Kajian Teori TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Lingkungan Lingkungan adalah kesatuan ruang suatu benda, daya , keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut Hadi 2005, aspek lingkungan meliputi : a. Lingkungan keluarga Lingkungan yang pertama berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara atau kerabat dekat yang tinggal serumah. Lingkungan keluarga merupakan bentuk kecil dari masyarakat dan kehidupannya, dimana pandangan anak dalam masyarakat akan dipengaruhi oleh pola dalam keluarga tersebut Hadi, 2005. Keluarga merupakan kunci penting anak dalam berperilaku karena di dalam keluarga inilah norma dan nilai akan ditanamkan kepada anak. Di dalam keluarga, anak diajarkan kemampuan untuk menahan perilaku negatif yang akan diterimanya dalam pergaulan. Perlakuan yang diterima anak dalam keluarga baik dari orang tua maupun saudara turut membentuk perilaku anak di sekolah maupun masyarakat. Oleh karena itu, sudah merupakan keharusan untuk 5 commit to user membentuk iklim keluarga yang kondusif bagi pembentukan perilaku anak Frutos, 2013. b. Lingkungan sekolah Sekolah merupakan tempat anak melakukan kegiatan belajar. Sekolah adalah sarana untuk menimba ilmu, wawasan dan menciptakan lingkungan pembelajaran dengan guru sebagai mediatornya. Di sekolah, anak belajar berinteraksi dengan orang lain, baik guru maupun teman Hadi, 2005; Usman, 2013. Iklim sekolah mengacu pada kulaitas dan karakter dari kehidupan sekolah. Iklim sekolah yang positif mendorong terbentuknya pelajar yang produktif dalam masyarakat, karena di sekolah ditanamkan nilai, norma, dan harapan yang mendukung pelajar dalam kehidupan sosial Frutos, 2013. c. Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di sekitar individu yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Seseorang yang tinggal di suatu daerah tidak akan lepas dari interaksi dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya Hadi, 2005. Perilaku anak-anak dipengaruhi oleh lingkungan masyarakatnya. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi perilaku anak adalah teman sebaya, adat istidat dan pola kehidupan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan 6 commit to user seseorang yang berperiaku baik pula Frutos, 2013; Magklara et al, 2012. 2. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Lingkungan adalah kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial Tu’u, 2004. Lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga pendidikan formal yang memberikan pengaruh pembentukan sikap dan pengembangan potensi siswa. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan dimana guru dan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar dan komunikasi antar warga sekolah Hadi, 2005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga pendidikan formal yang di dalamnya berlangsung kegiatan belajar mengajar dan komunikasi antar warga 7 commit to user sekolah dalam rangka membentuk sikap dan mengembangkan potensi siswa. b. Faktor- faktor sekolah yang mempengaruhi perilaku kekerasan 1 Kedisiplinan Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dan siswa dalam melaksanakan tata tertib, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya dan kedisiplinan tim bimbingan konseling dalam memberikan pelayanan kepada siswa Slameto, 2010. Pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan perilaku kekerasan ini, mengakibatkan anak-anak sebagai pelaku kekerasan akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain Hazler dalam Curelaru, 2009. 2 Relasi guru dengan siswa Relasi guru dan siswa yang baik, akan membuat siswa menyukai gurunya. Kekerasan di sekolah banyak berasal dari sesama teman.. Namun jika menekankan pada hubungan antara anak dengan orang dewasa, pelaku kekerasan yang dominan adalah para guru., terlepas dari soal motivasi tindakan kekerasan mereka, apakah mengajar atau menghajar. 8 commit to user Kekerasan terhadap siswa yang dilakukan guru di sekolah berdampak pada hilangnya motivasi belajar dan kesulitan dalam memahami pelajaran sehingga pada umumnya prestasi belajar juga rendah. Kekerasan guru terhadap siswa juga akan menyebabkan siswa benci dan takut pada guru Wiyani, 2012. 3 Relasi siswa dengan siswa teman sebaya Pengaruh kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya perilaku kekerasan di sekolah. Teman di lingkungan sekolah idealnya berperan sebagai “partner” siswa dalam proses pencapaian program-program pendidikan. Namun kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku membolos, dan rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru. Perilaku kekerasan yang terjadi di sekolah juga sebagian disebabkan karena adanya dorongan dari teman-temannya. 4 Iklim sekolah Freiberg dalam, Magfirah, 2009 mengartikan iklim sekolah sebagai suatu suasana untuk membantu masing-masing individu merasa berharga secara pribadi, bermartabat dan penting secara serentak agar tercipta suatu rasa memiliki terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekolah. 9 commit to user Iklim sekolah yang positif dapat meningkatkan performansi staf, mempromosikan moral yang lebih tinggi dan meningkatkan prestasi siswa. Hal tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain menerapkan peraturan yang jelas dan konsisten terhadap perilaku kekerasan, dukungan guru dan melibatkan siswa sendiri dalam membuat keputusan dan rancangan intervensi untuk pencegahan kekerasan di sekolah Kassabri dalam Magfirah, 2009. 3. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan itu diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior Notoatmodjo, 2010. b. Tingkatan Pengetahuan Notoatmodjo 2010 menyebutkan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 10 commit to user 1 Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali recall sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. 2 Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang materi yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap materi harus dapt menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya. 3 Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain. 11 commit to user 4 Analisis analysis Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5 Sintesis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dikatakan bahwa sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu rumusan yang telah ada. 6 Evaluasi evaluation Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut Notoatmodjo 2003 antara lain: 12 commit to user 1 Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima dan memahami informasi tersebut. 2 Informasi Sumber informasi yang didapatkan dapat memberikan peningkatan terhadap pengetahuan. Informasi dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi dan juga melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan. 3 Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. 4 Pengalaman Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang terkait dengan umur dan pendidikan seseorang. Semakin seseorang bertambahnya umur dan jenjang pendidikan maka pengalaman juga akan semakin luas. 5 Sosial ekonomi Untuk memperoleh informasi yang memerlukan biaya, contohnya sekolah, tingkat sosial ekonomi seseorang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh. Tingkat sosial ekonomi mencerminkan intelektual dan pengetahuan 13 commit to user seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka semakin tinggi intelektual dan pengetahuan orang tersebut serta semakin baik orang tersebut dalam berperilaku Jansen, 2012.. 4. Perilaku Kekerasan Bullying a. Pengertian Perilaku Kekerasan Bullying Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Notoatmodjo, 2010. Sedangkan bullying sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata “bull” yang berarti banteng yang senang menyeruduk kesan kemari. Dalam bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah Wiyani, 2012. Bullying adalah perilaku negatif yang mengkibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang Olweus dalam Wiyani, 2012. Sedangkan menurut Rigby dalam Astuti, 2008, bullying adalah suatu hasrat untuk menyakiti yang diperlihatkan dalam aksi yang dapat menyebabkan penderitaan pada korbannya. Aksi ini dapat dilakukan oleh individu ataupun kelompok yang lebih berkuasa, tidak bertanggung jawab dan dilakukan berulang kali dengan sengaja untuk menyakiti korban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying atau perilaku kekerasan adalah perilaku 14 commit to user negatif yang bertujuan untuk menyakiti atau mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman yang dilakukan oleh individu atau kelompok dan biasanya terjadi secara berulang-ulang. b. Bentuk Perilaku Kekerasan Bullying Perilaku kekerasan bullying secara garis besar dibagi menjadi 2 kategori yaitu secara fisik dan non fisik, yang kemudian dibagi menjadi beberapa kategori : 1 Fisik a Kontak fisik langsung, contohnya memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencakar, memeras dan merusak barang- barang yang dimiliki orang lain, termasuk menyentuh seseorang secara sensual. b Perilaku fisik secara tidak langsung, contohnya mengajak seseorang untuk memukuli orang lain. 2 Non fisik a Kontak verbal langsung, contohnya mengancam, mempermalukan, mengganggu, memberi panggilan nama name calling, sarkasme, merendahkan puts down, mencela mengejek, mengintimidasi, memaki b Perilaku verbal secara tidak langsung, contohnya mempengaruhi seseorang untuk mengucilkan orang lain, 15 commit to user menyebarkan gosip, memanipulasi pertemanan sehingga menjadi retak. c Perilaku non-verbal langsung, contohnya melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekpresi muka yang merendahkan. d Perilaku non-verbal secara tidak langsung, contohnya mendiamkan seseorang, sengaja mengucilkan seseorang atau mengabaikan dan mengirimkan surat kaleng. c. Dampak Perilaku Kekerasan Bullying Perilaku kekerasan di sekolah bullying memiliki dampak yang negatif baik bagi korban maupun pelaku. Akibat perilaku kekerasan yang diterima, pada diri korban akan timbul perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban. Kondisi tersebut akan mengakibatkan korban mengalami kesakitan secara fisik dan psikologis, kepercayaan diri self esteem yang merosot, malu, trauma, merasa sendiri dan takut kepada sekolah school phobia. Dalam kondisi selanjutnya, ditemukan bahwa korban mengasingkan diri dari sekolah, menderita ketakutan sosial social phobia dan akibat terburuknya adalah korban cenderung ingin bunuh diri Astuti, 2008. Kekerasan dalam dunia pendidikan merupakan perilaku melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik maupun pelecehan atas hak seseorang. Jika 16 commit to user perilaku kekerasan sampai melampaui batas otoritas lembaga, kode etik guru dan peraturan sekolah, kekerasan tersebut dapat mengarah pada pelanggaran atas Hak Asasi Manusia HAM dan bahkan tindak pidana. Siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang aman dan bebas dari rasa takut. Meskipun tidak ada peraturan mewajibkan sekolah harus memiliki kebijakan program anti bullying, tetapi di dalam Undang–undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 pasal 54 dinyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, teman- temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya Wiyani, 2012. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menegaskan kekerasan terhadap anak merupakan tindak pidana dan terhadap pelakunya diancam hukuman pidana. Undang-undang ini merupakan upaya negara untuk meminimalkan kekerasan terhadap anak. Pasal 80 secara tegas menyatakan : 1 Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun 6 17 commit to user enam bulan dan atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 tujuh puluh dua juta rupiah. 2 Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah. 3 Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. 4 Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaiman dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orangtuanya. d. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kekerasan 1 Faktor predisposisi Adalah faktor yang mendasari terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk di dalamnya adalah: a Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan 18 commit to user merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Notoatmodjo, 2010. b Sikap Sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap suatu respon sosial. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu: 1. Menerima receiving Menerima diartikan bahwa orang subyek mau dan memeperhatikan stimulus yang diberikan obyek. 2. Merespon responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan apabila diberi tugas, adalah suatu indikasi sikap karena dengan usaha menjawab atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas benar atau salah, berarti orang tersebut menerima ide kita. 3. Menghargai valuing Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indkasi sikap menghargai. 19 commit to user 4. Bertanggungg jawab responsible Bertanggung jawab atas segala yang dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paing tinggi Notoatmodjo, 2003. c Jenis kelamin Salah satu penyebab terjadinya perilaku kekerasan adalah jenis kelamin. Remaja laki-laki cenderung lebih banyak melakukan perilaku kekerasan dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena kadar testosteron pada laki-laki meningkat delapan kali lipat dari sebelumnya, jumlah testosteron yang tinggi akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung, tegang dan gelisah. Remaja yng memiliki kadar testosteron yang tinggi, lebih rentan untuk melakukan perilaku kekerasan Myers dalam Nopriandi, 2013. 2 Faktor pemungkin Adalah faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu, dalam hal ini adalah perilaku kekerasan. Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku kekerasan yaitu paparan media massa. Tingginya intensitas menyaksikan perilaku kekerasan di media massa menyebabkan semakin tinggi pula sikap dan perilaku kekerasan orang tersebut. Jika seseorang terlalu sering menyaksikan tayangan kekerasan di media massa, maka perilaku kekerasan akan menjadi hal yang biasa bagi 20 commit to user orang tersebut. Kepekaan terhadap perbuatan yang membahayakan orang lain akan hilang sehingga seseorang tidak akan lagi takut melakukan kekerasan pada orang lain Nopriandi, 2013. 3 Faktor penguat Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor penguat adalah: a Orang tua Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya sendiri, sehingga perilaku kekerasan diwarisi dari generasi ke generasi. Oleh karena itu anak harus dididik sejak dini untuk melindungi diri dari segala bentuk potensi yang dapat menjadikan anak sebagai korban tindak kekerasan agar tidak menjadikan anak tersebut pelaku kekerasan saat dewasa. b Teman Teman sebaya berperan sangat penting dalam pembentukan sikap dan perilaku remaja. Remaja yang berteman dengan seseorang yang sering melakukan perilaku kekerasan akan cenderung mengikuti perilaku tersebut. Apabila kelompok teman sebaya menunjukkan nilai yang positif maka remaja 21 commit to user akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif pula, begitupula sebaliknya Kaplan, 2010. c Guru Guru terkadang memberikan terkadang memberikan contoh yang kurang baik kepada muridnya. Ketika murid melakukan kesalahan, seperti salah menjawab pertanyaan atau salah mengerjakan tugas, guru tak segan mengeluarkan kata-kata yang kasar dan menjatuhkan mental murid yang bersangkutan. Belum lagi bila ada murid yang berperilaku tidak tertib seperti ramai di kelas, terlibat perkelahian, tertangkap basah mencontek, atau mencuri, tindak kekerasan yang biasanya dilakukan guru adalah secara fisik, seperti mencubit, menjewer, menampar, bahkan menjambak. Murid yang sering mendapat perlakuan kasar dari guru mengakibatkan murid tersebut melakukan hal yang sama kepada murid lain. Guru seharusnya memberikan contoh yang baik agar meminimalisir perilaku kekerasan di sekolah. 22 commit to user d Psikologis Faktor psikologis yang menyebabkan perilaku kekerasan terjadi adalah : 1. Kontrol diri Kontrol diri adalah kemampuan membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Remaja yang tidak bisa melakukan kontrol diri atau mengendalikan emosi dengan baik, akan cenderung melakukan perilaku kekerasan di saat yang tidak menyenangkan. Perilaku kekerasan merupakan perilaku yang timbul akibat ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol diri. Kontrol diri yang buruk atau kurang baik, mengakibatkan remaja menunjukkan sikap dan perilaku negatif dan lebih cenderung melakukan perilaku kekerasan, begitupula sebaliknya Nopriandi, 2013. 2. Pengalaman kekerasan di masa lalu Pengalaman kekerasan yang dialami seseorang di masa lalu, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan salah satu faktor penyebab seseorang 23 commit to user melakukan perilaku kekerasan. Apabila seseorang dalam kondisi yang mengingatkan mereka pada pangalaman yang pernah mereka alami, maka mereka akan cenderung melakukan hal yang serupa Nopriandi, 2013

B. Penelitian yang Relevan