Kemudian, penulis langsung menanyakan pertanyaan selanjutnya kepada Bapak M. Syahdar D.H. yaitu: Bagaimana mekanisme prosedur Standard
Operating Procedures dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan Pedagang Kaki Lima ini yang meliputi Juklak Petunjuk Pelaksanaan dan Juknis Petunjuk
Teknis? Beliau menjawab: “Kebijakan untuk mengelola Pedagang Kaki Lima di depan Rumah Sakit
Santa Elisabeth ini dilakukan secara spontanitas dan merupakan inisiatif dan program khusus dari Bapak Walikota mengingat kondisi Pedagang Kaki
Lima yang sudah tidak teratur lagi, tidak mematuhi peraturan yang berlaku, dan kebanyakan dari para Pedagang Kaki Lima itu bukan warga Kota
Medan. Kemudian program ini diserahkan kepada Asisten Perekonomian dan Pembangunan, yang selanjutnya diserahkan kepada Bagian
Administrasi Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kota Medan yang bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Kota Medan, Kecamatan Medan Maimun, dan Kelurahan Jati untuk memberikan bimbingan kepada Koperasi Pedagang Kecil Warkop
Ahmad Yani mengenai manajemen koperasi.
Wawancara dilakukan pada tanggal 2 Maret 2010 Penjelasan di atas menunjukkan tidak adanya mekanisme prosedur dalam
pelaksanaan kebijakan pengelolaan Pedagang Kaki Lima ini, karena kebijakan dibuat berdasarkan inisiatif Walikota Medan yang selanjutnya pelaksanaannya
diserahkan kepada bawahan-bawahannya.
3. Sumber Daya
Mengipmplementasikan kebijakan dengan cermat, jelas dan konsisten tidaklah cukup untuk menghasilkan implementasi yang efektif tanpa didukung oleh
sumber daya. Sumber daya yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan pengelolaan Pedagang Kaki Lima adalah sumber daya manusia sebagai pelaksana
kegiatan, sumber pendanaan yang mendukung kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang
Universitas Sumatera Utara
mendukung dalam pelaksanaan kegiatan. Sumber daya manusia sebagai pelaksana dalam implementasi kebijakan ini adalah Pemerintah Kota Medan, pelaksana atau
penanggung jawab kebijakan pengelolaan, dan Pedagang Kaki Lima itu sendiri. Adapun wawancara yang dilakukan yaitu berkaitan dengan sumber dana
pelaksanaan tindakan pengelolaan Pedagang Kaki Lima PKL di Kota Medan. Penulis memilih Bapak Ismail M. Ali. Beliau merupakan Ketua Koperasi Pedagang
Kecil Warkop Ahmad Yani Medan sebagai salah satu informan kunci karena beliau dianggap orang yang lebih mengetahui kondisi Pedagang Kaki Lima di depan
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan secara umum termasuk tentang proses implementasi kebijakan pengelolaan Pedagang Kaki lima. Beliau menjawab:
“Sejauh ini, bantuan yang diterima adalah dari Perusahaan Gas Negara dalam bentuk pemberian gerobak sebanyak 42 unit dan bantuan dari PT
Bank Sumut dalam bentuk bantuan dana. Pembelian dan pemasangan tenda masih ditanggung oleh masing-masing pedagang, namun tenda harus
seragam. Secara rinci, dalam pembelian dan pemasangan tenda, setiap pedagang dipungut biaya sejumlah Rp 1,500,000.00 untuk tenda ukuran 2
meter dan Rp 1,900,000.00 untuk tenda ukuran 3 meter. Sedangkan dalam melakukan kegiatan pengelolaan para Pedagang Kaki Lima sehari-hari,
saya masih menggunakan simpanan koperasi yang telah dikutip dari setiap pedagang yaitu berupa simpanan pokok dan simpanan rutin serta dana
pribadi saya sendiri yang nantinya akan diganti oleh para Pedagang Kaki Lima sebagai anggota koperasi pada rapat koperasi berikutnya”.
Wawancara dilakukan pada tanggal 25 Februari 2010 Dari penjelasan Bapak Ismail di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi
Pemerintah Kota Medan dalam memberikan bantuan pendanaan masih kurang. Dana yang digunakan dalam mengelola Pedagang Kaki Lima tersebut masih berasal
dari dana pribadi setiap pedagang. Kemudian, penulis melanjutkan wawancara kepada para Pedagang Kaki
Lima Bapak Hamdani, Yusri, dan Ibu Sitanggang mengenai fasilitas yang telah
Universitas Sumatera Utara
diberikan Pemerintah Kota Medan setelah dilaksanakannya tindakan pengelolaan. Mereka menjawab dengan jawaban yang sama, yaitu:
“Sejauh ini kami masih menerima bantuan dalam bentuk gerobak dari Perusahaan Gas Negara. Kami sangat berharap Pemerintah Kota Medan
dapat membantu kami dalam hal permodalan, seperti memberikan bantuan kredit”.
Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Februari 2010 Dari penjelasan para Pedagang Kaki Lima di atas terlihat jelas bahwa
fasilitas yang sangat mereka butuhkan sekarang adalah bantuan dalam bentuk kredit usaha yang dapat mereka jadikan sebagai modal usaha. Karena mereka belum
pernah mendapatkan program bantuan dalam bentuk kredit usaha mengingat tidak adanya jaminan yang dapat mereka berikan sebagai syarat untuk mengajukan kredit.
4. Komunikasi