1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandaidengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh
penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular non communicable disease termasuk diantaranya penyakit kanker. Salah satu diantaranya ialah
kanker serviks atau kanker leher rahim, dimana penyakit tersebut menjadi hal yang menakutkan bagi setiap wanita.
Kanker serviks adalah kanker pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh
adanya virus Human Papiloma VirusHPV Emilia, 2010.Virus tersebut memiliki tipe yang sangat banyak hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil
diidentifikasi.Untuk perkembangan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama yaitu 10 sampai 20 tahun Arum, 2015.
World Health Organization WHO 2014, ditemukan 528.000 kasus baru kanker serviks didiagnosis di seluruh dunia sekitar 85 terjadi di daerah yang
kurang berkembang. Pada tahun yang sama 266.000 wanita di dunia meninggal akibat kanker serviks, diantaranya 9 dari 10 kasus mengalami kematian atau
231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara dengan pendapatan yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10 wanita berasal dari negara
dengan berpendapatan yang tinggi. Alasan utama penyebab perbedaan tersebut adalah kurangnya pengetahuan atas pencegahan dan mendeteksi dini serta
Universitas Sumatera Utara
perawatan dan sulit mengakses program, tanpa hal tersebut kanker serviks biasanya hanya dapat dideteksi ketika dalam resiko tinggi WHO, 2014.
Amerika Serikat pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 12.360 kasus baru kanker serviks dan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks.Tingkat kematian
akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini American Cancer Society, 2014.
Indonesia diperkirakan setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang meninggal, berarti setiap jam diperkirakan 1 orang meninggal dunia karena kanker
serviks. Artinya, Indonesia akan kehilangan 600-750 orang yang masih produktif setiap bulannya. Menurut YKI Yayasan Kanker Indonesia, kanker serviks atau
kanker leher rahim menduduki urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara, seperti kejadian kanker serviks di Bali, dilaporkan telah menyerang sebesar
553.000 wanita usia subur pada tahun 2010 Arum, 2015. Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10 wanita di dunia sudah terinfeksi Human Papiloma Virus HPV.Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks
biasanya tidak melakukan screening testatau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara
regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada seseorang KEMENKES RI, 2013.
WHO merekomendasikan berbagai metode dalam melakukan deteksi dini, salah satu diantaranya adalah metode Inspeksi Visual Asam Asetat IVA WHO,
2014. IVA adalah tes skrining yang sederhana berdasarkan pada lesi prakanker di epitel serviks menjadi putih sekitar satu menit setelah terkena 5 asam asetat atau
Universitas Sumatera Utara
asam cuka, IVA mengevaluasi perubahan visual dengan mata telanjang tanpa pembesaran. Dua dekade terakhir ini IVA dinyatakan sama atau lebih sensitif
dari papsmear untuk mendeteksi lesi prakankerTsu dan Jeronimo, 2014. Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 161 ayat 3
manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan spektrum pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dititik
beratkan pada deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular. Program deteksi dini yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi kanker
serviks adalah IVA, yang mana sudah tercantum didalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796MENKESSKVII2010 tentang
pedoman teknis pengendalian kanker payudara dan kanker serviks. Program deteksi dini dan tatalaksana kanker leher rahim dimulai sejak tahun
2007 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh Ibu Negara pada 21 April 2008 Profil Kesehatan Indonesia, 2013. Pada tanggal 21
April 2015 Ibu Negara Iriana Joko Widodo mencanangkan kembali gerakan pencegahan dan deteksi dini kanker pada perempuan Indonesia, Program ini terus
diperkuat dan dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Pencanangan program deteksi dini tersebut dilakukan di Puskesmas Nanggulan Kabupaten
Kulonprogo melalui teleconference 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dengan rangkaian kegiatan meliputi, Promotif, Preventif, deteksi dini dan tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan bagian
dalam mewujudkan masyarakat hidup sehat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan tercapainya Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 : Lokasi pencanangan program No
Provinsi KabupatenKota
Puskesmas 1
Sumatera Utara Kab. Deli Serdang
Tanjung Morawa
2 Sumatera Selatan
Kota Palembang Dempo
3 Lampung
Kota Bandar Lampung Panjang
4 Banten
Kota Serang Kota Serang
5 DKI Jakarta
Kota Jawa Timur Jatinegara
6 Jawa Barat
Kab. Cimahi Cimahi Tengah
7 Jawa Tengah
Kab. Pekanlongan Wiradesa
8 DI Yogyakrta
Kab. Kulonprogo Nanggulan
9 Jawa Timur
Kab. Jombang Pulolor
10 Sulawesi Selatan
Kota Makasar Batua
11 Nusa Tenggara Timur
Kota Kupang Bakunase
Sumber : Kemenkes RI, 2015 Dari Tahun 2007 Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986
Puskesmas di 304 kabupatenkota yang berada di 34 provinsi di Indonesia. Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining
terhadap 904.099 orang 2,45, hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang 4,94, suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang 1,2 per 1.000 orang.
Dimana cakupan dari skrining kanker leher rahim masih sedikit, sehinggakegiatan deteksi dini perlu terus diperkuat di daerah yang sudah mengembangkan dan
diperluas ke daerah lain yang belum mengembangkan program tersebut KEMENKES, 2015
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat
leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka 3-5. Daerah yang tidak normal akan berubah
warna dengan batas tegas menjadi putih acetowhite, yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker KEMENKES RI, 2014.
Pemeriksaan IVA dilakukan pada wanita yang berusia 30-50 tahun dan yang
Universitas Sumatera Utara
sudah melakukan hubungan seksual dan juga perempuan tersebut dalam keadaaan tidak hamil KEMENKES RI, 2013.Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh
Bidan, perawat, dokter umum dan dokter spesialis yang sudah terlatih Arum, 2015.Metode IVA merupakan metode yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya yang sederhana seperti puskesmas KEMENKES RI, 2014.Metode IVA mempunyai keunggulan selain tidak memakan biaya yang mahal metode ini
juga dapat memberikan hasil dengan cepat sehingga dapat segera diambil keputusan mengenai penatalaksanaannya.
Puskesmas Tanjung Morawa merupakan salah satu puskesmas yang ada di Kabupaten Deli Serdang yang menjalankan program deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA sejak mei tahun 2007 sampai sekarang. Pada awal kegiatan sosialisasi dilakukan pada setiap pertemuan-pertemuan seperti minilok
dipuskesmas, pertemuan bulanan dikantor camat, arisan PKK, kegiatan ibu-ibu di gereja maupun di perwiritan.Kegiatan berkelanjutan hingga ke desa sampai saat
ini pada waktu posyandu atau pengobatan di lapangan. Pelatihan IVA dimulai dari tahun 2007 yang diikuti oleh 1 dokter dan 1 bidan
sebagai TOT Training of Trainer di Jakarta. Dilanjutkan program pelatihan di kabupaten yang diikuti 1 dokter dan 3 orang bidan. Sebagai narasumber adalah
tim TOT dari puskesmas dan juga dari pusat. Sekarang SDM yang bertanggung jawab dalam program tersebut berjumlah 4 orang yaitu 1 Dokter, 1 Perawat dan 2
Bidan, yang mana 2 tenaga kesehatan yang telah dilatih secara resmi dari dinas yaitu 1 dokter umum dan 1 bidan dan tenaga kesehatan lainnya belum dilakukan
pelatihan secara resmi dari dinas kesehatan, tenaga kesehatan yang belum dilatih tersebut belajar di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
Klinik IVA di Puskesmas Tanjung Morawa dibuka setiap hari rabu,sasaran dalam pemeriksaan IVA yaitu wanita yang berusia 30-50 tahun, yang sudah
melakukan hubungan seksual dan perempuan yang memiliki faktor resiko kanker serviks. Perempuan yang mendapat hasil test IVA negative harus menjalani
penapisan minimal lima tahun sekali dan yang mendapatkan hasil test IVA positif dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani test IVA berikutnya enam bulan
kemudian. Puskesmas Tanjung Morawa tidak hanya memberikan pelayanan IVA,
puskesmas tersebut sudah dapat melakukan krioterapi.Dimana krioterapi dilakukan jika pada saat pemeriksaan IVA ditemukan lesi prakanker dan luas dari
lesi tersbut kurang dari 75 leher rahim tertutup.Sejak tahun 2007-2014 dari pemeriksaan IVA yang ditemukan lesi prakanker kemudian dilakukan krioterapi
sudah terdapat 5 kasus yang ditemukan dan sudah dinyatakan sembuh. Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa keberhasilan kegiatan penapisan
untuk mencegah kanker akan tejadi bila penapisan dapat mencapai minimal 80 dari populasi yang berisiko, yang berarti 80 dari populasi perempuan berusia
30-50 tahun KEMENKES, 2013.Jumlah sasaran perempuan usia 30-50 tahun Puskesmas Tanjung Morawa adalah 80 dari 6448 yaitu berjumlah 5158 orang
yang harus dicapai selama lima tahun dan target selama setahun berjumlah 1032orang, pada 5 tahun pertama dari tahun 2007 – 2012 Puskesmas Tanjung
Morawa sudah mencapai target yaitu 94,86. Namun pada tahun 2014 yang melakukan test IVA yaitu 568 orang dari jumlah sasaran dari usia 30 – 50 tahun
yaitu 1032 orang, dengan hasil 2 orang yang terdeteksi IVA positif dan 2 orang juga dilakukan rujukan.Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada
Universitas Sumatera Utara
pemegang program tersebut hambatan yang dirasakan yaitu masih ada masyarakat yang belum memahami pentingnya pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahimdan juga masih ada wanita yang malu dan merasa tidak perlu untuk memeriksakan dirinya untuk deteksi dini.
Anggraini 2013 dalam penelitiannya menunjukkan pelaksanaan program IVA oleh puskesmas induk di wilayah Kota Surabaya didapatkan bahwa
komunikasi, karakteristik dukungan puskesmas dan sikap penanggungjawab berpengaruh secara langsung terhadap implementasi program IVA. Susanti 2010
dalam penelitiannya terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya kunjungan IVA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kecamatan Semarang
adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, peran kader, penyuluhan kesehatan dan dukungan keluarga.Titisari 2013 dalam penelitiannya faktor-faktor yang
berhubungan paling kuat terhadap pelaksanaan program skrining kanker serviks di Puskesmas Kota Kediri adalah komunikasi dan struktur birokrasi.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
Dengan Metode IVAdi Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah