d. Tingkat kontrol masyarakat
social control
yang rendah, artinya berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma
keagamaan kurang mendapatkan respon dam pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.
e. Putusan hakim yang terasa tidak adil, seperti putusan yang cukup ringan
dijatuhkan pada pelaku. Hal ini dimungkinkan dapat mendorong anggota- anggota masyarakat lainnya untuk berbuat keji dan jahat. Artinya, saat
hendak berbuat jahat tidak merasa takut lagi dengan sanksi hukum yang akan diterimanya.
f. Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu
seksualnya. Nafsu seksualnya dibiarkan dan menuntut untuk dicarikan kompensasi pemuasnya
g. Keinginan pelaku untuk melakukan melampiaskan balas dendam
terhadap sikap, ucapan keputusan dan perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan.
2.3 Tinjauan Tentang Pembuktian
2.3.1 Pengertian Pembuktian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu dan Zain 1996: 216 mendefinisikan bahwa,
“Bukti adalah tanda yang dapat membenarkan apa yang dikatakan, apa yang terjadi, dapat dikatakan sebagai saksi untuk
sesuatu; sedangkan pembuktian adalah hal, cara, hasil kerja membuktikan.”
Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-
jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai
pembuktian, akan tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang arti dari pembuktian.
Menurut Bambang Poernomo Rusli Muhammad 2007: 185 mendefinisikan
bahwa, “Pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-
fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta
yang terang dalam hubungannya dengan perkara pidana. ”
Sementara itu Yahya Harahap Rusli Muhammad 2007: 185 menjelaskan arti “Pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana, yakni
ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran.”
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah
ditentukan nasib terdakwa, apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, bila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan
bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu para hakim
harus berhati-hati,
cermat, dan
matang menilai
dan mempertimbangkan masalah pembuktian. Kegiatan pembuktian pada
dasarnya digunakan untuk memperoleh kebenaran.
2.3.2 Teori Pembuktian