UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.4  Kualitas  Penggunaan  Antibiotik  Pada  Pasien  Bedah  Apendik  Tahun 2012
5.4.1 Jenis Terapi Tabel 6. Kualitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Terapi
Jenis terapi n
ADE Antimicrobial Drug Empiric 190
87.15 ADDAntimicrobial Drug Defenitife
28 12.84
Total 218
100 Berdasakan  pada  tabel  diatas  menunjukkan  bahwa  jenis  terapi  yang
digunakan,  87.15    adalah  terapi  antibiotik  dengan  indikasi  yang  belum diketahui jenis infeksinya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.4.2 Kategori Gyssens Tabel 7.
Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Gyssens
D
Dari  hasil  analisa  data  hanya  terdapat  beberapa  kategori  gyssens  yang dapat  di  analisis  yaitu  kategori  VI,  IVC,  IVA,  IIA,  0,  dari  pemilihan  data
tersebut dapat di analisa karena data tercatat sedangkan pemilihan kategori V,  IVD,  IVB,  IIIB,  IIIA,  IIC,  IIB,  I  tidak  di  temukan  data  sesuai  dengan
kategori tersebut. Berdasarkan  dari  tabel  diatas  menunjukkan  hasil  bahwa  penggunaan
antibiotik yang paling banyak menunjukkan hasil termasuk dalam kategori 0 atau penggunaan antibiotik rasional sebesar 82.53.
Kategori Kriteria Gyssens
n
VI Data penggunaan antibiotika tidak lengkap
dan tidak dapat dievaluasi 1
0.30
IVC Ada antibiotik yang lebih murah
7 2.10
IVA Ada antibiotik lain yang lebih efektif
3 0.90
IIA Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
47 14.15
Penggunaan antibiotik tepatbijak 274
82.53 Total
332 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.5 Pembahasan 5.5.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan  dalam  penelitian  adalah  data  yang  diambil  dalam  penelitian ini  merupakan  data  sekunder  berupa  data  rekam  medik  pasien  bedah  apendik
tahun  2012,  sehingga  kemungkinan  peneliti  kesulitan  dalam  menganalisa beberapa data yang diperlukan misalnya tidak ada hasil kultur bakteri.
5.5.2  Hasil  Analisa  Data  Berdasarkan  Karakteristik    Dan  Rute  Pemberian Pasien Bedah Apendik Di RSUP Fatmawati Tahun 2012
Dari  hasil  penelitian  yang  didapat  bahwa  penggunaan  antibiotik  yang paling  banyak  berdasarkan  jenis  kelamin  di  RSUP  Fatmawati  adalah  laki-laki
sebanyak  42.20.  Dan  penggunaan  antibiotik  berdasarkan  umur  yang  paling banyak  adalah  pada  dewasa  18-60  th  hasil  penelitian  yang  didapat
dikarenakan  pola  makan  yang  tidak  sesuai  sehingga  menyebabkan  banyak terdapat apendiktomi pada usia dewasa.
Bedasarkan  hasil  penelitian  jenis  penggunaan  antibiotik    dan  rute pemberian  antibiotik  yang  didapatkan  bahwa  antibiotik  ceftriaxone  paling
banyak  digunakan  dengan  dan  rute  pemberian  antibiotik  melalui  IV  banyaknya hasil  yang  didapat  karena  berdasarkan  formularium  RSUP  Fatmawat  antibiotik
ceftriaxone  merupakan  antibiotik  yang  paling  aman  di  gunakan  untuk  tindakan pembedahan atau operasi, berdasarkan literature dari permenkes bahwa antibiotik
ceftriaxone  ialah  antibiotik  golongan  sefalosporin  generasi  ke  tiga  dengan mekanisme  kerja  menghambat  dinding  sel  bakteri  dengan  aktivitas  lebih  besar
dari sefalosporin generasi kedua terhadap bakteri Gram-negatif tertentu. Namun, mereka  kurang  aktif  dari  cefuroxime  terhadap  bakteri  Gram-positif,  terutama
Staphylococcus  aureus.  Spektrum  antibakteri  luas  mereka  dapat  mendorong superinfeksi  dengan  bakteri  resisten  atau  jamur.  Kemampuan  ceftriaxone  untuk
berpenetrasi  keseluruh  jaringan  dijadikan  pertimbangan  dalam  pemilihan antibiotika,  sehingga  dapat  digunakan  sebagai  terapi  penanganan  infeksi  berat
termasuk infeksi pada bedah apendik. Untuk  jenis  antibioktik  metronidazole  dengan  mekanisme  kerja  obat  yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktif  terhadap  protozoa  menjadi  pertimbangan  yang  paling  mendasar,  sehingga obat  ini  diindikasikan  untuk  infeksi  intra  abdomen  anaerob  Katzung,  2007.
Kombinasi  dengan  antibiotika  golongan  sefalosporin  atau  carbapenem diharapkan mencapai target terapi yang lebih luas dan efek kerja yang maksimal,
karena mekanisme kerja obat ini melalui penghambatan sintesis DNA protozoa, sehingga  menyebabkan  kematian  sel.  Untuk  antibiotik  Ciprofloxacin  dan
levofloxacin  adalah  golongan  kuinolon.  Perbedaan  antara  levofloxacin  dan ciprofloxacin  adalah  ciprofloxacin  termasuk  agen  yang  kuat  terhadap  gram
negative,  sedangkan  levofloxacin  mempunyai  potensi  dua  kali  lipat  terhadap gram positif. Obat golongan fluorokuinolon diindikasikan untuk infeksi jaringan
lunak,  tulang  dan  persendian,  infeksi  intra-abdominal,  infeksi  saluran  nafas  dan infeksi  yang  disebabkan  oleh  bakteri  yang  banyak  resisten  terhadap  antibiotika,
seperti Pseudomonas sp Katzung, 2007. Antibiotik  Fofosmicin  Na  termasuk  golongan  antibiotika  baru  dengan
struktur  kimia  yang  lebih  sederhana  dari  antibiotika  lainnya  dengan  mekanisme kerja  menghambat  sintesis  dinding  sel  bakteri.  Mekanisme  penghambatan
melalui tahap paling awal dari sintesis dinding sel bakteri Katzung, 2007. Obat ini aktif terhadap P. aeruginosa, Serratia marescen, S. aureus, E. coli dan bakteri
patogen yang resisten multiobat. Antibiotika ini diindikasikan untuk pencegahan infeksi dari pembedahan abdomen. Penggunaan fosmicin sangat terbatas karena
mempertimbangkan  efek  samping  yang  ditimbulkan  yaitu  meningkatkan  kerja enzim  hati,  sehingga  obat  ini  dikontraindikasikan  untuk  pasien  dengan
penurunan  fungsi  hati.  Pertimbangan  lain  adalah  karena  harga  fosmisin  relatif tinggi  dan  sekarang  ini  masih  berpotensi  tinggi  terhadap  berbagai  jenis  bakteri,
sesuai  dengan  peta  kuman  yang  ada  di  ruang  perawatan  ICU  RSUP  Fatmawati selama periode penelitian.
Penggunaan  antibiotik  berdasarkan  lamanya  terapi  antibiotik  profilaksis terdapat  pemberian  antibiotik  profilaksis  selama  30  menit  1  jam.  Dari  hasil
tersebut perlu kita ketahui bahwa prinsip penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat  dalam  pemilihan  jenis  juga  mempertimbangkan  konsentrasi  antibiotik
dalam  jaringan  saat  mulai  dan  selama  operasi  berlangsusng.  Dan  juga  dalam pemilihan antibiotik profilaksis  harus sesuai dengan sensitivitas dan pola bakteri