Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mencari tahu serta mengkaji apakah manajemen konflik mempunyai
hubungan dengan produktivitas kerja karyawan. Dan untuk itu peneliti
mengangkat penelitian dengan judul “Hubungan Manajemen Konflik Dengan Produktivitas Kerja Karyawan Di Perusahaan Daerah Air Minum PDAM
Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Seberapa besar HubunganManajemen Konflikdengan Produktivitas Kerja Karyawandi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi Kota Medan
Kantor Cabang Padang Bulan?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui Manajemen Konflik di Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan.
2. Untuk mengetahui Produktivitas Kerja Karyawan di Perusahaan Daerah
Air Minum PDAM Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan.
3. Untuk mengetahui Hubungan Manajemen Konflik dengan produktivitas
Kerja Karyawan di Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan bagi
pembaca, serta dapat dijadikan acuan maupun rujukan bagi penelitian sejenis maupun penelitian selanjutnya.
2. Secara praktis
a. Bagi peneliti
Sebagai salah satu syarat penyelesaian program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara serta menambah wawasan ilmu pengetahuan danmengembangkan kemampuan berpikir peneliti melalui penulisan
sebuah karya ilmiah. b.
Bagi Instansi Sebagai sumber masukan bagi instansi terkait yaitu Perusahaan Daerah
Air Minum PDAM Tirtanadi Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan mengenai hubungan antara manajemen konflik dengan
produktivitas kerja karyawan.
c. Bagi Universitas Sumatera Utara
Sebagai sumbangan untuk koleksi perpustakaan dan dapat memberikan masukan bagi bidang studi Ilmu Administrasi Negara mengenai kajian
tentang hubungan antara manajemen konflik dengan produktivitas kerja karyawandi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirtanadi
Kota Medan Kantor Cabang Padang Bulan.
1.5 Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu
menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori adalah
serangkaian asumsi, konsep dan kontrak definisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep Singarimbun, 2008:37.
1.5.1 ManajemenKonflik 1.5.1.1 PengertianKonflik
Menurut Webster dalam Nurjaman 2012:244, kata ‘konflik’ berasal dari bahasa latin confligo, yang terdiri atas dua kata, yakni ‘con’ yang berarti bersama-
sama dan ‘fligo’ yang berarti pemogokan, penghancuran, atau peremukan. Kata ini kemudian diserap oleh bahasa inggris menjadi ‘conflict’ yang berarti a fight,
struggle, a controversy, a quarrel, active opposition, hostility pertarungan,
perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif, permusuhan.
Pace 1994:249 berpendapat bahwa konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain
karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
Konflik menurut Winardi 1994:1 adalah adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok ataupun
organisasi-organisasi. Sejalan dengan pendapat Winardi, konflik menurut Alo Liliweri 1997: 128 adalah bentuk perasaan yang tidak beres yang melanda
hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain.
Menurut Thomson dalam Rahim yang dikutip dari www,questia.com.yang diakses pada tanggal 20April 2015 pukul 14.35 WIB, konflik merupakan sebuah
persepsi perbedaan kepentingan dan merupakan hal yang tidak terelakkan diatara manusia ketika dua atau lebih entitas soasial. Robbins dalam Wirawan 2010:7
juga menyatakan bahwa konflik merupakan suatu proses dimana A melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghalangi sehingga mengakibatkan frustasi
pada B dalam usahanya untuk mencapai tujuan maupun kepentingannya. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas mengenai pengertian
konflik, maka peneliti menyimpulkan bahwa konflik adalah situasi terjadinya pertentangan ataupun ketidaksesuaian diantara dua orang paling sedikit atau
lebih, kelompok, ataupun organisasi yang dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan nilai, tujuan, emosi, dan tingkah laku.
1.5.1.2 Pengertian Manajemen Konflik
Menurut Hasibuan 2003:1-2, manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Sedangkan menurut Fathoni 2006:27 manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan yang dimulai dari pengawasan, dimana masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian yang diikuti secara
berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan semula. Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku
atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik, dan
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif Ross dalam Wirawan, 2010:129. Robbins 2003:556
menyatakan bahwa manajemen konflik adalah penggunaan teknik-teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih level konflik yang diinginkan guna pencapaian kinerja
terbaik”. Menurut Irvine dalam Wirawan 2010:78, manajemen konflik adalah
startegi dimana organisasi dan individu bekerja untuk mengenali dan mengendalikan perbedan-perbedaan dengan cara pengurangan biaya keuangan
dan manusia dari kesulitan pengendalian konflik, sementara keselaran konflik sebagai sumber pembaharuan dan perkembangan. Wirawan 2010:129
manajemen konflik sebagai proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Winardi 1994:23 menambahkan manajemen konflik adalah proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk manjemen konflik. Jika tidak
dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif dimana masing- masing pihak akan memfokuskan perhatian, tenaga, dan pikiran serta sumber
organisasi bukan untuk mengembangkan produktivitas tapi untuk merusak dan menghancurkan lawan konflik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen konflik adalah proses penyusunan strategi yang digunakan para pelaku konflik
atau pihak ketiga untuk mengenali, memperhitungkan serta mengendalikan konflik untuk menghasilkan resolusi terbaik yang diinginkan.
1.5.1.3 Pendekatan Manajemen Konflik
Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson
1997:133 mengatakan bahwa memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya., dan penerapan manajemen konflik secara tepat
dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas bagi pihak yang mengalaminya. Winardi 1994:63 berpendapat bahwa manajemen konflik meliputi
kegiatan-kegiatan seperti menstimulasi konflik, mengurangi atau menekan konflik, dan meyelesaikan konflik.
“1. Menstimulasi konflik. Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit- unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-
kelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu: a. memasukkan
anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, b. merestrukturisasi organisasi
terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas baru, c. menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, d.
meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi
jabatan atau penghargaan lainnya, e. memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
2. Mengurangi atau menekan konflik. Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan
destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unitbagian. Metode pengurangan konflik dapat dilakukan dengan jalan a.
mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, b. menghadapkan tantangan baru kepada kedua
belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan c. memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan
antara anggota kelompok. 3. Menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik merupakan tindakan
yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak
digunakan adalah a. dominasi, b. kompromis, dan c. pemecahan problem secara integratif.”
Sama halnya dengan Winardi, Hani Handoko 2003:351-353 juga menjelaskan bahwa terdapat tiga strategi pengelolaan manajemen konflik yang
dapat digunakan, yaitu stimulasi konflik, pengurangan konflik, dan penyelesaian konflik.
“1. Stimulasi Konflik adalah kegiatan yang dilakukan apabila produktivitas karyawan pada suatu organisasi menurun ataupun tetap
maka pimpinan harus melakukan kegiatan stimulasi yang berguna untuk merangsang kreastifitas serta meningkatkan kualitas produksi. Kemudian
situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan
informasi yang dapat mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan, para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap
kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja. Manajer dari kelompok seperti ini perlu merangsang timbuulnya persaingan kerja dan konflik
yang dapat mempunyai efek penggemblengan. Metode yang digunakan dalam stimulasi konflik meliputi : a. Pemasukan atau penempatan orang
luar ke dalam kelompok, b. penyusunan kembali organisasi, c. penawaran bonus, pembayaran insentif, pemberian penghargaan untuk
mendorong persaingan, d pemilihan manajer-manajer yang tepat, e. perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2. Pengurangan Konflik. Manajer biasanya lebih terlibat dengan pengurangan konflik daripada stimulasi konflik. Metode pengurangan
konflik menekan terjadinya antagonisme yang ditimbulkan konflik. Metode ini mengelola konflik sesuai dengan tingkatan konflik melalui
“pendinginan suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik. Ada dua cara yang digunakan dalam
pengurangan konflik, yaitu : a. mengganti tujuan yang menimbulkan
persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima oleh kedua belah pihak ataupun kelompok yang berkonflik, dan b. mempersatukan pihak
yang berkonflik. 3. Penyelesaian konflik Penyelesaian konflik merupakan tindakan yang
dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak
digunakan adalah dominasi dan penekanan, kompromi, dan pemecahan problem secara integratif.
a Dominasi dan penekanan. Dominasi dan penekanan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. kekerasan forcing, yang bersifat penekanan otokratik, 2. penenangan smoothing,
merupakan cara yang lebih diplomatis, c. penghindaran avoidance, dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi
yang tegas, dan d. aturan mayoritas majority rule, mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan
pemungutan suara voting melalui prosedur yang adil.
b Kompromi. Melalui kompromi manajer mencoba menyelesaikan
konflik melaui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi
meliputi: 1. pemisahan saperation, dimana pihak-pihak yang bertentanan dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan, 2.
arbitrasi perwasitan, dimana pihak ketiga biasanya manajer diminta memberi pendapat, 3. kembali ke peraturan-peraturan
yang berlaku, dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan- ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-
peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik, 4. penyuapan bribing, dimana salah satu pihak menerima kompensasi dalam
pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.
c Pemecahan masalah integratif. Dengan metode ini konflik antar
kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah.
Ada tiga jenis metode penyelesaian konflik integratif : 1. konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu
bersama untuk mencari penyelesaian terbaik untuk masalah mereka dan bukan untuk mencari kemenangan satu pihak, 2.
konfrontasi, dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain dan
dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian, 3. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih
tinggi dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.”
Dalam bukunya yang berjudul Konflik dan Manajemen Konflik, Wirawan 2010:146 mengemukakan aspek-aspek manajemen konflik, yaitu pihak yang
terlibat konflik atau pihak ketiga, strategi konflik, mengendalikan konflik, resolusi
konflik, kemampuan beradaptasi, serta memfokuskan tujuan. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut :
“ 1. Pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga. Manajemen konflik bisa dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan
konflik yang dihadapinya. Pihak ketiga bisa berupa suatu organisasi ataupun perusahaandimana pihak-pihak yang terlibat konflik adalah
anggota maupun pegawainya. 2. Strategi konflik.Manajemen konflik merupakan proses penyusunan
strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni konflik. 3. Mengendalikan konflik. Bagi pihak-pihak yang berkonflik, manajemen
konflik merupakan aktivitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkaan atau minimal
tidak merugikannya. 4. Resolusi konflik.Jika manajemen konflik dilakukan oleh opihak yang
terlibat konflik, hal ini bertujuan untuk menciptakan solusi konflik yang menguntungkan.
5. Kemampuan beradaptasi.Organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internalnya.
6. Memfokuskan pada tujuan.Aktivis dan anggota organisasi yang sehat akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan yang visibel. Dalam
keadaan krisis di lingkungannya, organisasi jika diperlukan harus mampu untuk mengubah tujuannya dan mengarahkan aktivitas anggotanya untuk
mencapai tujuan tersebut. a. Mempunyai kemampuan mengontrol dan mengkoordinasi sumber-sumber, b. Kreatif dan inovatif, c.
Mengembangkan serta mempertahankan kualitas sumber daya manusianya, d. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang terus
belajar dan tumbuh berkembang secara terus-menerus.”
Berdasarkan beberapa uraian tentang manajemen konflik diatas, maka peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa startegi dalam memanajemeni
konflik adalah sebagai berikut : 1.
Stimulasi konflik a
Pemasukan atau penempatan orang luar kedalam kelompok. b
Penyusunan kembali organisasi. c
Penawaran bonus, pembayaran insentif, pemberian penghargaan untuk mendorong persaingan.
d Pemilihan manajer-manajer yang tepat.
e Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.
2. Pengurangan konflik
a Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan
yang lebih bisa diterima oleh kedua belah pihak ataupun kelompok yang berkonflik.
b Mempersatukan pihak yang berkonflik.
3. Penyelesaian konflik
a Dominasi dan penekanan yang dapat dilakukan dengan kekerasan,
penenangan, penghindaran dan aturan mayoritas. b
Kompromi, yang dapat dilakukan melalui pemisahan, arbitrasi, kembali ke peraturan yang berlaku, dan penyuapan.
c Pemecahan problem secara integratif yang dapat dilakukan dengan
cara konsensus, konfrontasi, penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
1.5.2 Produktivitas Kerja Karyawan 1.5.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Karyawan
Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para karyawan atau pekerja yang terlibat didalam kegiatan
organisasi dapat memberikan prestasi dalam bentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Produktivitas
secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran barang dan jasa dengan masukan tenaga kerja, bahan, dan uang.
Robins 2003:40 menyatakan bahwa produktivitas secara umum adalah mengenai keluaran tiap jam kerja dengan memperhatikan kualitas produk yang
dihasilkan. Menurut Swastha 1995:281 produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil jumlah barang dan jasa dengan sumber
jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya yang dipakai untuk menghasilkan hasil tertentu.
Sedarmayanti 2009:38 mendefinisikan produktivitas kerja yaitu : “Produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan
perbandingan dari efektivitas keluaran pencapaian unjuk kerja maksimal dengan efisiensi salah satu masukan tenaga kerja yang mencangkup
kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input
sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha
untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.”
Produktivitas kerja biasanya dinyatakan dengan suatu imbangan dari hasil kerja rata-rata dalam hubungannya dengan jam kerja rata-rata dari yang diberikan
dengan proses tersebut Moekijat,2001:481.
Muchdarsyah 2008:25 menambahkan penjelasan bahwa produktivitas merupakan masalah yang
bekenaan dengan badan pemerintahan, serikat buruh dan lembaga sosial lainnya, yang semakin berbeda tujuannya akan semakin berbeda pula definisi
produktivitasnya. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
produktivitas kerja karywan adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil jumlah barang dan jasa dengan sumber jumlah tenaga
kerja untuk mengukur hasil kerja atau kinerja seseorang dan mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
1.5.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan
Menurut Ambar 2003:199 ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produktivitas suatu instansi antara lain pengetahuan knowledge,
keterampilan skills, kemampuan abilities, perilaku attitude, dan kepribadian behaviors.
“1. Pengetahuan Knowledge. Pengetahuan adalah merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal
maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahanmasalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan
atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu
melakukanpekerjaan dengan baik dan produktif. 2. Keterampilan Skills Keterampilan adalah kemampuan dan
penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan
berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
teknis, seperti keterampilan komputer, keterampilan bengkel, dan lain- lain. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan
mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. 3. Kemampuan Abilities. Abilities atau kemampuan terbentuk dari
sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor pembentuk
kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability
yang tinggi pula. 4. Perilaku Attitude. Attitude merupakan suatu kebiasaan yang
terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang
maka akanmenguntungkan. 5. Kepribadian Behaviors. Ketika karyawan telah mempunyai
knowledge, skills, abilities, dan attitude maka secara langsung perilaku mereka akan mencerminkan kepribadian mereka. Dengan
demikian perilaku manusia akan ditentukan oleh keempat faktor tersebut di atas sehingga dapat mendukung kerja yang efektif atau
sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dapatdipastikan akan terwujud.”
Menurut Sukarna dalamKusriyanto1993:41, produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Kemampuan dan ketangkasan karyawan
b. Managerial skill atau kemampuan pimpinan perusahaan
c. Lingkungan kerja yang baik
d. Lingkungan masyarakat yang baik
e. Upah kerja
f. Motivasi pekerja untuk meraih prestasi kerja
g. Disiplin kerja karyawa
h. Kondisi politik atau keamanan, dan ketertiban negara
i. Kesatuan dan persatuan antara kelompok pekerja
j. Kebudayaan suatu negara
k. Pendidikan dan pengalaman kerja
l. Kesehatan dan keselamatan pekerja karyawan
m. Fasilitas kerja
n. Kebijakan dan sistem administrasi perusahaan
Menurut Susilo 2000:162, produktivitas karyawan juga akan meningkat jikakeinginan-keinginan dan kebutuhan karyawan dapat terpenuhi antara lain :
a. Gaji atau upah yang baik b. Pekerjaan yang aman secara ekonomis
c. Rekan kerja yang kompak d. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dijalankan
e. Pekerjaan yang berarti
1.5.2.3 Pengukuran Produktivitas Kerja Karyawan
Pengukuran produktivitas ini mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengetahui produktivitas kerja sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.
Pengukuran produktivitas kerja pada dasarnya digunakan untuk mengetahui dan menilai sejauhmana tingkat efektivitas dan efisiensi kerja karyawan maupun
pegawai dalam menghasilkan suatu hasil. Dalam usaha untuk dapat mengukur
tingkat kemampuan karyawan dalam mencapai sesuatu hasil yang lebih baik dan ketentuan yang berlaku kesuksesan kerja.
Payman J. Simanjuntak dalam skripsi Kartika Ibriati yang dikutip dari
http:repository.unhas.ac.idbitstreamhandle1234567892909SKRIPSI20LEN GKAP20FEB-MANAJEMENIBRIATI20KARTIKA20ALIMUDDIN.pdf
, yang diakses pada 23 Februari 2015 pukul 13.03 WIB,
menjelaskan bahwa
dalam produktivitas kerja terdapat unsur pokok yang merupakan kriteria untuk
menilainya yaitu unsur semangat kerja, unsur cara kerja atau metode kerja, dan unsur prodektivitas kerja yakni hasil kerja. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut : “1. Unsur semangat kerja Unsur semangat kerja dapat diartikan sebagai
sikap mental para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dimana sikap mental ini ditunjukan oleh adanya kegairahan dalam melaksanakan
tugas dan mendorong dirinya untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif. Sehingga apabila kondisi yang demikian dapat dijaga dan
dikembangkan terus menerus, tidak mustahil upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja akan dapat tercapai. Untuk menilai semangat kerja
karyawan dapat dilihat dari tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas pekerjaanya.
2. Unsur cara kerja atau metode kerja. Cara atau metode kerja pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dapat dilihat melalui kesediaan
para pegawai untuk bekerja secara efektif dan efisien. 3. Ukuran ketiga dari produktivitas kerja adalah hasil kerja. Hasil kerja
merupakan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh karyawan. Hasil kerja yang diperoleh oleh pegawai merupakan prestasi
kerja pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hasil kerja ini dapat dilihat dari jumlah atau frekuensi di atas standar yang ditetapkan. Hal ini
menandakan bahwa karyawan tersebut produktif di dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya.”
Selain itu menurut Rusli Syarif 1991:7, tingkat produktivitas kerja karyawan yang dapat diukur adalah :
“a. Penggunaan waktu.Penggunaan waktu kerja sebagai alat ukur produktivitas kerja
karyawan, meliputi : 1.
Kecepatan waktu kerja 2.
Penghematan waktu kerja
3. Kedisiplinan waktu kerja
4. Tingkat absensi
b Output yaitu hasil produksi karyawan yang diperoleh sesuai produkyang diinginkan perusahaan.”
Soeprihanto 2000:7 juga berpendapat bahwa ada aspek-aspek lain dalam penilaian dan pengukuran produktivitas kerja karyawan, yaitu :
“ 1. Prestasi kerja yang meliputi: a kecakapan, b keterampilan c kesungguhan kerja, d hasil kerja, 2. Tanggung jawab yang meliputi: a
pelaksanaan, b dedikasi, c bertanggung jawab, 3 Ketaatan yang meliputi: a. perintah dinas, b ketentuan jam kerja d Sopan santun, 4
Kejujuran yang meliputi keikhlasan dalam melaksanakan tugas-tugas kerja, 5 Kerjasama yang meliputi kemampuan pegawai dalam
bekerjasama.”
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka penelitian menyimpulkan bahwa indikator pengukur produktivitas kerja yaitu prestasi kerja, tanggung
jawab, ketaatan, kejujuran, dan kerjasama.
1.6 Hubungan Manajemen Konflik dengan Produktivitas Kerja Karyawan
Konflik adalah suatu ‘ancaman’ yang dapat membunuh kinerja suatu organisasi, yang akan berdampak langsung pada penurunan produktivitas kerja
karyawannya. Pihak-pihak yang terlibat konflik akan merasakan ketidaknyamanan pada lingkungan dan rekan kerjanya, kemudian akan mulai menimbulkan
ketidakpuasan kerja dan lain sebagainya. Menurut Robbins dalam Wirawan 2010:116, terdapat korelasi diantara konflik dengan produktivitas kerja yang
dinyatakan dalan sebuah kurva. Dimana konflik dapat saja menurunkan produktivitas atau bahkan meningkatkan produktivitas kerja. Untuk itu diperlukan
suatu keahlian dalam mengelola konflik yaitu Manajemen Konflik.
Dengan manajemen konflik, kita dapat mengelola atau menekan suatu konflik yang terjadi. Konflik yang biasa disebut sebagai ‘ancaman’ bisa menjelma
menjadi konflik yang berdampak dan manfaat yang positif bagi suatu organisasi dan dapat pula dijadikan sebagai langkah pembaharuan ke arah yang lebih baik
lagi dalam suatu organisasi, yakni menggunakan manajemen konflik. Manajemen konflik juga memungkinkan berkembangnya kreativitas serta dijadikan sebagai
ajang adu pendapat yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Dan hasilnya dapat meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Adapun hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja
karyawan adalah apabila konflik dapat dimanajemeni dengan baik maka akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan, sedangkan apabila konflik tidak
dimanajemeni dengan baik maka akan menurunkan produktivitas kerja karyawan.
1.7 Hipotesis