. Thailand walaupun ikut menandatangani deklarasi Kuala Lumpur pada tahun 1971, namun dalam posisi resminya seperti yang dikatakan oleh Dr. Thanat Khoman menyatakan bahwa “kami tidak melihat suatu alasan untuk melepaskan, untuk sementara waktu kewajiban-kewajiban kami adalah persetujuan yang sudah ada, paling tidak sampai prospek perdamaian, kebebasan dan netralitas dapat dijamin penuh”.

Bagi Thailand, posisi mereka mengenai keamanan regional adalah mengikuti politik luar negerinya yang cenderung pragmatis, artinya negara itu akan melibatkan diri dalam setiap bentuk kerjasama regional yang bisa menjamin kelangsungan hidupnya. Posisi Thailand di saat terakhir seperti yang dinyatakan dalam KTT Singapura, masih memilih adanya jaminan negara-negara besar di kawasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Thailand baik politik maupun


(17)

hukum nasionalnya belum terlihat dalam konsep baik pembentukan ZOPFAN maupun SEANWFZ.

Sikap SINGAPURA, mengenai keamanan regional juga menunjukkan perbedaan yang besar dengan apa yang ditampilkan negara-negara ASEAN lainnya singapura menganggap penting mempertahankan pengaruh militer negara-negara besar si Asia Tenggara selama mungkin, karena itu Asia Tenggara tetap menjadi perhatian negara-negara besar sehingga ide perkembangan kekuatan di kawasan ini dapat di pelihara. Berbeda dengan sikap Thailand yang mengandalkan pada satu atau dua kekuatan Negara besar yang paling kuat. Singapura memilih konsep Balance of Presence. Akibanya tidak mengherankan jika Singapura adalah pendukung kekuatan militer Amerika Serikat di kawasan ini.

Menurut Singapura apakah tidak lebih baik bilamana dalam rangka membuat kerjasama yang lebih luas, misalnya menjadi tingkat Asia-Pasifik. Singapura lebih lanjut mempertanyakan apakah ZOPFAN bisa menjadi keamanan di Asia Tenggara.

Jadi disini terlihat bahwa pada dasarnya Singapura kurang berperan dalam usaha pembentukan ZOPFAN maupun SEANWFZ, maka oleh karena itu pengaruh hukum nasional dari Singapura terhadap konsep ZOPFAN dan SEANWFZ hanya penandatanganan saja.

FILIPINA, sebagai negara kepulauan yang terletak lebih jauh dari daratan Asia Tenggara, menganggap dirinya jauh dari ancaman. Apalagi pangkalan Amerika Serikat merupakan jaminan baginya terhadap setiap bentuk ancaman dari luar. Masalah-masalah domestik yang dihadapi Filipina mulai dari persoalan


(18)

gerilya komunis Moro, dan kini masalah kesulitan ekonomi, menyulitkan pemerintah untuk cukup memberikan perhatian yang cukup atas masalah-masalah eksternal.

Kini, setelah tidak adanya pangkalan militer Amerika Serikat, Filipina hampir secara otomatis mendukung gagasan netralitas Asia Tenggara, seperti pandangan Malaysia dan Indonesia.

Di kalangan negara-negara INDOCINA sendiri, pandangan mereka mengenai gagasan netralitas sebetulnya juga tidak sama satu dengan lainnya. Dan pergeseran sikap serta pandangan tentang ide ini juga terjadi seiring dengan perubahan situasi internasional dan perubahan kondisi internal di masing-masing negara.

Di akhir tahun1970-an dpengaruhi oleh persaingan antar negara komunis, negara-negara Indocina mulai melirik ASEAN, terutama untuk mendapatkan dukungan ASEAN dalam konflik China-Vietnam. Vietnam saat itu bersedia berkompromi tentang ZOPFAN.

Pada perkembangan berikutnya, ketika pasukan Uni Sovyet ditarik mundur, Vietnam menganggap dominasinya di Kamboja menjadi yang semakin berat. Hubungan dengan negara-negara ASEAN juga mulai menunjukkan perbaikan. Pada bulan Januari 1989, Vietnam menerima Deklarasi Kuala Lumpur sebagai basis untuk diskusi dengan ASEAN mengenai usaha menciptakan kestabilan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1985 ketiga negara Indocina tersebut menyambut baik gagasan ZOPFAN dan SEANWFZ.


(19)

Melihat keadaan-keadaan diatas dapat dilihat sedikit banyak keadan nasional dari negara-negara di Asia Tenggara termasuk hukum nasional masing-masing negara di Asia Tenggara mempengaruhi konsep ZOPFAN maupun SEANWFZ.

Dengan demikian ZOPFAN merupakan suatu strategi akbar (grand

Strategy) untuk membina ketahanan regional dan untuk membebaskan diri dari

campur tangan pihak luar, baik dengan menggalang kekuatan intra kawasan maupun mengatur keterlibatan negara-negara luar kawasan dalam masalah kawasan. Di dalamnya tertuang berbagai langkah prosedural dan strategis untuk memenuhi tuntutan tersebut yang secara keseluruhan bukan hanya memusatkan pada pelucutan senjata atau pencegahan proliferasi nuklir, melainkan juga kerjasama-kerjasama politik, ekonomi dan fungsional lainnya. Komponen prosedural dalam rezim keamanan ZOPFAN menyerupai pengertian strategi dalam kalkulasi penangkalan norma tingkah laku untuk menyelesaikan pertikaian melalui jalur diplomasi seperti tertuang dalam Treaty of Amity an Cooperation dan ASEAN Concord (1976) adalah langkah normatif untuk itu.

Langkah strategis yang kemudian tertuang dalam program aksi ZOPFAN, menggarisbawahi pentingnya pembentukan suatu kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara. Berbeda dari komponen prosedural yang lebih menitikberatkan pada unsur normatf, komponen strategis beranjak dari kalkulasi pemanfaatan sumber daya regional secara optimal untuk menjawab masalah-masalah keamanan. Secara teoritis, pilihan yang tersedia adalah strategis mobilisasi sumber


(20)

daya regional untuk memenuhi tuntutan keamanan regional itu sendiri atau menjalin aliansi dengan negara besar di luar kawasan.

Di masa lalu, menjalin aliansi dengan negara besar merupakan opsi sebagian besar negara Asia Tenggara, Thailand, Filipina, Singapura dan Malaysia dengan cara terikat dalam pengaturan keamanan bersama dengan negara-negara barat. Amerika Serikat merupakan aktor luar kawasan yang karena pengaturan keamanan itu memberikan “payung nuklir” (nuclear umbrella). Berakhirnya Perang dingin telah meruntuhkan sebagian besar logika yang mendasari pilihan seperti itu. Faktor ini menghidupkan kembali upaya pengejawatan ZOPFAN melalui pembentukan suatu kawasan bebas senjata nuklir.7

Sejalan dengan konstalasi politik yang terjadi maka pada tahun 1983, ASEAN mengembangkan konsep Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEA NWFZ) yang dihasilkan di Bangkok Thailand sebagai komponen dari ZOPFAN. SEA NWFZ ini sebagai sumbangan melalui kerjasama regional bagi dunia internasional untuk mengurangi senjata nuklir. Selain itu SEANWFZ ini merupakan tahap awal menuju zona damai yang lebih luas seperti yang dikehendaki oleh ZOPFAN.8

Indonesia sendiri sebagai anggota ASEAN termasuk salah satu pemrakarsa dari SEA NWFZ bersama-sama dengan Malaysia sudah menunjukkan kesungguhan dalam usaha pembentukan zona damai ini dengan meratifikasi traktat SEA NWFZ pada tanggal 2 April 1997 dengan UU no 9 tahun 1997.

7

Bantarto Bandoro (penyunting), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik,

Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, 1996 hal 133-135.

8

Prof. DR. Djuwono Sudarsono, et al, Peranan Indonesia di Asia Tenggara dalam Mewujudkan Gagasan ZOPFAN dan SEA NWFZ pada Periode Pasca Perang Dingin, Universitas Indonesia, Depok, 1993, hal 5.


(21)

Maka dengan melihat keadaan-keadaan seperti di atas, Penulis memutuskan untuk membuat suatu judul skripsi yaitu “Implementasi dan Implikasi Terhadap Pemberlakuan Zona Bebas Senjata Nuklir di ASEAN pada Umumnya dan Indonesia pada Khususnya”.

Adapun yang menjadi latar belakang penulis untuk memilih judul tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mempelajari usaha-usaha ASEAN dalam rangka mewujudkan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan Damai, Bebas dan Netral.

2. Untuk mempelajari dan memahami cita-cita dari pembentukan ZOPFAN. 3. Untuk mempelajari dan memahami hubungan antara ZOPFAN dengan SEA

NWFZ.

4. Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana aspek Hukum Organisasi dan SEA NWFZ.

5. Untuk mempelajari dan memahami penerapan SEA NWFZ di Indonesia, apakah masih efektif atau tidak.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan dan pengaturan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara setelah era pasca perang dingin?


(22)

2. Bagaimanakah efektivitas traktat SEA NWFZ itu di Indonesia setelah di ratifikasi pada tanggal 2 April 1997 dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1997?

3. Bagaimanakah implikasi hukumya serta implementasinya di Indonesia dan diantara negara-negara anggota ASEAN?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengatur kedudukan dan pengaturan Zona Bebas Nuklir Asia Tenggara

setelah era pasca perang dingin.

2. Untuk mengatur efektivitas traktat SEA NWFZ itu di Indonesia setelah di ratifikasi pada tanggal 2 April 1997 dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1997.

3. Untuk mengatur implikasi hukumya serta implementasinya di Indonesia dan diantara negara-negara anggota ASEAN.

Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis, yakni untuk pengembangan studi ilmu hukum selanjutnya khususnya di bidang Hukum Internasional yaitu Hukum Organisasi Internasional. Serta penulis berharap agar hasil penulisan skripsi ini dapat menambah khasanah kepustakaan Hukum Organisasi Internasional.

2. Manfaat secara praktis, yakni menjadi sumbangsih pada peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya untuk memahami prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ZOPFAN dan SEANWFZ serta implikasinya bagi


(23)

Indonesia secara khusus setelah ratifikasi dan negara-negara ASEAN pada umumnya.

3. Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penulisan skripsi ini juga adalah untuk menyelesaikan masa pendidikan penulis. Dan tentunya untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakulltas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. KEASLIAN PENULISAN

Sehubungan dengan judul skripsi ini, maka telah dilakukan pemeriksaan di arsip yang ada pada Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan, judul skripsi di atas tidak ada yang sama dengan judul skripsi lainnya baik yang ditulis sekarang maupun yang terdahulu.

Dengan demikian judul skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ditinjau dari judulnya maka mengandung makna sebagai berikut:

Implementasi, Dalam kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu). Pengertian yang sangat sederhana tentang


(24)

implementasi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones (1991), dimana implementasi diartikan sebagai "getting the job done" dan "doing

it". Tetapi di balik kesederhanaan rumusan yang demikian berarti bahwa

implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah. Namun pelaksanaannya, menurut Jones, menuntut adanya syarat yang antara lain: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources, Lebih lanjut Jones merumuskan batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan, sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.9

Implikasi mengandung makna keterlibatan atau keadaan terlibat; yang

termasuk atau tersimpul; yang disugestikan,tetapi tidak dinyatakan.10

Pemberlakuan mengandung makna proses, cara, perbuatan

memberlakuan.11

Zona Bebas Senjata Nuklir adalah kawasan tertentu di negara-negara yang berkomitmen untuk tidak memproduksi, memperoleh, tes, atau memiliki senjata nuklir. Saat ini terdapat lima zona, dengan empat di antaranya mencakup seluruh bumi belahan selatan. Daerah-daerah yang termasuk dalam perjanjian NWFZ meliputi: Amerika Latin (tahun 1967, Treaty of Tlatelolco), Pasifik Selatan (tahun 1985, Treaty of Rarotonga), Asia Tenggara (tahun 1995, Treaty of Bangkok), Afrika (tahun 1996, Treaty of Pelindaba) dan Asia Tengah (tahun 2006, Treaty of Semipalatinsk). Pasal VII dari The Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT), yang

9

Http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2008/12/implementasi-dan-monitoring-kebijakan.pdf.

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-3, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.

11 Ibid


(25)

mulai berlaku tahun 1970, menegaskan hak negara-negara tertentu untuk mendirikan zona bebas senjata nuklir. Majelis Umum PBB kembali menegaskannya pada tahun 1975 dan menjabarkan kriteria untuk zona tersebut. Di dalam perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir, negara-negara tersebut dapat menggunakan energi nuklir untuk tujuan damai.12

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations) merupakan sebuah

ini bertujuan untuk meningkatkan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan November.13

Umum mengandung arti mengenai seluruhnya atau semuanya; secara menyeluruh; tidak menyangkut yg khusus (tertentu) saja; untuk orang banyak; (untuk orang) siapa saja: khalayak ramai; tersiar (rata) ke mana-mana; (sudah) diketahui orang banyak.

14

Khusus mengandung arti khas; istimewa; tidak umum.15

12

13

14

Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit. 15 Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(26)

F. METODE PENULISAN

Dalam rangka untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan dalam penyusunan skripsi ini, dan agar suatu penulisan mempunyai suatu manfaat, maka penulis merasakan perlu adanya suatu metode tertentu yang dipakai dalam pengumpulan data guna mencapai tujuan dari penulisan itu sendiri.

Di dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode pengumpulan data yang bersumber dari perpustakaan, berbagai literatur dan berbagai media informasi yang ada, yang mengangkat permasalahan khusus mengenai judul skripsi ini.

Dengan melakukan suatu metode penggabungan data-data yang telah diperoleh melalui library research, yaitu dengan menggunakan buku-buku, literatur-literatur, data-data dari berbagai media informasi yang dapat mendukung selesainya penulisan skripsi ini.

Maka dengan demikian diharapkan dengan metode penggabungan pengumpulan data ini dapat membantu penulis dalam memahami permasalahan yang diangkat dan menjadi landasan pemikiran penulis dalam menganalisa permasalahan tersebut. Kiranya diharapkan tujuan untuk mendapatkan kebenaran akan jawaban yang sesungguhnya dari permasalahan yang telah penulis angkat dalam skripsi ini dapat tercapai dengan baik.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk menguraikan rangkaian materi dari skripsi ini penulis berusaha membuat suatu model-model penulisan sehingga menjadi suatu sistematika dari


(27)

skripsi ini. Tujuan dari penentuan model-model tersebut adalah untuk mempermudah penguraiannya dan sekaligus pula untuk pemahamannya.

Oleh karena itu penulis membagi skripsi ini ke dalam 5 Bab dan dilengkapi dengan sub-sub bab dari setiap babnya, yakni sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis hendak menguraikan beberapa uraian hal-hal yang bersifat umum, yaitu tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG SENJATA NUKLIR

Pada bab ini penulis mencoba menyampaikan dan menguraikan tentang sejarah penggunaan senjata nuklir, pengertian senjata nuklir internasional, ruang lingkup senjata nuklir serta tujuan penggunaan senjata nuklir.

BAB III: TINJAUAN TENTANG ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASIA TENGGARA

Pada bab ini terdiri dari 4 (empat) sub bab, yaitu: Latar Belakang Lahirnya Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara, Pengertian Tentang Zona Bebas Senjata Nuklir, Tujuan Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara, Elemen-Elemen Bagi Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara.


(28)

BAB IV: IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASEAN PADA UMUMNYA DAN INDONESIA PADA KHUSUSNYA

Pada bab ini terdiri dari 4 (empat) sub bab, yaitu: Hubungan Zopfan dengan SEA NWFZ, Ratifikasi Indonesia Terhadap SEA NWFZ, Implikasi Penerapan SEANWFZ bagi Negara-negara ASEAN Pada Umumnya dan Indonesia Pada Khususnya, Implementasi Penerapan SEANWFZ di ASEAN dan Indonesia .

BAB V: PENUTUP

Sebagai bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, maka pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.


(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SENJATA NUKLIR

A. Sejarah Tentang Penggunaan Senjata Nuklir

Pada masa antar telah bangkit menjadi terkenal dala beberapa imigran dan fisikawan lokal. Ilmuwan-ilmuwan ini telah mengembangkan alat dasar untuk riset nuklir --

zat-zat baru, termas16

Pemercepat partikel adalah sebuah alat yang menggunaka tinggi. Ada dua macam pemercepat artikel yaitu linear (lurus) dan sirkular. Sedangkan Radionuklida atau Radioisotop adalah

Radionuklida mampu memancarkaRadionuklida dapat terjadi secara

alamiah atau sengaja dibuat oleh radionuklida dengan proses aktivasi dilakukan dengan cara menembaki isotop stabil dengan neutron, sedangkan bahan yang disinari disebut target atau sasaran. Neutron yang ditembakkan akan masuk ke dalam intineutron dalam inti target tersebut bertambah. Peristiwa ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan inti atom sehingga berubah sifat menjadi radioaktif. Banyak isotop


(30)

buatan yang dapat dimanfaatkan antara lain Na-24, P-32, Cr-51, Tc-99, dan I-131.17

Berawal dari ilmuwan nuklir saat itu sepert

Ide Awal Dari Energi Nuklir Hingga Menjadi Senjata Nuklir

da percaya bahwa energi yang dilepas dalam fisi nuklir dapat digunakan dalam bom oleh Jerman. Mereka membujuk terkenal dunia dan juga pengungsi Yahudi untuk ikut dalam proyek tersebut. Untuk memperingatkan Presiden dikirimkan sebuah surat pada Sebagai balasan akan peringatan tersebut Roosevelt mendorong riset lebih lanjut menjadi keamanaan nasional implikasi fisi nuklir.

Roosevelt menciptakanchairmanship"

ketua

kecil pada

fisikawan nuklir yang lahir di Italia 1941, Roosevelt mengijinkan pengembangan senjata nuklir.18

Carnegie Institution Washington, mengatur daya ilmiah Amerika Serikat untuk mendukung perang.

17

http://id.wikipedia.org/wiki/Radioisotop


(31)

Laboratorium baru diciptakan, termas

juga mengambil alih proyek uranium. Pada

Proyek Uranium tidak mengalami kemajuan pada musim semi ketika kabar datang dari penghitungan Britania oleh Otto Frisch dan Fritz Peierls. Laporan tersebut, dipersiapkan oleh komite untuk "Scientific Survey of Air Warfare" di bawah G.P. Thomson, profesor fisika disotop dapat terfisi dari uranium, U-235, yang sangat sedikit dapat memproduksi ledakan yang sama dengan beberapa ratus ribu to

membangun senjata nuklir, Bush menciptakan komite khusus, Komite S-1, untuk membimbing usaha tersebut. Ini terjadi sehari sebelum Jepan Serikat.

Ilmuwan di departemen fisika

dan

sebuah senjata. Mereka harus belajar memisahkan Uranium 235 dari bijih uranium mentah (kebanyakan dari Uranium 238), dan mereka juga harus bisa bagaimana


(32)

menciptakan plutonium, sebuah unsur yang sangat jarang, dengan pengeboman Uranium alami (U-238) dalam sebuah reaktor dengan netron yang diproduksi oleh Uranium 235. Dimulai pada

Uranium 235 di di

memproduksi plutonium di19

Ketika AS masuk dalam PD II pada

sedang berjalan untuk menyelidiki pemisahan uranium 235 yang dapat difisikan dari uranium 238, pembuatan plutonium, dan kemungkinan tumpukan nuklir dan peledakannya.

Fisikawan dan penerima Nobe Laboratorium Metalurgis di Universitas Chicago pada awal tahun mempelajari kepada Dr. J. Robert Oppenheimer dari alih riset dalam penghitungan netron cepat, penting bagi kemungkinan sebuah dengan mengkoordinasi dan menghubungi beberapa grup fisikawan eksperimen yang tersebar di pelosok negara.

Pada musim se reaksi berantai berperilaku).


(33)

Untuk mereview hasil kerja ini dan teori umum dari reaksi fisi, Oppenheimer mengadakan belajar musim panas di sebuah bom fisi bisa terjadi. Para ilmuwan ini menyarankan bahwa reaksi tersebut dapat diawali oleh pembuatan sebuah cukup untuk menahannya - baik dengan menembakan dua massa subkritikal plutonium atau uranium 235 bersamaan atau dengan menghancurkan "imploding" sebuah bola kosong terbuat dari bahan tersebut dengan sebuah selimut peledak besar, (Serber memberikan kredit ide awal dari implosi kepada Tolman). Sampai jumlahnya dapat diketahui lebih lanjut, hanya ini yang dapat dilakukan.

Teller melihat kemungkinan lain: Dengan mengelilingi fisi bom dengan Konsep ini berdasarkan penelitian produksi energi dalam bintang-bintang yang dibuat oleh Bethe sebelum perang. Ketika gelombang detonasi dari bom fisi digerakan melalui campuran nuklei deuterium dan tritium, mereka akan memfusi menjadi satu untuk memproduksi energi yang lebih banyak dari yang dapat diproduksi oleh fissi, dalam proses untuk menciptakan cahaya dan panas.20

, menanyakan Presiden Roosevelt untuk menugaskan


(34)

operasi skala-besar yang dihubungi dengan proyek senjata nuklir yang dikembang untuk militer. Roosevelt memilih Angkatan Darat untuk bekerja dengan OSRD dalam membangun pabrik produksi, James Marshall untuk mengawasi konstuksi pabrik untuk memisahkan isotop uranium dan pemroduksian plutonium untuk bom tersebut.

Pada musim panas 1942, Kol. dari ketua konstruksi unt konstuksi

Hal pertama yang dia lakukan adalah mengganti nama proyek tersebut dengan sebutan The Manhattan District. Namanya berkembang dari kebiasaan Corps of Engineers menamakan distrik setelah nama markas besarnya (markas besar Marshall berada di kota New York). Pada saat yang bersamaan, Groves dipromosikan menjadi brigadir jenderal, yang memberikan dia kesempatan berhadapan dengan ilmuwan senior dalam proyek tersebut. Dalam seminggu sejak penunjukannya, Groves telah memecahkan masalah paling penting Proyek Manhattan.

Hambatan ilmiah utama yang pertama dipecahkan pada

berlokasi di stadion

kelompok yang dipimpi yang berkelanjutan. Sebuah panggilan telepon sandi dari Compton yang mengatakan, "Navigator Italia (Fermi) telah mendarat di Dunia Baru, penduduk aslinya bersahabat" kepada Conant di Washington, DC, menimbulkan berita bahwa percobaan itu berahasil. Inilah titik balik utama.


(35)

Enrico Fermi memenangi dalam pidato yang dilontarkan pada 1954 ketika dia pensiun sebagai Presiden dari :

“Saya sangat ingat di bulan pertama, Januari bekerja di Laboratorium Pupin karena banyak hal terjadi sangat cepat. Dalam periode itu, dan saya ingat suatu sor berkata bahwa Bohr telah membocorkan berita besar. Berita besar itu adalah tentang penemuan Kemudian, pada bulan itu juga, ada beberapa pertemuan di Washington di mana pentingnya penemuan baru tersebut dibicarakan dalam pembicaraan "semi-jocular" sebagai sumber yang memungkinkan dari21 Proyek Manhattan atau lebih formal, Manhattan Engineering District,

adalah sebuah percobaan dalam

keseluruhan oleh Jenderal berdasarkan fisi nuklir dapat dikembangkan dan bahwa

Meskipun proyek ini melibatkan lebih dari 30 tempat riset dan produksi yang berbeda, Proyek Manhattan sebagian besar proyeknya dilaksanakan di tiga tempat saintifik rahasia yang didirikan oleh kuasa


(36)

National Laboratory dibangun di atas sebuah "mesa" yang sebelumnya merupakan tempat Los Alamos Ranch School, sebuah sekolah swasta untuk remaja laki-laki. kawasan ini dipilih terutama karena sangat terpencil. mengambil alih lahan pertanian beririgasi, kebun buah-buahan, rel kereta dan dua komunitas petani, wilayah lebih dari 60.000 acre (243 km²) dari beberapa komunitas pertanian. Beberapa keluarga Tennessee diberi waktu dua minggu untuk mengosongkan tanah pertanian keluarga yang telah mereka tinggali selama beberapa generasi.

Keberadaan lokasi Los Alamos, Oak Ridge, dan Hanford dirahasiakan sampai akhir Perang Dunia II.

Proyek Manhattan menghasilkan rancangan, produksi, dan peledakan dari tiga bom nuklir pada Hanford, dites pada diledakan pada

disebut22

Pada 1945, Proyek ini mempekerjakan lebih dari 130.000 orang pada puncaknya dan menghabiskan hampir $2 milyar (2 milyar dalam dolar tahun 2004

berdasarka


(37)

Hanford,

23

B. Pengertian Senjata Nuklir Internasional

Treaty of Tlatelolco tahun 1967 mengenai kawasan bebas senjata nuklir di kawasan Amerika Latin dan Kepulauan Karibia memberikan definisi mengenai senjata nuklir yang tertuang di dalam article/pasal 3 (tiga) yang menyebutkan :

“For the purposes of this Treaty, a nuclear weapon is any device which is capable of releasing nuclear energy in an uncontrolled manner and which has a group of characteristics that are appropriate for use for warlike purposes. An instrument that may be used for the transport or propulsion of the device is not included in this definition if it is separable from the device and not an indivisible part thereof.”24

“Nuclear weapon or other nuclear explosive device means any weapon or other explosive device capable of releasing nuclear energy, irrespective of the military or civilian purpose for which the weapon or device could be used. The term includes such а weapon or device in unassembled or partly assembled forms, but does not include the means of transport or delivery of such a weapon or device if separable from and not an indivisible part of it”.

Di dalam Treaty of Semipalatinsk tahun 2006 untuk kawasan Asia Tengah juga memberikan definisi mengenai senjata nuklir yang terdapat dalam pasal 1 (satu) huruf b, yaitu :

25

“nuclear weapon means any explosive device capable of releasing nuclear energy in an uncontrolled manner but does not include the means of Di dalam Treaty on the Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone itu sendiri, pengertian dari senjata nuklir tertuang dalam Article 1 (c), yaitu :

23

http://id.wikipedia.org/wiki/Proyek_Manhattan#Sejarah

24

http://www.opanal.org/opanal/Tlatelolco/Tlatelolco-i.htm#b


(38)

transport or delivery of such device if separable from and not an indivisible part thereof”.26

C. Ruang Lingkup Senjata Nuklir

Kehadiran senjata nuklir dalam hubungan internasional telah mengubah tatanan dunia. Sejak bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki masing-masing 6 dan 9 Agustus oleh Amerika Serikat, banyak doktrin perang dan strategi hubungan internasional berubah. Senjata pamungkas ini mengubah wajah perang menjadi kehancuran umat manusia.

Gambaran jamur raksasa yang membumbung tinggi ke angkasa setelah jatuhnya bom atom itu mentransformasikan sebuah “perimbangan kekuatan” (balance of power) menjadi “perimbangan teror” (balance of terror). Pemilik nuklir tak bisa lagi menggunakan senjata terakhir ini untuk menyerang musuhnya bila negara sasaran memiliki senjata yang sama.

Amerika Serikat dan Uni Soviet telah menjadi kekuatan nuklir pertama yang saling berlomba mengungguli. Sifat perang berubah dari bentrokan militer konvensional yang melibatkan tank dan pesawat-pesawat tempur menjadi adu strategi nuklir. Karena skala kehancurannya yang mengerikan, maka kedua negara adidaya tidak berani memulai perang meski permusuhan ideologi diantara mereka sangat tajam. Maka berkembang pula strategi-strategi baru sejalan dengan perkembangan kualitas dan kuantitas senjata nuklir.


(39)

Menurut Morton H Halperin seperti dikutip Couloumbis, tujuan nasional, kemauan untuk mengerahkan kekuatan, kesiapan menerima kemungkinan perang besar dan pertimbangan politik domestik memberikan parameter bagi kebijakan nuklir. Jika terjadi krisis nuklir maka pertimbangannya adalah sejauh mana serangan pertama itu efektif. Namun dalam perkembangannya asumsi serangan pertama ini pun mengalami perubahan.27

Compellence (Pemaksaan) melukiskan tentang doktrin stratetgi Amerika Serikat saat superioritas nuklir dimilikinya. Strategi ini membuat senjata nuklir instrumen untuk mempengaruhi negara lain.

Disini kita dalam melihat ruang lingkup perubahan dalam perkembangan strategi nuklir yang dibagi menjadi tiga tahap, 1945-1962, 1962-1983 dan 1984- sekarang.

Diplomasi Koersif 1945-1962

Negara-negara yang menikmati superioritas militer terhadap lawannya sering berpikir bahwa senjata adalah instrumen diplomasi untuk tujuan mengubah perilaku negara lain. Amerika Serikat yang merupakan negara nuklir pertama menikmati kekuatan senjata ini sampai 1949 saat Uni Soviet meledakkan percobaan nuklirnya.

28

Untuk meraih kemenangan politik Menlu Amerika Serikat John Doster Dulles mempraktekan apa yang disebut brinkmanship yang melukiskan keinginan untuk mengejar tujuan Amerika Serikat sampai hampir batas perang dengan mengancam musuhnya menggunakan senjata nuklir.

27

Theodore A Couloumbis and James H Wolfe dalam Introduction to International Relations: Power and Justice. Englewood Cliffs, Prentice Hall, 1978, p.184.

28


(40)

Brinkmanship ini masuk akal tatkala Amerika Serikat menikmati superioritas nuklir. Praktek itu bagian dari strategi Amerika Serikat yang disebut massive retaliation (pembalasan besar-besaran). Praktek brinkmanship dan massive retaliation ini mencemaskan Uni Soviet.

Mutual Deterrence 1962-1983

Pada saat superioritas nuklir Amerika Serikat mengalami erosi, para pembuat kebijakan di Amerika Serikat mulai mempertanyakan asumsi mereka tentang penggunaan senjata nuklir untuk instrumen politik luar negeri. Setelah krisis rudal Kuba tahun 1962 yang nyaris mendorong Amerika Serikat dan Uni Soviet ke arah perang nuklir, Washington memikirkan kembali penggunaan senjata berbahaya ini.

Oleh sebab itulah kemudian berkembang pemikiran di Washington bahwa senjata nuklir ini dialihkan dari berpotensi dipergunakan sebagai senjata strategis menjadi senjata pencegah serangan. Perubahan kebijakan strategis ini dari compellence (pemaksaan) kedalam deterrence (penggetar/pencegah) adalah cara untuk mencegah lawan menggunakan apa yang ingin dilakukan pihak lainnya.

Pada periode ini kedua negara adidaya mengejar postur extended deterrence (penggetar yang diperluas) Tujuan strategi ini adalah mencegah serangan kepada pemilik nuklir tetapi juga sekutunya. Berkembanglah aliansi seperti terjadi di Eropa dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Mutual Assured Destruction

Para pengambil kebijakan terutama di Amerika Serikat menyebut mutual assured destruction (MAD) untuk menunjukkan perimbangan strategis yang


(41)

muncul selama tahun 1960-an dan awal 1970-an. Secara harfiah singkata itu bisa diartikan kehancura bersama yang disingkat mad (gila).

Istilah itu sebenarnya merujuk pada jalan buntu yang dialami dua negara adidaya dengan doktrin saling mencegah dalam penyerangan. Mereka kini berpikir bahwa keduanya bisa hancur sama-sama jika terjadi perang nuklir. Kesadaran ini menimbulkan perasaan bahwa jika perang nuklir terjadi tak ada yang bisa selamat.

Dengan situasi seperti ini, perdamaian – setidaknya stabilitas – merupakan produk kerawanan dari kedua pihak pemilik nuklir. Jika salah satu negara diserang maka imbalannya adalah kehancuran yang sama. Dengan demikian tidak ada yang selamat dari perang nuklir.

Menurut Couloumbis, MAD ini tergantung pada kemampuan kedua negara adidaya dalam menahan serangan nuklir pertama dan berkemampuan membalas sehingga menimbulkan “kerusakan yang tidak bisa diterima” oleh penyerangnya. Kalangan pakar strategis nuklir menyebutnya kemampuan membalas itu sebagai “kemampuan serangan kedua”.29

Dengan adanya doktrin seperti ini maka, kemampuan membalas serangan itu menjadi tumpuan sehingga harus kuat dan mobil. Hal ini ditujukan agar senjata nuklir bisa selamat dari serangan pertama. Sistem senjata ofensif memainkan peran penting. Kemudian berkembanglah apa yang disebut dengan MIRV (multiple independently targeted reentry vehicle). Ini adalah satu jenis rudal yang bisa melepaskan sejumlah hulu ledak termasuk hulu ledak tipuan. MIRV ini dapat

29


(42)

dipasang di rudal balistik antar benua atau rudal yang diluncurkan dari kapal selam.

Teori Utilisasi Nuklir (Nuclear Utilization Theory)

Hubungan politik diantara negara adidaya memburuk cepat pada awal 1980-an. Situasi itu mengubah kerja sama antar dua musuh besar ini menjadi konfrontasi. Kemudian muncul debat tentang peran dan tujuan senjata nuklir. Timbul pula pertanyaan apakah senjata nuklir masih bisa digunakan untuk bertahan atau mencegah serangan ?

Saat hubungan dua adidaya itu memburuk, di Amerika Serikat berkembang tentang cara terbaik melindungi kepentingan nasional melalui senjata strategis. Penganut MAD masih melanjutkan sikapnya untuk bersama-sama hancur jika terjadi perang nuklir. Namun kemudian muncul pula penganut teori utilisasi nuklir atau pendekatan NUT.

Pendekatan itu beranggapan senjata nuklir tak hanya digunakan sebagai pencegah tetapi juga digunakan dalam perang. Sikap ini perlu diambil, kata pendukung NUT, karena Uni Soviet siap perang nuklir dan memenangkannya. Dari Ofensif ke Defensif

Tantangan baru terhadap pemikiran strategis berkembang tahun 1983 saat Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan mengusulkan pertahanan yang berlandaskan angkasa luar dalam melawan rudal balistik.

Secara resmi kebijakan Reagan itu disebut Strategic Defense Initiative (SDI) atau Prakarsa Pertahana Strategis. Kebijakan baru itu malah lebih populer disebut Star Wars. Strategi pertahanan ini akan menggunakan teknologi canggih


(43)

untuk menghentikan laju rudal nuklir di angkasa luar sehingga, seperti dikatakan Reagan, membuat senjata nuklir “mandul dan ketinggalan jaman”.

D. Tujuan Senjata Nuklir

Berdasarkan uraian di atas, setelah berakhirnya era Perang Dingin, terjadi peruban-perubahan dalam menyikapi tujuan penggunaan senjata nuklir oleh kedua negara adidaya nuklir Amerika Seriakat-Uni soviet (sekarang Rusia). Perubahan-perubahan ini disesuaikan dengan tuntutan di era abad 21, yang lebih menitikberatkan penggunaan senjata nuklir untuk pertahanan yang berlandaskan angkasa luar dalam melawan rudal balistik.

Untuk tercapainya tujuan-tujuan baru tersebut maka Amerika Serikat dan Rusia menciptakan beberapa strategi-strategi perubahan, yaitu :

1. Amerika Serikat menggelar sejumlah strategi baru dalam memasuki abad ke-21. Diantara butir-butir strategi Amerika Serikat itu adalah :

− Menggerakkan strategi Amerika Serikat dari menyiapkan perang melawan Uni Soviet dan menggunakan senjata nuklir menjadi persiapan perang yang menggunakan senjata pamungkas.

− Menerima visi Eropa bebas nuklir.

− Menggantungkan diri pada pasukan, Amerika serikat mengupayakan perang jangka pendek.

− Amerika serikat memobilisasi struktur kekuatan perimbangan untuk menghadapi kekuatan yang akan muncul.


(44)

− Pengaturan apa yang disebut sebagai konflik intensitas menengah. 2. Rusia juga memikirkan strategi baru untuk menghadapi tatanan dunia baru

selepas Uni Soviet bubar :

− Menjamin adanya kontrol atas senjata nuklir.

− Menjamin tak ada kekuatan asing menyerang atau intervensi untuk memulihkan ketertiban.

− Memperkuat persemakmuran negara-negara merdeka (CIS) menjadi sebuah konfederasi yang terintgrasi.

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi Rusia itu dikembangkan pemikiran strategis baru:

− Para pemimpin Rusia akan tetap menjamin bahwa arsenal Rusia dapat diandalkan.

− Rekonstruksi angkatan bersenjata Rusia akan berusaha menghasilkan “militer yang lebih efisien tapi tak mengancam dunia”.

− Melindungi komando senjata strategis Rusia dan mencegah kehilangan kontrol atas senjata nuklir ke negara lain.

− Penekanan pada penggunaan senjata non nuklir yang canggih.

Senjata nuklir telah membawa perubahan dalam sejarah strategi negara adidaya dan negara nuklir lainnya seperti Inggris, Perancis dan Cina. Pada awalnya saat Perang Dunia I dan Perang Dunia II penggunaan senjata nuklir bertujuan untuk melengkapi armada persenjataan pasukan-pasukan yang terlibat dalam perang-perang tersebut guna bertujuan untuk memenangi perang bagi masing-masing pihak, hal ini tergambar pada Perang Dunia II di mana Amerika


(45)

Serikat berhasil membumihanguskan 2 (dua) kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom yang merupakan bagian dari senyawa nuklir itu sendiri. Kemudian, pada Perang Dingin juga menekankan penggunaan nuklir tetapi bisa mencegah terjadinya perang yang menakutkan itu.

Pasca Perang Dingin melahirkan berbagai doktrin strategis baru yang menekankan pada penggunaan senjata konvensional. Namun demikian sebagai salah satu senjata yang prestise, nuklir tetap dicari seperti terjadi pada negara nuklir baru yakni India dan Pakistan.

Menurut George F Kennan, mantan Dubes Amerika Serikat di Uni Soviet, potensi destruktif perang nuklir global sangat besar sehingga tidak ada alasan politik untuk membenarkannya.30

30

Ibid, p. 185.

Arnold J Toynbee berpendapat, pengembangan senjata nuklir mungkin membuat perang menjadi kuno sama seperti berburu makanan tiap hari menjadi tidak penting. Akhirnya, Liddle-Hart’s menegaskan, tujuan perang yang sah adalah perdamaian yang lebih baik. Pernyataan ini berarti perang pada era nuklir menjadi kehilangan kegunaannya sebagai instrumen kebijakan.


(46)

BAB III

TINJAUAN TENTANG ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASIA TENGGARA

A. Latar Belakang Lahirnya Zona Bebas Senjata Nuklir di Kawasan Asia Tenggara

Pada era pasca perang dingin, ada suatu kekhawatiran yang sangat menonjol yang dialami oleh masyarakat bumi, yaitu kekhawatiran akan terjadinya konflik nuklir (baik itu disengaja ataupun tidak sengaja), maupun menerima akibat dari radiasi nuklir yang mematikan sebagai akibat kecelakan atau kekhilafan yang terjadi pada instalasi nuklir. Anehnya kekhawatiran semacam ini tidak begitu saja mereda pada Era Pasca Perang Dingin. Kebocoran dan kecelakaan pada instalasi nuklir yang pernah terjadi kiranya cukup menjadi alasan terhadap kekhawatiran mereka semacam itu, belum lagi masih berlangsungnya percobaan-percobaan senjata nuklir. Hingga saat ini lebih jauh menuntut diciptakannya Kawasan Bebas Senjata Nuklir maupun bebas nuklir.

ASEAN sebagai suatu kawasan yang ikut merasakan kekhawatiran tersebut, merasa perlu untuk ikut serta memberi solusi untuk mengatasi kekhawatiran tersebut. Negara-negara ASEAN, sebagaimana diharapkan dalam deklarasi pembentukannya yaitu Deklarasi Bangkok 1967, selalu berupaya menjalin kerjasama intra-regional yang harmonis demi terciptanya stabilitas kawasan, serta bebas dari segala bentuk campur tangan dari luar. Untuk itulah


(47)

ASEAN berusaha untuk menciptakan suatu Kawasan Damai, Bebas dan Netral di Asia Tenggara.

ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) merupakan gagasan ataupun cita-cita dari negara-negara anggota ASEAN agar kawasannya tidak menjadi ajang pertikaian negara-negara besar, karena negara-negara ASEAN tidak mau melibatkan diri ataupun salah satu pihak yang terlibat pertikaian dikawasannya.

Dalam kaitannya dengan konsep Nuclear Weapon Free Zone ASEAN atau Zona Bebas Senjata Nuklir ASEAN, maka sesungguhnya konsep ini telah tercakup dalam konsep ZOPFAN ASEAN, seperti terlihat dalam Deklarasi Kuala Lumpur 1971 yang berkaitaan dengan NWFZ, yakni mengetahui tentang kecenderunagan yang penting menuju pembentukan zona-zona bebas nuklir, seperti di dalam perjanjian untuk larangan senjata nuklir di Amerika latin dan Deklarasi Lusaka yang memproklamasikan Afrika sebagai Zona Bebas Senjata Nuklir, guna peningkatan perdamaian dunia melalui pengurangan konflik dan ketegangan internasional.

Disamping itu juga, pada tahun 1975, sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa juga telah memberi definisi terhadap konsep Nuclear Weapon Free Zone, yaitu suatu kawasan atau zona senjata nuklir sebagai suatu ketentuan umum, akan dianggap setiap zona yang diakui oleh Majelis Umum PBB yang telah dibentuk oleh kelompok negara-negara maupun di dalam kebebasan melaksanakan kedaulatannya, diperkuat oleh suatu treaty atau konvensi dimana:


(48)

1. Telah ditentukan secara hukum tentang absensi total dari senjata nuklir wilayah yang bersangkutan, termasuk prosedur guna penentuan batas-batas zona tersebut.

2. Telah dibentuk suatu sistem internasional guna verifikasi dan kontrol untuk menjamin pelaksanaan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas.

Bagi negara-negara ASEAN sendiri, adanya kesadaran dan pemahaman yang semakin meluas dari pengertian NWFZ, kemudian telah pula menjadi pemikiran dan pembahasan dalam berbagai forum di antara negara-negara ASEAN. Konsep NWFZ Amerika Latin lahir pada tahun 1967 yang dikenal dengan Treaty Tlatelolco, telah menjadi bahan pembahasan dalam Konferensi ASEAN di Kuala Lumpur tahun 1971 ketika negara-negara ASEAN membicarakan konsep ZOPFAN. Akhirnya disepakati konsep NWFZ untuk dimasukkan sebagai bagian dari Deklarasi Kuala Lumpur 1971 mengenai konsep ZOPFAN ASEAN atau konsep NWFZ telah menjadi bagian dari konsep ZOPFAN bagi negara-negara ASEAN hingga kemudian lahirnya konsep Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) ini.

Didorong oleh rasa kekhawatiran akan meningkatnya kepemilikan dan penyebaran senjata nuklir, serta keinginan-keinginan negara-negara Asia Tenggara untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di kawasan dalam semangat hidup berdampingan secara damai dan saling pengertian dan mengingat pula Deklarasi Kawasan damai, bebas, dan netral (ZOPFAN) yang ditanda tangani di Kuala Lumpur pada tanggal 27 November 1971, maka negara-negara di Asia


(49)

Tenggara berkeyakinan bahwa pembentukan Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara sebagai komponen penting dari ZOPFAN, akan memberikan arti bagi peningkatan keamanan dan ketenteraman negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Dengan pertimbangan-pertimbangan diatas maka pada tanggal 15 Desember 1995, Treaty on the Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone (Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara) di Bangkok. Dan itulah pertama kalinya seluruh negara-negara di kawasan Asia Tenggara duduk bersama untuk menyusun dan sekaligus menandatangi sebuah perjanjian guna meningkatakan perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Kesepuluh negara Asia Tenggara yang dimaksud adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

B. Pengertian Tentang Zona Bebas Senjata Nuklir

Majelis Umum PBB dalam resolusinya No. 3472 B (XXX) memberi pengertian konsep zona bebas Senjata Nuklir sebagai berikut :

“ A nuclear-weapon-free zone shall, as a general rule, be deemed to be any zone, recognized as such by the united nations general assembly, which any group of states, in the free exercise of their sovereignity, has estabilished by virtue of a treaty for convention whereby :

(a) The Statute of total absensce of nuclear weapons to which the zone shall be subject, including the procedure for delimination of the zone, is defined ;


(50)

(b) An international system of verification and control is estabilished to guarantee compliance with the obligations deriving from that statute”.31

C. Tujuan Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara

Tujuan dari pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara dapat dibagi atas 2 hal :

1. Tujuan umum

1. Meningkatkan keamanan di kawasan Asia Tenggara dengan cara:

1) Mencegah segala bentuk penyebaran senjata-senjata nuklir seperti uji-coba, penggunaan, pembuatan, penerimaan, penyimpanan, pemilikan, pembangunan instalasi, penempatan dan penggelaran;

2) Memperkokoh semangat saling percaya dan meningkatkan hubungan yang lebih serasi antara negara-negara di dalam kawasan;

3) Mencegah serangan nuklir terhadap negara-negara di dalam kawasan atau dilibatkan dalam perang yang mempergunakan senjata nuklir; 4) Memajukan kerjasama yang sudah ada demi kesejahteraan

masing-masing negara di dalam kawasan, termasuk kerjasama pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai.

2. Memberikan sumbangan bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.


(51)

3. Sebagai salah satu upaya kearah tercapainya pelucutan senjata nuklir dalam rangka pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh dan juga pengawasan internasional yang efektif.

4. Mencegah pacuan/perlombaan senjata, termasuk senjata nuklir, di dalam kawasan karena dengan demikian sumber-sumber dana yang terbatas dapat dialihkan untuk keperluan pembangunan sosial/ekonomi masing-masing negara yang berada di dalam kawasan.

2. Tujuan khusus

1. Bagi ASEAN ada 2 hal yang ingin dicapai, yaitu :

1) Memberi isi konkrit kepada Deklarasi Kuala Lumpur 1971 mengenai ZOPFAN dan Deklarasi Bali 1976 mengenai ASEAN Concord.

2) Meningkatkan dan lebih memantapkan lagi hubungan yang ada dengan sesama negara anggota kawasan dalam rangka mengembangkan ketahanan nasional masing-masing Negara kearah terciptanya suatu ketahanan regional yang lebih mantap.

2. Bagi Indonasia :

1) Pengejewantahan daripada amanat yang terkandung dalam alinea 4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 “…melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

2) Menciptakan kondisi di kawasan Asia Tenggara yang lebih menunjang usaha pembangunan nasioanal Indonesia.


(52)

3) Memberi sumbangan bagi peningkatan ketahanan nasional.

4) Untuk lebih memantapkan Wawasan Nusantara dalam rangka pelaksanaan Hukum Laut Internasional.

D. Elemen-elemen Bagi Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir Di Kawasan Asia Tenggara

1. Delimitasi

Aplikasi dari perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir (ZBSN) mencakup wilayah darat, laut dan udara di mana Negara Zona melaksanakan kedaulatan atau kewenangan yang batas-batasnya diakui secara Internasional termasuk oleh konvensi hukum laut 1982.

Istilah Asia Tenggara ini pada hakekatnya mengandung 2 makna yaitu Asia Tenggara sebagaimana diwakili oleh ASEAN dan Asia Tenggara yang lebih luas secara geografis dimana ASEAN merupakan bagiannya. Dengan kata lain, maka perlu adanya penjelasan apakah pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir hanya akan meluputi wilayah ASEAN saja atau meliputi seluruh wilayah yang ada di Asia Tenggara sesuai dengan pemetaan politik yang ada.

Keinginan yang tampak ialah agar ZBSN meliputi semua Negara di Asia Tenggara dengan perimbangan agar perjanjian Zona Bebas tersebut akan lebih efektif dengan melihat kenyataan yang ada di kawasan ini. Keinginan ini untuk mengikut sertakan seluruh negara di Asia Tenggara adalah sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai pada pertemuan SOM ASEAN ke-9 tahun 1978 di Kuala Lumpur ketika membicarakan ide Denuklirisasi yaitu : “The geographical


(53)

extent of the concept should cover all South East Countries”. Ini berarti bahwa ZBSN akan mencakup ke-7 negara anggota ASEAN, Myanmar, Kamboja, dan Laos.

Bagaimanapun juga, perlu adanya penetapan mengenai batas-batas geografis dari ZBSN berupa penetapan titik-titik koordinat di darat dan di laut.

Dalam hubungan ini perlu diperhatikan pula mengenai masalah-masalah pengklaiman yang ada di kawasan ini seperti soal pulau Spratley dan Paracel dan yang lain-lain.

Demikian pula pulau-pulau yang ada di sekitar Indonesia yang berada di bawah kedaulatan negara-negara lain perlu mendapatkan perhatian. Pulau-pulau ini mungkin nantinya dapat ditetapkan kemudian sebagai “Additional Safety Areas”.

2. Hak dan Kewajiban Negara-negara Peserta Zona

Hak dan kewajiban negara-negara peserta Zona hendaknya mencerminkan tujuan pokok pembentukan Zona yaitu menjamin bahwa Zona yang dibentuk adalah betul-betul bebas dari senjata-senjata nuklir.

Dengan memperhatikan hasil-hasil studi mengenai Zona-zona Bebas Senjata Nuklir dan Traktat Tlatelolco, maka hak dan kewajiban negara-negara peserta konsep ZBSN tersebut akan meliputi hal-hal sebagai berikut :

a) Tidak akan menggunakan bahan-bahan, teknologi dan kemudahan-kemudahan nuklir dalam jurisdiksi masing-masing negara di kawasan kecuali untuk tujuan-tujuan damai;


(54)

b) Tidak akan mengadakan uji-coba, membuat dan memproduksi senjata-senjata nuklir;

c) Tidak akan menerima, menyimpan, memiliki instalasi dan menggelarkan senjata-senjata nuklir;

d) Negara-negara di dalam kawasan dapat mengadakan kerjasama pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai dan bekerjasama dengan negara-negara di luar zona yang memiliki teknologi untuk pengembangan tenaga nuklir untuk tujuan damai tersebut.

e) Setiap Negara di kawasan ZBSN dapat mengadakan peledakan nuklir untuk maksud-maksud damai.

3. Transit (Transport)

Bila perjanjian pembentukan ZBSN dikehendaki sumpah-sumpah efektif maka transit senjata-senjata nuklir seyogyanya juga dilarang.

Bagi negara-negara ASEAN (minus Brunei dan Vietnam) sikapnya telah jelas. Isi Guidelines yang telah disepakati dan yang telah dibawa ke KTT Bali tahun 1976 masih dianggap berlaku (valid). Dalam Guidelines paragraf 11 disebutkan :

“Prohibition of the use, storage, passage, or testing of nuclear weapons and their compenents within the zone”.32

Di Indonesia mengenai soal transit ini terdapat 2 pandangan, yaitu di satu pihak yang ingin melarang transit senjata-senjata nuklir dan di lain pihak ada yang


(55)

berpendapat bahwa hal ini harus dilihat secara realistis karena pelarangan tersebut akan menyulitkan perundingan. Oleh karenanya pandangan kedua berpendapat bahwa hak transit dapat diizinkan asalkan sesuai dengan Konvensi Hukum Lut PBB, dan dengan pengaturan maksimum untuk menjaga wibawa, dan keamanan serta kesejahteraan negara-negara di dalam Zona yang bersangkutan.

Dalam perjanjian “South Pasific Nuclear Free Zone” soal transit ini (dan soal ports callor visits) di serahkan kepada masing-masing Negara anggota Zona untuk memutuskan sendiri-sendiri (Artikel 5 ayat 2).

Meskipun dalam Traktat Tlatelolco pengaturan demikian tidak di cantumkan dalam traktat, tetapi dari proses perumusan traktat tersebut diperoleh penjelasan bahwa Traktat Tlatelolco juga menganut pendirian yang sama.

Alasan untuk tidak mencantumkannya ialah bahwa jika “Carier state ware one of the zonal state, transport prohibition would be covered by article I (6) of the treaty which prohibits any form of possession of any nuclear weapon, directly or indirectly, by the parties themselves, by any one their behalf or in any other way”. If the carier were a state not party to the treaty, transport would be identical with “transit”. In that case, the principles and rules of international law would have to apply, according to which it is the prerogative of the territorial state, in the exercise of its sovereighty, to grant or deny permission for transit”.33

33

Adanya Konvensi Hukum Laut dan kewajiban untuk mencegah penyebaran senjata nuklir (NPT) perlu dipertimbangkan dalam masalah transit ini.


(56)

4. Pangkalan Asing

Merupakan kenyataan pada waktu itu bahwa di Asia Tenggara ada pangkalan-pangkalan militer asing. Dalam Guidelines 10 yang disepakati pada tahun 1972, negara-negara ASEAN pada waktu itu telah sepakat bahwa “The absence of foreign military bases on the territories of zone parties” adalah penting dalam menciptakan KBSN. Hal ini sesungguhnya telah dinyatakan pula dalam Deklarasi Bangkok 1967 yang menganggap bahwa adanya pangkalan-pangkalan militer asing di Asia Tenggara tersebut adalah untuk sementara waktu.

5. Perjanjian Keamanan

Di antara negara-negara ASEAN maka Indonesia adalah satu-satunya anggota yang tidak mempunyai ikatan perjanjian pertahanan dengan negara-negara di luar kawasan (negara-negara-negara-negara yang mempunyai senjata nuklir).

Malaysia dan singapura terkait pada “ Five Power Defence Arrangement” dengan Selandia Baru, Australia dan Inggris.dalam Joint Communique yang dikeluarkan di London pada tanggal 16 April 1971 antara lain disebut :

“The Ministers also declared, in relation to external defence of Malaysia and Singapore, that in the event of any form of armed attack externally organized or supported or the threat of such attack against Malaysia of Singapore, their Governments would immediately consult together for yhr purpose of deciding what measures should be taken jointly or separately In relation to such attack or threat”.34

34

Jurnal Luar Negeri, No. III, Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia tenggara; Suatu Tinjauan, Jakarta, Maret 1986, hal. 79


(57)

Thailand dan Filipina mempunyai pengaturan pertahanan pula dengan Amerika Serikat. Demikian juga Vietnam dengan perjanjian persahabatannya dengan Uni Soviet.

Praktis pengaturan-pengaturan ini mempunyai kaitan dengan negara-negara senjata nuklir.

Menurut hasil studi para ahli, perjanjian-perjanjian keamanan dan pertahanan ini tidak akan menjadi penghalang bagi pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir asalkan tanggung jawab sebagai negara anggota Zona yang diutamakan. Dalam hal ini Indonesia berpendapat bahwa perjanjian keamanan tersebut haruslah di batasi dalam rangka hak bela diri dan tidak ada kaitannya secara langsung dengan persaingan dengan negara adikuasa, serta harus sesuai dengan tujuan pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir. Hal ini selaras dengan Guidelines (paragraf 9) yang menghendaki negara-negara ZBSN untuk tidak terlibat “ in any conflict of power outside the zone or from entering into any agreements which would be inconsistent with the objectives of the zone”.35

6. Jaminan keamanan

Negara-negara luar zona khususnya negara-negara senjata nuklir berkewajiban untuk memberikan jaminan bahwa mereka akan tetap menghormati status ZBSN dengan seksama, serta tidak akan menggunakan atau mengancam akan menggunakan atau mengancam menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara di dalam zona.

35


(58)

Di dalam Traktat Tlatelolco maupun South Pacific Nuclear Free Zone Treaty menuangkannya dalam bentuk Protokol; bedanya bahwa dalam Protokol 2 South Pacific dengan tegas disebutkan negara-negara penjamin, yaitu Perancis, Cina, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Soviet, sedang dalam Traktat Tlatelolco negara-negara tersebut tidak diperinci secara jelas satu persatu.

Jaminan keamanan sebaiknya diperluas hingga mencakup pula jaminan keamanan lingkungan terutama dengan lalu lalangnya kapal-kapal laut/udara yang membawa senjata nuklir.

Kemudian juga perlunya pengkajian jaminan apa yang dapat diberikan atas adanya serangan dengan menggunakan senjata konvensional terhadap sasaran bersenjata nuklir yang terjadi di dalam wilayah suatu negara anggota Zona.

Perumusan jaminan keamanan barulah dilakukan apabila telah ada kepastian dan kesatuan pendapat mengenai perjanjian pembentukan ZBSN.

7. Mekanisme Pengawasan

Perjanjian tanpa pengawasan yang efektif akan membuat perjanjian tersebut tidak berarti. Pengawasan diperlukan untuk memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan bahwa pihak-pihak yang terkait pada perjanjian menghormati dan mentaati segenap kewajibannya.

Ruang lingkup yang akan diawasi meliputi kewajiban para anggota Zona dan luar Zona yang terikat pada perjanjian. Pembentukan mekanismenya harus pula memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh para anggota Zona.


(59)

Pengawasan tidaklah terlalu sulit berhubung negara-negara Asia Tenggara telah menjadi pihak pada NPT kecuali Myanmar. Yang sulit ialah memonitor kegiatan negara-negara luar Zona, karena kemampuan yang terbatas yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara.

8. Tindakan-tindakan Dalam Hal Terjadinya Pelanggaran

Suatu prosedur yang memungkinkan penanggulangan segera terhadap pelanggaran-pelanggara ZBSN perlu diciptakan, baik langkah-langkah intern oleh negara-negara peserta maupun penggunaan organ-organ internasional yang relevan seperti Majelis Umum, dewan Keamanan PBB dan IAEA.

Prosedur yang demikian perlu dirundingkan bersama-sama di kalangan negara-negara bakal menjadi anggota, dengan memperhatikan ciri-ciri kawasan Asia tenggara dan hubungan-hubungan yang ada.


(60)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI TERHADAP PEMBERLAKUAN ZONA BEBAS SENJATA NUKLIR DI KAWASAN ASEAN PADA

UMUMNYA DAN INDONESIA PADA KHUSUSNYA

A. Hubungan ZOPFAN Dengan SEANWFZ

1. ZOPFAN dan SEANWFZ Menurut Hukum Internasional

Menurut J. G. Starke bahwa Hukum Internasional dipisahkan kedalam Hukum Internasional Umum dan Hukum Internasional Regional. Yang dimaksud dengan Hukum Internasional Umum ialah peraturan yang dilaksanakan secara universal sedangkan Hukum Internasional Regional ialah peraturan-peraturan yang tumbuh pada suatu bagian dunia tertentu mengenai hubungan negara-negara yang terdapat disana, tanpa harus menjadi peraturan yang bersifat universal, misalnya “Hukum Internasional Amerika Latin” dengan peraturan-peraturan khusus mengenai suaka Diplomatik, yang dipersoalkan Mahkamah Internasional dalam “Coulombian Peruvian Asylum Case” tahun 1950 (I.C.J.Report 1950).

Menurut keputusan ini, maka :

a) Peraturan-peraturan regional tidak perlu lebih rendah derajatnya dari peraturan-peraturan Hukum Internasional umum, tetapi dapat bersifat “menambah” (complementary) atau “berhubungan (correlated) dengan peraturan Hukum Internasional Umum, dan

b) Pengadilan Internasional harus memakai peraturan-peraturan regional itu mengenai hubungan negara-negara dalam region itu, asalkan


(61)

peraturan-peraturan regional telah dibuktikan dengan wajar di depan pengadilan tersebut.36

Sejalan dengan pendapat diatas Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja memberikan pandangan mengenai Hukum Internasional, sebagai berikut :

“Adanya lembaga-lembaga internasional regional demikian disebabkan oleh keadaan yang khusus terdapat di bagian dunia itu. Akan tetapi walaupun menyimpang, Hukum Internasional Regional itu tidaki usah bertentangan dengan Hukum Internasional yang berlaku umum. Bahkan adakalanya suatu lembaga atau konsep hokum yang mula-mula timbul dan tumbuh sebagai suatu konsep atau lembaga internasional regional, kemudian diterima sebagai bagian dari Hukum Internasional Umum”.37

1) Artikel VII NPT (Non-Proliferarion mTreaty) mengatakan bahwa “Nothing in this treaty affects the right of any groups of states to conclude regional treties in order to ensure the total absence of nuclear”. Dimuatnya ketentuan ini dalam NPT adalah prakarsa negara-negara Amerika Latin yang telah berhasil merumuskan Traktat Tlatelolco yang telah menciptakan “Nuclear Weapon Free Zone” di Amerika Latin.,

Adapun yang menjadi dasar atau landasan hukum pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir adalah :

2) Paragraf 60-62 Dokumen Final Sidang Khusus Pertama Majelis Umum PBB mengenai Pelucutan Senjata.

3) Resolusi Majelis Umum PBB No. 3472 B (XXX) tanggal 11 Desember 1975. Maka dapat di lihat bahwa ZOPFAN dan SEANWFZ merupakan tata pengaturan regional yang dilahirkan oleh Badan Regional (dalam hal ini ASEAN),

36

J.G. Starke, An Introduction to International Law, Pengantar Hukum Internasional, saduran F. Iswara, SH, LLM, Edisi IV, Alumni, Bandung, 1972, Hal. 3

37

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung, 1989, Hal.7.


(62)

dalam mengatur kestabilan dan keamanan internasional yang berlandaskan pada tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB serta Dasa Sila Bandung dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan perselisihan di Kawasan Asia Tenggara sebelum mengajukannya kepada Dewan Keamanan PBB dan hal ini juga merupakan kontribusi berharga bagi Hukum Internasional yang benar-benar universal.

2. Tinjauan Terhadap ZOPFAN dan SEANWFZ Dilihat dari Aspek Hukum Organisasi Internasional

Sebelum melangkah lebih lanjut mengenai aspek Hukum Organisasi atas ZOPFAN dan SEANWFZ, maka kita perlu kembali kepada pengertian Organisasi Internasional itu sendiri.

Menurut N.A. Maryan Green, mengatakan :

“Organisasi Internaasional adalah organisasi yang dibentuk dengan suatu perjanjian dengan tiga negara atau lebih merupakan pihak-pihak”.

Satu organisasi pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang menurut hukum dipisahkan dari setiap organisasi lainnya, dan terdiri dari satu badan atau lebih. Yang dimaksud badan adalah suatu kumpulan berbagai wewenang yang dekelompokkan dalam satu nama.

Bagi organisasi-organisasi internasional yang dibentuk atau didirikan melalui perjanjian, diperlukan negara-negara sebagai pihak bukannya pemerintah, karena pemerintah hanya bertindak atas nama negara. Setelah menjadi pihak dalam suatu perjanjian, suatu negara akan menerima kewajiban-kewajiban yang pelaksanaannya akan dilakukan oleh pemerintah negara itu dan bukan negara


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Senjata nuklir pertama kali lahir antara masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II, yang dipelopori oleh Amerika Serikat yang saat itu bangkit menjadi terkenal dengan fisika nuklirnya, yang didorong oleh hasil kerja dari beberapa imigran dan fisikawan lokal. Awalnya penggunaan nuklir tersebut hanya sebagai sutau riset terhadap unsur kimia yang berguna untuk kemajuan dalam ilmu pengetahuan, tetapi adanya isu yang berhembus bahwa jerman menggunakan teknologi nuklir ini untuk senjata, maka Amerika Serikat pun menjadi sangat genjar untuk membuat senjata nuklir tersebut. Hal yang juga membuat Amerika Serikat menjadi semakin gigih menciptakan senjata nuklir setelah di bombardirnya pangkalan Amerika Serikat di kepulauan Hawaii yaitu Pearl Harbor oleh Jepang, yang dianggap sebagai suatu tamparan terberat bagi Amerika Serikat sendiri.

2. Bukti penggunaan senjata nuklir telah berhasil diciptakan adalah saat Amerika Serikat melakukan serangan balasan terhadap Jepang dengan menggunakan bom atom yang merupakan senyawa dari nuklir tersebut di dua kota yaitu, bom uranium disebut


(2)

dan bom plutonium disebut

3. Runtuhnya Uni Soviet sebagai simbol komunisme telah mengakibatkan berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. Era pasca perang Dingin ini telah membawa beberapa implikasi di berbagai bidang baik di tingkat global maupun regional. Pada tingkat regional tersebut antara lain dapat dilihat ASEAN sebagai salah satu kawasan di dunia yang juga terpengaruh oleh adanya perubahan yang fundamental dan strategis yang terjadi sebagai akibat berakhirnya perang dingin tersebut. Dari penandatanganan Treaty Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995, oleh sepuluh Negara yaitu : Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar dan Laos. Dengan ini terlihat negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara secara bersama-sama mendambakan Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan yang bebas dari senjata nuklir.

4. Sebagai suatu usaha legitimasi terhadap Traktat SEANWFZ, Indonesia telah meratifikasinya dengan UU nomor 9 tahun 1997 tentang Pengesahan Treaty on The Southeast Asian Nuclear Weapon Free Zone (Traktat kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara), Lembaran Negara RI tahun 1997 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3675. Dengan diratifikasinya traktat ini maka Indonesia telah menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia cinta damai, sehingga kelak hal ini bisa bermanfaat baik bagi usaha-usaha dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.


(3)

5. Membangun ketahanan nasional melalui ketahanan regional berarti membangun kemampuan nasional menghadapi tantangan dan gangguan terhadap stabilitas nasional. Pembangunan ketahanan nasional adalah usaha mengintegrasikan semua sektor atau aspek kehidupan nasional sehingga menjadi kekuatanyang dinamis dan tangguh untuk menegakkan kedaulatan bangsa. Sehingga secara hokum penerapan juridiksi bangsa di wilayah sendiri bisa lebih terjamin.

B. Saran

1. Bagi ASEAN sebagai bukti dari benar-benar telah diterapkannya Treaty of SEANWFZ ini maka implementasi lanjutannya adalah dengan menciptakan suatu lembaga di ASEAN yang bertugas sebagai pengawasan terhadap negara-negara ASEAN agar tidak berusaha menciptakan senjata Nuklir.

2. Untuk benar-benar berjalannya dari Treaty of SEANWFZ maka negara-negara ASEAN harus meratifikasi dari Treaty of SEANWFZ tersebut sebagai bukti keseriusan negara-negara ASEAN dalam menciptakan kawasan bebas dari senjata nuklir tersebut.

3. Selain bentuk ratifikasi tersebut juga harus dibarengi dengan realisasi dari ratifikasi negara-negara ASEAN sebagai bentuk konsistensi bahwa tidak akan menggunakan senjata nuklir dan hanya menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Bantoro Bandoro (Penyunting), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, CSIS (Center Strategyc for International Study), jakarta, 1996

Djuwono Sudarsono, et al, Peranan Indonesia di Asia Tenggara dalam Mewujudkan Gagasan ZOPFAN dan SEA NWFZ pada Periode Pasca Perang Dingin, Universitas Indonesia, Depok, 1993.

J.Soedjati Djiwandono, ZOPFAN, Is It Still Relevant?, CSIS (Center Strategyc for International Study), jakarta, 1991

J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 J.G.Starke, An Introduction to International law, Pengantar Hukum Internasional,

saduran F. Iswara, Edisi IV, Alumni, Bandung 1972.

Mochtar Kusumaatmadja, Politik Luar Negeri dan Pelaksanaannya Dewasa Ini, Editor Edy Darmian dan Budiono Kusumohamidjojo, Bandung, 1983 ____________________, Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional,

P.T.Alumni, Bandung, 2003

Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005

Sumaryo Suryokusumo, Politik Luar negeri Indonesia dalam Menghadapi Pekembangan Afrika, Alumni, bandung, 1985.

___________________, Hukum organisasi Internasional, UI-Press, Depok, 1990. Syamsu Suryadi, Et Al, Prospek Didirikannya Southeast Asian Nuclear Weapon

Free Zone, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, 1990.

Theodore A Couloumbis and James H Wolfe, Introduction to International Relations: Power and Justice. Englewood Cliffs, Prentice Hall, 1978.


(5)

B. Sumber Hukum Nasional

Undang-Undang Dasar 1945, Tim Redaksi Fokusmedia, Anggota IKAPI, Bandung.

Undang-Undang No. 9, Pengesahan Treaty of SEANWFZ, Tahun 1997. Undang-Undang No. 10, Ketenaganukliran, Tahun 1997.

C. Sumber Hukum Internasional Declaration of ASEAN Concord 1976

Kuala Lumpur Declaration (zone of Peace, Freedom and Neutrality 1971)

The Treaty for The Prohibition of Nuclear Weapons in Latin America and The Caribbean (Treaty of Tlatelolco) 1967

Treaty of Bangkok 1995 Treaty of Semipalatinsk 2006

General Assembly Resolution of United Nation No. 3472 B (XXX) 1975 D. Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemercepat_partikel http://id.wikipedia.org/wiki/Radioisotop

http://id.wikipedia.org/wiki/Proyek_Manhattan#Lihat_pula http://cns.miis.edu/stories/pdf_support/060905_canwfz.pdf http://disarmament.un.org/TreatyStatus.nsf/

http://www.opanal.org/Docs/UN/UNAG30res3472i

http://www.deplu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang


(6)

E. Lain-lainnya

Jurnal Luar Negeri, No. III, Pembentukan Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia tenggara; Suatu Tinjauan, Jakarta, Maret 1986.

Kompas Online, 13 April 1997, Kawasan Bebas Senjata Nuklir.

Suara Pembaruan Online, 4 Maret 1997, Empat Fraksi di DPR Setuju RUU Kawasan Bebas Senjata Nuklir.