Gejala klinis dan kriteria diagnosis Patogenesis

- Sarkoma kaposi. - Pneumonia Pneumocystis carinii. - Limfoma Non-Hodgkin. - Ensefalitis toxoplasma. - Diseminata mycobacterium avium complex MAC - Tuberculosis c. Malnutrisi berat, penurunan berat badan, dan kematian Morgan dan Hamilton, 2009.

2.4.6. Gejala klinis dan kriteria diagnosis

Menurut Budimulja dan Daili 2008 pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV AIDS yaitu: 1. Tingkat klinis satu asimptomatik Limfadenopati Generalisata Persisten LGP. Tanpa gejala sama sekali, LGP. Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal. 2. Tingkat klinis dua dini. Terjadi penurunan berat badan kurang dari 10, kelainan mulut dan kulit yang ringan misalnya dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis. Herpes zoster yang timbul pada lima tahun terakhir, dan infeksi saluran nafas bagian atas berulang misalnya sinusitis. Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas masih normal. 3. Tingkat klinis tiga menengah. Terjadi penurunan berat badan lebih dari 10, diare kronik lebih dari satu bulan tanpa diketahui sebabnya, demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari satu bulan hilang timbul maupun terus menerus, kandidosis mulut, bercak putih berambut di mulut, tuberkulosis paru setahun terakhir, infeksi bacterial berat misalnya pneumonia. 4. Tingkat klinis empat lanjut. Badan menjadi kurus yaitu berat badan turun lebih dari 10 dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih dari satu bulan atau kelemahan kronik dan Universitas Sumatera Utara demam tanpa diketahui sebabnya lebih dari satu bulan, Pneumonia Pneumocystis carinii, tksoplasmosis otak, kriptokokosis di luar paru, infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali limfa, hati atau kelenjar getah bening, infeksi virus herpes simpleks di mukokutan lebih dari satu bulan, tuberkulosis di luar paru, limfoma, sarcoma Kaposi, ensefalopati HIV.

2.4.7. Patogenesis

Cara penularan terutama melalui darah, cairan tubuh, dan hubungan seksual. Virus HIV di temukan dalam jumlah dalam jumlah besar dalam cairan spermadan darah, sedangkan dalam jumlah kecil ditemukan dalam air liur dan air mata Budimulja dan Daili, 2008. Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans di mukosa rektum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplikasi di kelenjar getah bening stempat. Virus kemudian disebarkan melalui viremia yang disertai dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia Bratawidjaja, 2006. Kemudian virus menginfeksi sel CD4+, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid, Bratawidjaja, 2006. Sebagain besar infeksi dan prose neoplastik kulit pada penderita HIV diubah dan difasilitasi oleh hilangnya sel CD4 sistem imun Murtiastutik, 2008. Hewan model yang menunjukkan sel Langerhans sebagai target seluler pertama dari virus, yang bergabung dengan limfosit CD4 dan menyebar ke jaringan yang lebih dalam. Pada penelitian dengan subjek manusia, glikoprotein 120, envelope protein virus, mengikat molekul CD4, masuknya glikoprotein 120 ke sel membutuhkan coreseptor, CCR5, yang merupakan reseptor kemokin permukaan. Terjadinya viremia plasma yang cepat dengan menyebarnya diseminasi virus terlihat setelah inokulasi virus Murtiastutik, 2008. Pada manusia, viremia terjadi 4-11 hari setelah virus masuk mukosa. Angka replikasi virus menurun dengan respons imun spesifik virus pada hospes diperantarai oleh limfosit sitotoksik yang terutama bertarget melawan virus. Beberapa faktor soluble mensekresi sel CD8 yang dapat memberi konstribusi pada Universitas Sumatera Utara penurunan banyaknya virus. Setelah kejadian ini set point virus dikembangkan Murtiastutik, 2008. Dalam folikel limfoid, virus terkonsentrasi dalam bentuk kompleks imun yang diikat SD. Meskipun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten, destruksi sel CD4+ berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah sel CD4+ dalam sirkulasi menurun. Hal itu dapat memerlukan beberapa tahun. Kemudian menyusul fase prosresif kronis dan penderita menjadi rentan terhadap berbagai infeksi oleh kuman nonpatogenik Bratawidjaja, 2006. Sistem imun dikuasai oleh virus yang berproliferasi cepat di seluruh tubuh. Bila sel CD4 turun di bawah 100 ul, infeksi opurtunistik dan keganasan meningkat. Demensia HIV dapat terjadi akibat bertambahnya virus di otak Bratawidjaja, 2006.

2.4.8. Diagnosis