menceritakan masa pacaran dengan suaminya. Pada wawancara pertama hingga ketiga subjek selalu menggunakan kata “istilahnya”, namun di pertemuan-
pertemuan berikutnya intensitas pengucapan kata tersebut menurun.
b. Hasil Wawancara
1. Proses Pemilihan Pasangan
Husna adalah seorang wanita yang penyandang tunanetra yang berusia 20 tahun. Husna merupakan wanita beretnis Batak yang bermarga Harahap. Ia
merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Ia memiliki tiga orang kakak dan seorang abang. Di antara saudara-saudaranya hanya Husna yang tidak dapat
melihat. Sejak lahir, Husna sudah kehilangan penglihatannya. Menurut penuturan kakaknya, tidak diketahui secara jelas penyebab dari hilangnya penglihatan Husna
karena selama ibunya mengandung Husna, ibunya tidak pernah merasakan sakit atau keluhan apapun.
Husna tinggal bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ayah Husna telah meninggal dunia tujuh tahun yang lalu. Sejak kecil Husna di asuh
oleh tantenya sebut saja namanya tante Rita bukan nama sebenarnya. Tante Rita merupakan sanak saudara Husna yang berasal dari kampungnya yang berada di
Gunung Tua. Pada awalnya tante Rita hanya bekerja sebagai penjahit di rumah Husna, kebetulan pada saat itu ibu Husna tengah membuka usaha konveksi di
rumah mereka. Namun, karena sewaktu kecil Husna sering menangis dan ibunya tidak mampu meredakan tangisannya tersebut akhirnya tante Rita pun diminta
oleh ayah Husna untuk mengasuhnya. Selain dapat meredakan tangisan Husna,
Universitas Sumatera Utara
Husna pun merasa nyaman bersama tante Rita. Hal ini juga yang membuat ayah Husna tidak mengizinkan tante Rita untuk kembali ke kampung. Akhirnya selama
14 tahun belakangan ini tante Rita selalu mendampingi Husna kemanapun ia pergi.
“Iya, kan ibuk itu kerja tempat mamak di Bromo. Mamak ku kan buka konveksi kan ada tu bacaan penjahit Novita itu kan. Ya jadi ibu itu
jadi ikut kerja sama mamak rencana kan dia mau jahit aja kan gitu rupanya ditengok anaknya ini nangis aja, ini kok gini. Jadi, kalau sama
dia gitu diem gitu”.
S3.W4.16Jun14.B1605-1609.H68 “Dulu ada tante ku yang di kampung ya dia terkenal pande jugalah
mengajar gitu kan jadi yang ngurus dari kecilku dia aku kan sama mamak ku keknya kurang mau gitukan namanya anak kecil kek mana
ya nangis aja nangis aja setelah dia datang gitu keknya dia bisa mendiaminya sampek mendiang ayahku pun gak ngasi dia pulang
sampai di betah disini sampai 14 tahun”.
S3.W1.5Mei14.B353-359.H15 Tidak hanya mengasuh Husna, tante Rita juga mengajari Husna mengaji
hingga akhirnya saat ini Husna menjadi seorang qori’ah. Pada awalnya Husna diajari untuk menghafal ayat-ayat yang dibacakan oleh tantenya. Seiring
berjalannya waktu, Husna terus belajar dan mengasah kemampuannya di bidang tarik suara hingga kemudian Husna mencoba mengikuti perlombaan MTQ untuk
tingkat kecamatan. Tidak disangka Husna mendapatkan peringkat harapan 1. Sejak saat itu, Husna memutuskan untuk mencari seorang guru karena merasa
orang tuanya terlalu sibuk sehingga tidak dapat mengajarinya mengaji. Husna tidak hanya belajar pada satu guru saja, ia juga mencari seorang guru yang telah
menjadi pengajar bagi qori dan qori’ah untuk tingkat nasional untuk meningkatkan kemampuannya. Seiring berjalannya waktu Husna berkali-kali
Universitas Sumatera Utara
mengikuti perlombaan-perlombaan MTQ, bahkan sudah sampai ke tingkat nasional. Banyak prestasi-prestasi yang sudah dicapai oleh Husna selama
berprofesi sebagai seorang qori’ah. “Iya dari hafalan-hafalan gitu dibacakannya nanti aku menghafal.
Nanti lagunya disusunnya jadi udah lama-lama ikutlah MTQ kan. Pertama-pertama ikutlah lomba padahalkan yang ngajarkan tingkat-
tingkat kecamatankan tapi dapat juga harapan 1 di Medan tahun 2005 dari situlah mulai mencari guru dulu mamak ayah pun kan
sibuk keknya gak bisa gitu meluangkan waktu jadi nyari guru dapat informasi gitu. Ada dapat kami orang simp.limun, jadi pas mau
lomba meninggallah ayah jadi aku baca itu lomba itu kurang fokus jadi menurunlah ke harapan 2 jadikannya. Cari lagi guru yang udah
nasionalkan dapatlah orang perumnas Mandala ya udah belajar lah sama dia beranjak naik-naik terus”.
S3.W1.13Mei14.B361-373.H15 Subjek berasal dari keluarga yang berkecukupan. Selain memiliki sebuah
toko, orang tua Husna juga membuka usaha konveksi di rumahnya. Orang tua Husna terbilang cukup sibuk mengurus bisnis-bisnis keluarga yang mereka miliki.
Kesibukan orang tuanya ini membuat Husna merasa lebih dekat dengan tantenya. Menurut penuturan Husna, ia lebih sering bercerita dengan tantenya daripada
orang tuanya. Ia juga tidak sering bertemu dengan orang tuanya dikarenakan orang tuanya selalu pergi sebelum ia bangun dan pulang setelah ia tidur. Husna
mengeluhkan hal ini kepada tantenya, ia merasa orang tuanya terlalu sibuk. Namun tante Rita tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya bisa meminta Husna
untuk bersabar dan memahami bahwa orang tuanya begitu sibuk demi mencari rezeki.
“Ya ke ibu ini. Ya karena orang t sibuk ya bisa dibilang waktu kecilnya dia pergi awak belum bangun dia pulang awak udah tidur ya
gitu”.
Universitas Sumatera Utara
S3.W2.19Mei14.B511-513.H22 “Ya cerita-cerita tentang orang tua ya mama kok sibuk banget ya
sampai-sampai satu hari aja gak kerja mamak kan jualan, ya sabar- sabar ajalah kan dia cari duit juga”.
S3.W2.19Mei14.B520-522.H22 Meskipun demikian, kehadiran saudara-saudara Husna yang bekerja di
konveksi milik orang tuanya cukup menghibur dan menghilangkan rasa kesepian Husna. Mereka jugalah yang mengajari Husna cara menyetrika, mencuci dan
membersihkan rumah. Tak hanya itu, mereka juga berbagi pengalaman kepada Husna mengenai pernikahan dan berumah tangga. Husna sendiri beranggapan
bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang penting meski bagi seorang penyandang tunanetra. Kehilangan penglihatan bukanlah penghalang bagi
penyandang tunanetra untuk menjalani suatu pernikahan. Bagi Husna perbedaan antara tunanetra dengan orang normal hanya terletak pada penglihatannya saja.
Selebihnya, tunanetra memiliki keinginan yang sama seperti orang normal termasuk keinginan untuk menikah. Husna juga mengatakan bahwa pernikahan
merupakan peristiwa sekali seumur hidup, jika harus berpisah maka kematianlah yang akan memisahkan.
“Ya tunanetra itu kan ya bisa dibilang hanya mata saja yang memiliki hambatan tapi kan yang lain-lainnya mereka sempurna, jadi nafsu
mereka kan ada. Seperti laki-laki nafsu mereka kan ada. Ya biarpun mereka gak melihat si perempuan mendengar suaranya kan bisa lo
menimbulkan nafsu kan gitu”.
S3.W2.19Mei14.B412-417.H18 “Ya pernikahan itu ya janganlah pernikahan itu hanya untuk main-
main saja. Pernikahan itu kalau bisa ya hanya sekali kejadian kalau memang pisah ya pisah mati”.
S3.W2.19Mei14.B420-422.H18
Universitas Sumatera Utara
Husna berpendapat bahwa memilih-milih pasangan merupakan hal yang penting untuk dilakukan sebelum memutuskan untuk menikah. Meskipun
demikian, Husna tidak memilih-milih untuk mendapatkan pasangan yang memiliki wajah yang tampan, berpendidikan tinggi dan kelas sosioekonominya
lebih tinggi. Husna menyadari akan kekurangan yang dimilikinya sehingga ia tidak berharap untuk mendapatkan pasangan yang latar belakang pendidikannya
lebih tinggi Pendidikan dan inteligensi atau kelas sosioekonomi yang lebih tinggi Kelas sosioekonomi. Husna berharap mendapatkan pasangan yang dapat
menjadi imam baginya dan menjadi teladan bagi anak-anaknya Peran gender dan kebiasaan personal. Hal inilah yang membuat Husna lebih mengutamakan
pasangan yang taat beribadah, mau berusaha dan mengerti keadaan diri Husna Sikap dan perilaku.
“Ya penting, tapi kalau aku orangnya gak pala mentingin yang penting dia mau berusaha mau sholat gitu ajalah”.
S3.W3.30Mei14.B448-449.H19 “Ya tergantung kalau dia milih-milih kayanya, dia mesti kaya dia
mesti ganteng itu gak penting banget”. S2.W3.30Mei14.B1177-1178.H50-51
“Iya, itu boleh kita memilih-milih pasangan, tapi ya memilih yang sekedarnya aja gitu. Awak pun sadar juga awak kek mana masak iya
mau memilih yang orang yang betitel kan gak mungkin”.
S2.W3.30Mei14.B1183-1185.H51 “Kalau kita cemana ya, ya milih juga cuman yang kita pilih tu bukan
cemana ya kita bukan milih dia mesti orang kaya dia mesti yang berada kek yang pertama itu keknya gak cocok bukan gak cocok dari
segi materi tapi agamanya kurang ketat”.
S3.W2.19Mei14.B453-457.H20
Universitas Sumatera Utara
“Kita milih-milih yang orangnya yang mau berusaha, mau sholat gitu lah. Ya istilahnya yang mengertilah keadaan kita”.
S2.W3.30Mei14.B1180-1181.H51 Husna sendiri memiliki keinginan untuk menikah di usia 22 tahun. Ia
menyadari masih banyak kekurangan yang dimilikinya. Ia belum bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, namun takdir berkata lain. Di usianya yang
ke-18 tahun, Husna bertemu dengan seorang pria yang juga penyandang tunanetra yang sekarang telah menjadi suaminya. Pria tersebut berasal dari Indrapura dan
sekarang menetap di Medan. Pria tersebut bernama Azwar bukan nama sebenarnya beretnis Jawa dan berusia 15 tahun lebih tua dari Husna. Ia berprofesi
sebagai tukang pijat di salah satu panti pijat di kota Medan. Usia pernikahan Husna dan suaminya sudah menginjak 2 tahun, mereka juga sudah di karuniai
seorang putra. Hubungan Husna dengan pasangannya diawali dengan berkomunikasi
melalui handphone. Azwar mendapatkan nomor handphone Husna dari salah satu teman Husna yang berprofesi sebagai qori. Pada awal perkenalan, Husna dan
Azwar sering berkomunikasi melalui handphone. Mereka bercerita mengenai keadaan diri mereka masing-masing. Tak hanya berdua saja, terkadang mereka
pun melakukan conference dengan teman-teman lainnya yang juga penyandang tunanetra. Pada awal perkenalan, Husna telah menanyakan mengenai asal daerah
Azwar. Azwar berasal dari Indrapura. Perbedaan asal daerah tersebut bukanlah penghalang bagi Husna untuk melanjutkan hubungan dengan Azwar. Husna
sendiri tidak menentukan asal daerah pasangannya karena sebelumnya Husna juga pernah menjalin hubungan dengan pria penyandang tunanetra yang bertempat
Universitas Sumatera Utara
tinggal di Pasaman, Sumatera Barat. Namun, hubungan mereka berakhir karena pria tersebut tidak serius dengan Husna Propinquiy filter.
“Iya, dia bilang kan dia orang Dumai. Suku apa? suku Jawa katanya. Ya udah kerja dimana?kan umunya tunanetra ini kan
ngusuk. Kerja di kampung keling, di tempat pak Musawir”.
S3.W5.8Jul14.B2068-2075.H88 “Enggaklah gak mesti di Medan, orang bapak pun bukan orang
Medan”. S2.W3.30Mei14.B1520.H64
“Ya dulukan sempat juga kan pacaran sama yang di Pasaman itu kan. Ya gak pala mesti satu daerah, cuman kan dulu dia kan bilang
tinggal di Pasaman kita. Ya udah datang lah kemari jelasin”.
S3.W3.30Mei14.B1515-1517.H64 Selama berkomunikasi dengan Azwar, Husna juga mencari tahu mengenai
diri Azwar. Dari segi usia, Husna merasa sesuai dengan Azwar yang berusia 15 tahun lebih tua dari dirinya. Meskipun Azwar bukan seorang qori, namun Husna
dapat menerima Azwar karena Azwar dapat membaca Al-Qur’an dan juga rajin beribadah. Pekerjaan Azwar sebagai tukang pijat juga dapat diterima Husna yang
memang tidak menentukan kriteria pekerjaan pasangannya. Begitu juga dengan Azwar beretnis Jawa Homogamy filter.
“Iya usia berapa?kelahiran tahun berapa?tahun 79 dia bilang. Oh berarti sekitar 30-an lebih lah ya, iya katanya”.
S3.W5.8Jul14.B2448-2449.H102 “Ya dari usianya tanya juga. Ya ini cocok jugalah keknya daripada
yang sebaya dengan awak kan masih jiwa muda belum tau mau gimana. Itulah kek awak bilang masih di didik udah mendidik anak”.
S3.W5.8Jul14.B2625-2627.H108
Universitas Sumatera Utara
“Ya sukunya udah tau ya dia orang Jawa. Ya udahlah gak masalahnya itu”.
S3.W5.8Jul14.B2620. H108 Pada awal perkenalan, Husna tidak merasakan perasaan apapun kepada
Azwar. Sebelum berkenalan dengan Azwar, Husna juga sering berkomunikasi dengan pria-pria tunanetra lainnya. Ia merasa tunanetra-tunanetra yang selama ini
ia kenal selalu berbicara sembarangan. Mereka juga selalu mengucapkan hal-hal yang tidak sepatutnya diucapkan. Selain itu, Husna juga merasa tunanetra-
tunanetra yang ia kenal selama ini mau berpacaran. “Orang itu kalau ngomong itu asal ngomong aja itu tunanetra itu”.
S3.W1.5Mei14.B88.H4 “Gitulah dia, kalau ngomong itu asal ngejek asal apa. Itupun orang itu
mau mau juga tu main cewek…”. S3.W1.5Mei14.B90-93.H4-5
“Kalau tunanetra-tunanetra itu seperti kan kurasa kakak pernah nengok keknya cemana gitu, kalau ngomong gak dipikirin”.
S3.W1.5Mei14.B85-86.H4 “Itu tu kalau bicara tu, saya datang ke PERTUNI lah kek mana ya kek
asal bicara aja. Yang pantang-pantang pun dibicarain sama orang itu gak apa-apa”.
S3.W3.30Mei14.B981-983.H42 Namun, hal yang berbeda Husna rasakan ketika berkenalan dengan Azwar.
Ia merasa Azwar berbeda dengan tunanetra lainnya. Dari cara bicara Azwar menunjukkan kedewasaan. Ia tidak berbicara sembarangan dan hanya berbicara
seperlunya saja. Husna juga menilai bahwa pasangannya tersebut merupakan seorang pria yang calm. Hal inilah yang membuat Husna merasa tertarik dan
mulai menyukai Azwar Attraction filter.
Universitas Sumatera Utara
“Iya kayaknya orangnya calm aja, biasa aja. Gak kayak kawan- kawan lain, kawan-kawan lain itu kan hmm cemana ya kalau
ngomong tu asal ngomong aja”.
S3.W1.5Mei14.B90-93.H5 “Kek mana ya kalau dia tu ngomongnya lain dari pada lain gak
jadi bahan tertawaan agak dewasa ya jadi yang lain-lain itu keknya untuk iseng-iseng awak aja gitu gak ada gitu yang mau
dekat gitu”.
S3.W1.5Mei14.B289-292.H12 Sebagai seorang tunanetra, Husna mengandalkan indra pendengarannya
sebagai sarana dalam memberikan penilaian kepada pasangannya. Sejak berkenalan dengan Azwar, ia banyak mendengar informasi-informasi mengenai
Azwar dari teman-temannya. Husna mendengar informasi bahwa Azwar merupakan pria yang homosexual, karena panti pijat tempat Azwar bekerja
menerima pasien sakit homosexual. Namun, Husna tak mudah percaya. Ia merasa Azwar yang rajin beribadah tidak mungkin seorang pria yang homosexual.
Ia pun membuktikan ucapan teman-temannya tersebut dengan bertanya secara langsung kepada Azwar. Azwar menyangkal ucapan teman Husna tersebut. Azwar
mengakui bahwa panti pijat tersebut memang menerima pasien sakit, namun ia sendiri tidak mau menerima pasien sakit. Husna pun lebih mempercayai ucapan
Azwar. “… Ada lah yang homo homo gituu. Dulu kan bapak sempat juga di
bilang homo homo sama pasien cuman ku tanya balek betul enggak sempat juga nyari bukti”.
S3.W2.19Mei14.B911-914.H39 “Orang kan tau pasien di Kampung Keling kan, pasien sakit pasien
sakit kata orang itu pasien homo”. S3.W2.19Mei14.B916-917.H39-40
Universitas Sumatera Utara
“Enggak, gak mungkin ni orangnya homo. Masak orang mau sholat kok kek gitu sih. Ku tanya langsung sama orangnya. Betul gak tu
pasiennya itu ada yang homo. enggah ah memang orang orang yang lain itu ada tapi aku enggak”.
S3.W2.19Mei14.B919-922.H40 “Iya, gak nyangka ya aziz mau nikah gitu kan. Loh kok gini gini sih
ibu ini, ya sempat kek mana jugalah kok bilang gitu mau nikah mau nikah. Kan kalau orang homo gitu istilahnya udah gak nafsu lagi
sama perempuan kan gitu, dia maunya sama laki-laki aja. Terus aku tanya sama bapak gitu kan, kok dibilang ibu itu gitu aja sih? ah dia
memang kek gitu aja nya itu. Sekarang intinya gini aja katanya, kalau orang homo itu nafsunya sama laki-laki aja gak sama
perempuan”.
S3.W3.30Mei14.B1487-1493.H63 “Iya, ah masak sih. Tanya sama kawan kawan yang lain kan sih
memang pasien di panti itu pasien sakit semua memang, tapi gak taulah ntah dia ntah gitu, tanya ajalah. Ya ditanya lah betul gak sih
itu, enggak ah katanya. Ah yang betollah, iya aku gak mau kek gitu kek gitu.,..”.
S3.W3.30Mei14.B1478-1485.H63 Selain itu, Husna juga mendengar dari teman-temannya bahwa Azwar
adalah seorang yang pelit. Teman-teman Husna mengatakan bahwa Azwar adalah seorang yang susah untuk mengeluarkan uang. Bahkan untuk menyenangkan
hatinya sendiri saja ia perhitungan. Namun, Husna tidak mempermasalahkan hal tersebut. Husna merasa orang tua Husna juga pelit namun ia masih bisa
berkecukupan. Husna pun mengabaikan ucapan-ucapan temannya tersebut. “… Ya orangnya rajin sholat, ya memang sih kalau pelit ya dia ya
memang agak susahlah ngeluarkan duit”. S3.W5.8Jul14.B2047-2049.H87
“Hmm, cuman itu udah tau juga, kek mana ya, dia sayang ngeluarkan duitnya”.
S3.W5.8Jul14.B2051-2052.H87
Universitas Sumatera Utara
“Ya taulah karena di bilang kawan-kawan itu kan, “itu pelit dia itu, untuk dirinya sendiri aja pelit, gak mau menyenangi hatinya sendiri.
Pantasanlah dia banyak uangnya”, kata orang tu gitu”.
S3.W5.8Jul14.B2054-2056.H87-88 “Kek mana sih pelitnya orang dalam hati ku kan. Toh, orang tua ku
pelit juganya, ah makan juganya”. S3.W5.8Jul14.B2062-2063.H88
Meskipun banyak mendapat informasi negatif mengenai Azwar, namun Husna tetap mencari tahu mengenai Azwar. Husna bertanya kepada teman-teman
yang lainnya dan juga guru Azwar. Guru Azwar mengatakan bahwa Azwar adalah pria yang pendiam dan rajin sholat. Selain itu, pemilik panti pijat tempat Azwar
bekerja juga mengatakan bahwa Azwar tidak seperti pria tunanetra lainnya yang sering berkomunikasi melalui handphone dengan tunanetra-tunanetra lainnya. Ia
juga tidak mencari-cari kekasih seperti yang lain. Hal ini yang semakin membuat Husna merasa tertarik kepada Azwar Attraction filter.
“Ya cemana ya, sifat-sifatnya gitu ya memang orangnya mau sholat. Apalagi kawan-kawan itu membisik-bisikkan ke awak bagus lo sama
si aziz ini”.
S3.W1.5Mei14.B176-178.H7 “ Iya, ada gurunya di gajah mada itu kan, jadi dia bilang “ ya dia itu
bagus, dia tu cemana ya memang orangnya pendiam ya tapi baguslah orangnya, cocoklah keknya sama dia”.
S3.W1.5Mei14.B182-185.H7 “Ya waktu dia, waktu kami pengajian tanya sama kawan, sama
gurunya juga guru ngajinyalah,bapak kan. Ini aziz ni gimana ya orangnya? kok kayaknya pendiam kali?. Ya dia memang kayak gitu,
katanya gitu kan. Ini ku tengok orangnya mau juga sholat ya? iya”.
S3.W5.8Jul14.B2021-2024.H86 “Ya tau, tukangnya boss kerjaannya kan bilang juga sama ku”.
Universitas Sumatera Utara
S3.W5.8Jul14.B2437.H101 “Ya dia itu gak pernah nelpon siapa-siapa. Gak kek kawan-kawan
telpon sana-sini, cari cewek sana sini. Melalui hp aja dapat dapat pulsa lumayan kata orang itu gitu kan”.
S3.W5.8Jul14.B2439-2441.H102 Selama sebulan lebih berkenalan dengan Azwar akhirnya Azwar
menyatakan perasaannya kepada Husna dan mereka resmi berpacaran. Mereka sering bertemu di pengajian-pengajian tunanetra yang dilaksanakan di Gajah
Mada. Tanpa sepengetahuan orang tuanya Husna juga selalu mencuri-curi waktu untuk bertemu dengan Azwar. Tak seperti biasanya, ketika handphone Azwar
tidak dapat dihubungai selama kurang lebih 3 atau 4 hari, Husna pun mulai merasa kehilangan. Setiap Husna bertemu dengan Azwar ia juga merasa ingin
terus bersama dan jika tidak bertemu Husna merasa rindu. “Cemana ya, lain aja gitu enak aja komunikasi sama dia. Terus kan dia
sempat gak aktif no.nya, awak kan gak tau dia kerja dimana, tau tau sih kerja di kampung keling cuman gaklah mungkin kesana. Sempat
gak aktif no.nya kan waktu kami masih temenan gak aktif selama 3 atau 4 hari keknya kecarian gitu. Biasanya kalau orang-orang lain
kalau gak aktif ya udah, tapi ini kecarian”.
S3.W2.19Mei14.B568-574.H25 “Ya kek mana ya, ya gak jumpa sama orang itu keknya merasa
rindu”. S3.W2.19Mei14.B755.H33
“Iya, kalau jumpa gitu keknya mau gak mau pulang aja gitu”. S3.W2.19Mei14.B757.H33
Tak lama berpacaran, Azwar pun menyatakan niatnya untuk menikah dengan Husna. Menurut Husna, Azwar memang tengah mencari pasangan untuk
dijadikan istri bukan hanya sekedar berpacaran saja. Mendengar ajakan Azwar
Universitas Sumatera Utara
tersebut, Husna merasa terkejut. Meski ia sendiri memiliki keinginan untuk menikah namun ia belum merasa siap karena pada saat itu usianya belum genap
18 tahun. Ia belum bisa melakukan pekerjaan rumah tangga seperti, membereskan rumah, menyapu, mencuci, dan memasak. Ditambah lagi Husna sendiri tidak
bekerja hanya berprofesi sebagai qori’ah. “Ya memang mungkin ya abang itu memang mau mencari pasangan
yang memang udah mau ke jenjang pernikahanlah. Jadi kami ya cerita-cerita awalnya kami cerita biasa-biasa aja, ….”.
S3.W2.19Mei14.B169-173.H7 “Ya setelah dia nelpon nelpon gitukan setelah dia bilang ngajak nikah
itu kan sempat lama juga tu di pikir-pikirkan dulu sempat ku bilang aku ni gak pande apa-apa kok mau kali? masih banyak cewek cewek
lain kan gitu. Aku gak pande masak, gak pande ngurus suami gak sempurnalah kayak orang orang yang lain. ya gak apa-apa ada cewek
cewek lain pun kalau milih milih ya percuma aja kan gitu”.
S3.W2.19Mei14.B852-858.H37 Meskipun demikian, Azwar tetap berusaha untuk meyakinkan Husna
untuk menikah dengan dirinya. Ia berusaha membujuk Husna. Ia mengatakan bahwa ia menerima segala kekurangan Husna. Ia pun tidak menuntut Husna untuk
melakukan pekerjaan rumah ataupun bekerja. Bagi Azwar, Husna mau melaksanakan sholat dan selalu mendo’akannya saja sudah cukup. Sebelum
menikah, Husna telah memberitahukan mengenai profesinya dan ketidakmampuannya untuk bekerja. Mereka pun telah mensepakati bahwa Azwar
yang bekerja dan Husna mendalami profesinya sebagai qori’ah Kesamaan sikap dan nilai. Azwar juga selalu berkata kepada Husna mengenai kesediannya untuk
berusaha dan meminta Husna untuk mendo’akannya Compatibility filter.
Universitas Sumatera Utara
“Ya karna kamu tu rajin sholat biar pun kamu gak bisa apa-apa kerja, tapi kan kamu bisa do’a, istilahnya kamu do’anya aku usahanya”.
S3.W1.5Mei14.B339-341.H14 “….. ya gak apa-apa katanya, nikah itu kan intinya bukan itu, yang
betollah nanti nyesal aku gak bisa apa-apa soalnya. Ya gak apa-apa katanya. Sempat lama juga dia bujuk-bujuk aku, tapi ya lama-lama
akhirnya yakin sendiri”.
S3.W1.5Mei14.B324-331.H14 “Apalah dia bilang, kan ku bilang aku enggak bisa apa-apa, apapun
gak bisa ku bilang, nanti nyesal ku bilang. Haa, gak apa-apalah katanya kek gitu, orang melihat itu aja belum tentu bisa apa-apa.
Katanya gitu”.
S3.W3.30Mei14.B1090-1091.H44 Selain itu, Husna sendiri juga sudah merasa cocok dengan Azwar. Sifat-
sifat yang dimiliki Azwar sesuai dengan yang Husna harapkan. Azwar yang tidak berbicara sembarangan dan tidak banyak bicara sesuai dengan diri Husna yang
tidak menyukai pasangan yang suka berbicara sembarangan. Azwar juga tidak sering berkomunikasi dengan wanita tunanetra melalui handphone juga semakin
menambah kesesuaian antara dirinya dengan Azwar Compatibility filter. “Ya cocoknya itu gimana ya, ya cocok dari segi dewasanya cocok dari
segi tingkah lakunya jugalah gak pala banyak-banyak ngomong”. S3.W4.16Jun14.B1765-1766.H75
“Yah gimana ya, ya cocok aja dengan kepribadian dia. Dengan dia yang orangnya biasa-biasa aja enggak kek kawan-kawan telpon sana telpon
sini cewek-cewek kan”.
S3.W5.8Jul14.B2432-2434.H101 Husna sadar sebagai seorang qori’ah, ia tentu akan sering mengikuti
perlombaan MTQ. Mengikuti perlombaan MTQ tersebut bisa menghabiskan waktu berhari-hari hingga berbulan-bulan. Husna pun harus pergi ke luar kota jika
Universitas Sumatera Utara
perlombaan tersebut setingkat nasional. Ditambah lagi teman-teman yang mengikuti perlombaan tersebut tidak hanya wanita namun juga pria. Hal ini
membuat Husna berharap mendapatkan pasangan yang dapat bertoleransi dengan pekerjaannya sebagai qori’ah Peran gender dan kebiasaan personal. Hal ini juga
ia temukan selama berpacaran dengan Azwar. Azwar tidak pernah melarang Husna untuk pergi dan juga selalu mengerti keadaan Husna jika sedang mengikuti
perlombaan Compatibility filter. “Iya, karena kan awak sering pergi pergi MTQ gitu kan. MTQ itu tau
lah bukan gak lama lama kadang sebulan. Lagipun yak an kawan kawannya cowok cowok semua apalagi kalau udah jumpa ya pastilah
dicandain awak kan. Jadi dia tu jangan cemburu dengan hal yang gitu-gituan”.
S3.W4.16Jun14.B1559-1562.H66 “Enggaklah enggak ada kau mau pigi sama siapapun ya silahkan”.
S3.W4.16Jun14.B1854.H79 Husna dan pasangannya saling menerima kekurangan masing-masing.
Husna juga mampu menerima keadaan kondisi ekonomi Azwar. Sebelumnya, Azwar telah mengatakan keadaan sosioekonominya yang rendah. Namun, Husna
sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ia beranggapan yang terpenting adalah pasangannya mau bekerja apapun itu asalkan halal. Husna juga sadar akan
kondisinya sebagai seorang tunanetra, hal ini jugalah yang membuat Husna tidak berharap untuk memiliki pasangan yang kelas sosioekonominya lebih tinggi
Kelas sosioekonomi. Ia juga merasa kekayaan tidak menjamin kebahagiaan bagi dirinya Homogamy filter.
Universitas Sumatera Utara
“Yah aku yang sesuai ya kurasa yang kayak bapak inilah, mau sholat, orangnya pun ya gak terlalu kaya kaya, ya sederhana lah gitu.
Cari duit sendiri, gak tergantung ya gitulah”.
S3.W3.30Mei14.B1188-1190.H51 “Ya dia sih memang cerita dia tu orang gak punya aku sih
oke-oke aja, gak penting kok itu orang kaya”. S3.W1.19Mei14.B487-490.H21
“Iyaa kan uang itu bisa dicari, masih bisa diusahakan. Toh kalau kita nikah sama orang kaya kesibukkannya itu aja kan
di perusahaan itu aja kan kita gak bahagia”.
S3.W1.19Mei14.B492-494.H21 Pada akhirnya, Husna pun merasa yakin dengan Azwar dan
menyampaikan niat mereka untuk menikah kepada orang tua dan keluarga Husna. Orang tua dan keluarga Husna merasa terkejut mendengar keinginan Husna
tersebut. Ibu Husna meragukan keadaan Husna yang tidak bisa melakukan pekerjaan apapun, ditambah lagi usia Husna yang pada saat itu belum genap 18
tahun. Tak hanya ibu dan keluarga Husna, setelah mendengar kabar tersebut tante Rita segera menghubungi untuk mendapatkan penjelasan dari Husna mengenai
kabar bahwa ia ingin menikah. Tante Rita juga merasa terkejut mendengar kabar Husna akan menikah.
Pada saat itu, Husna sendiri belum mengenal keluarga Azwar. Ia hanya mengetahui mengenai keadaan keluarga Azwar melalui cerita yang disampaikan
oleh Azwar. Husna memang tidak mencari tahu latar belakang keluarga Azwar Latar belakang keluarga. Ia hanya mengetahui bahwa hubungan Azwar tidak
harmonis dengan kedua orang tuanya. Hal ini dikarenakan perilaku orang tua Azwar tidak sesuai dengan prinsip Azwar. Husna pernah berkomunikasi dengan
Universitas Sumatera Utara
bibik Azwar yang berada di Indrapura namun tidak pernah bertemu langsung. Selain itu, adat budaya Husna juga tidak mengizinkan Husna untuk datang ke
tempat pria sebelum resmi menjadi suami istri. Hal inilah yang membuat Husna tidak begitu mengetahui mengenai keadaan keluarga Azwar.
Pada awalnya, keluarga Husna tidak menyetujui keinginan Husna tersebut. Meskipun demikian, Husna tetap bersikeras untuk menikah. Husna beranggapan
jika ada pria yang telah menyukai dirinya dan mengajak dirinya ke jenjang pernikahan maka tidak baik bagi dirinya untuk menolak lamaran tersebut. Ia
beranggapan, jika ia menolak maka akan sulit untuk mendapatkan jodoh lagi. Husna mengatakan kepada orang tuanya untuk tidak melarang keinginannya
untuk menikah, ia juga mengatakan kepada ibunya jika tidak disetujui untuk menikah maka yang akan timbul adalah maksiat. Mendengar perkataan Husna
tersebut, keluarga Husna hanya terdiam dan akhirnya meminta Husna untuk membawa pasangannya tersebut ke rumah
“Ya kek mana ya, kalau yang pertama itu ngapakan kita sementara kita udah yakin itu gak boleh ditolak, kalau ditolak nanti kejadiannya
kita jadi lama prosesnya gitu”.
S3.W1.19Mei14.B435-437.H19 “Ya kan misalnya ada yang naksir kita sementara kita juga mau ya
bagus diteruskan aja ya kok bisa dibawa ke jenjang pernikahan karena kalau udah kita yang mutuskan cowok ini nanti kita
mendapatkan keduanya itu ya payah jadinya kek gitu”.
S3.W1.19Mei14.B439-442.H19 “Iya itu, iya memang. Kalau kita udah sama-sama suka kalau
seketika dia ngajak ke jenjang yang serius gak boleh ditolak, istilahnya gitu”.
S3.W3.30Mei14.B1137-1138.H49
Universitas Sumatera Utara
“Ya saudara-saudara sih apalagi mamak awak ya gimana lagi sebetulnya dia gak setuju juga tapi karena udah ku bilang kalau
anaknya mau nikah janganlah di larang larang ku bilang gitu nanti adanya maksiat awak bilang gitu sama mamak kan mana kelen pilih.
Tediam orang tu, kau tau dari mana pulak ceramah itu? ya gak ada inisiatif sendiri aja ku bilang. Ya udahlah, mana sih orangnya suruh
datang kemari aja itu orang itu bilang gitu. Kebetulan kan karyawan karyawan mamak ini semua saudara, mana sih orangnya suruh
datang kemari. Ya datanglah kemari sama temen-temen kan temenya di kampung keling temennya sekerja datanglah kemari orang itu
tiga”.
S3.W2.19Mei14.B696-707.H31 Husna juga menginginkan akan adanya pernikahan. Ia merasa dengan
menikah ia akan memiliki pendamping hidup yang dapat selalu menemaninya. Ia juga merasa jika ia dikaruniai anak, maka anak-anaknya kelak dapat menuntun
dan merawat Husna di hari tua. Husna menyadari bahwa ia tidak akan seterusnya bersama tante dan saudara-saudaranya. Ia juga sadar bahwa tidak selamanya
mereka akan terus perhatian dengan dirinya. Ditambah lagi ia melihat kakak dan tantenya pergi tinggal bersama dengan suami mereka setelah menikah.
“Saya berpikiran gak selamanya tunanetra inikan kek gini, sementara kakak saya nikah ya ikut suaminya, semua ikut suaminya,
kayak ibu saya tadi dia tinggal di kampung, nanti kalau saya menikah kan ada yang nemenin kalau ada anak nanti kan ada yang
nuntunin di hari tua”.
S3.W2.19Mei14.B498-502.H21 “Kek mana ya, ini kan ya iya kalau mamak awak selamanya masih
ada. Kan nanti punya anak, nantikan anak tu mau nuntun di hari tua”. S3.W1.5Mei14.B138-140.H6
“ Kayak mana ya keknya di hari tua nanti kalau punya anak ada yang ngurusin gitu”.
S3.W1.5Mei14.B53-54.H3
Universitas Sumatera Utara
“Sebenarnya gini aja kemaren, aku nikah ajalah toh nanti aku punya anak udah besar nanti bisa nuntun di hari-hari tua. Gak selamanya
nya orang ini bisa perhatian sama ku kan gitu….”
S3.W5.8Jul14.B2194-2199.H92 “Iya itu tadi dalam hati kan aku nikah ajalah dari pada aku kek gini
gini kan gitu. Terluntang lantung sana sini, nanti gak semuanya orang ini bisa perhatian sama awak. Kalau udah nikah yang satu ikut
suaminya, seganlah awak kan gitu. Nanti aku nikah punya anak, nanti anak itu nuntun-nuntun aku di hari tuanya”.
S3.W5.8Jul14.B2258-2262.H94 Pada akhirnya, Azwar dan keluarganya datang ke rumah Husna untuk
melangsungkan lamaran. Namun, bukannya melangsungkan lamaran, Azwar malah diminta menunggu Husna hingga genap berusia 20 tahun. Hal tersebut
merupakan permintaan dari abang Husna yang melarang Husna untuk menikah karena usianya yang belum genap 18 tahun. Azwar tentu tidak menyetujui
keinginan abang Husna tersebut, meski ia tidak membantah secara langsung di hadapan keluarga Husna. Husna pun merasa bingung dengan keadaan tersebut.
Husna tidak mau membantah keluarganya, namun ia juga merasa takut kehilangan Azwar jika mengundurkan pernikahan. Akhirnya, Husna pun berusaha membujuk
ibunya untuk mengizinkan ia menikah dengan Azwar. Melihat Husna yang begitu bersikeras untuk menikah akhirnya keluarga Husna pun menyetujui pernikahan
mereka. Pernikahan mereka dilangsungkan di kediaman orang tua Husna di Jln.
Bromo. Mereka juga melaksanakan serangkaian adat Batak dalam proses pernikahan. Setelah menikah, Husna dan Azwar tinggal di sebuah kamar sewa di
panti pijat tempat Azwar bekerja. Merasa kamar tersebut terlalu kecil, orang tua Husna pun mencarikan sebuah rumah kontrakan untuk Husna dan Azwar yang
Universitas Sumatera Utara
berlokasi di Jln. Utama. Di sanalah Husna dan Azwar mulai membuka usaha panti pijat sendiri. Namun, usaha yang mereka buka tidak berjalan dengan lancar.
Mereka mengalami kesulitan ekonomi, bahkan untuk makan saja mereka masih dibantu oleh saudara-saudara Husna. Akhirnya Azwar pun memutuskan untuk
kembali bekerja di panti pijat tempat ia bekerja sebelumnya. Keadaan perekonomian mereka pun perlahan-lahan mulai membaik.
Tak lama berada di rumah tersebut, Husna dan Azwar tinggal bersama kakak Husna yang berada di Jln. Utama karena Husna yang baru melahirkan.
Husna membutuhkan bantuan kakaknya untuk mengurus bayi. Karena kondisinya yang tidak dapat melihat maka akan sulit untuk mengurus seorang bayi. Setelah
setahun tinggal bersama, terjadi perselisihan paham antara Azwar dan kakak iparnya. Azwar pun memutuskan untuk tinggal berpisah dari kakak iparnya
tersebut. Hubungan Azwar dengan ibu dan keluarga Husna terbilang tidak harmonis. Awal munculnya permasalahan antara Azwar dan ibu Hunsa adalah
ketika Husna melahirkan ibu Husna memotong pendek rambut Husna tanpa sepengetahuan Azwar. Azwar pun tidak terima dengan hal tersebut dan
menyampaikan rasa keberatannya tersebut kepada ibu Husna. Tak hanya itu, terjadi perselisihan paham antara Azwar dan ibu Husna. Azwar tidak menyukai
keluarga Husna yang selalu ikut campur dalam urusan Husna. Hingga saat ini, Husna merasa binggung dengan hubungan suami dan ibunya. Ia merasa sebagai
seorang anak bukanlah hal yang baik untuk menentang orang tua. Ia pun menyadari sikap orang tuanya seperti itu karena kekhawatiran mereka dengan
Universitas Sumatera Utara
kondisi Husna yang merupakan seorang tunanetra. Namun, sebagai seorang istri ia juga tidak mau membantah suaminya.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
a.
Latar Belakang Keluarga
1.
Kelas Sosioekonomi
Husna menyadari akan kekurangan yang dimilikinya sehingga ia tidak berharap untuk mendapatkan pasangan yang kelas sosioekonomi yang lebih tinggi
Kelas sosioekonomi. Husna juga tidak menentukan pekerjaan pasangannya Kelas sosioekonomi. Husna hanya berharap mendapatkan pasangan yang mau
bekerja dan berusaha. Ia menerima apapun pekerjaan pasangannya asalkan pekerjaan tersebut halal. Husna lebih mengutamakan pasangan yang taat
beribadah dan rajin melaksanakan sholat. “Ya tergantung kalau dia milih-milih kayanya, dia mesti kaya dia
mesti ganteng itu gak penting banget”. S2.W3.30Mei14.B1177-1178.H50-51
“Kalau kita cemana ya, ya milih juga cuman yang kita pilih tu bukan cemana ya kita bukan milih dia mesti orang kaya dia mesti yang
berada kek yang pertama itu keknya gak cocok bukan gak cocok dari segi materi tapi agamanya kurang ketat”.
S3.W2.19Mei14.B453-457.H20 “Ya gak sih, cuma aku kan punya kriteria juga sih kalau nikah itu
sama yang mau berusaha yang mau sholat itu aja. Ya kalau bisa yang baca Qur’an”.
S3.W2.19Mei14.B536-538.H23 “Ya yang mau kerja gitulah mau dia berusaha”.
S3.W2.19Mei14.B540.H23
Universitas Sumatera Utara
“Iya, yang penting dia mau sholat mau kerja mau berusaha”. S3.W2.19Mei14.B469.H20
“Ya gimana ya. Ya kerja apapun asalkan halal gitu aja”. S3.W5.8Jul14.B1987.H85
2.
Pendidikan dan Inteligensi
Husna menyadari akan kekurangan yang dimilikinya sehingga ia tidak berharap untuk mendapatkan pasangan yang latar belakang pendidikannya lebih
tinggi Pendidikan dan inteligensi. “Iya, itu boleh kita memilih-milih pasangan, tapi ya memilih yang
sekedarnya aja gitu. Awak pun sadar juga awak kek mana masak iya mau memilih yang orang yang betitel kan gak mungkin”.
S2.W3.30Mei14.B1183-1185.H51 3.
Pernikahan Antar Ras atau Suku
Husna tidak menentukan kriteria pasangan dari faktor suku Pernikahan antar ras atau suku. Meskipun ibunya memberikan saran untuk menikah dengan
pria yang beretnis Batak, namun hal tersebut tidak mempengaruhi Husna. Husna beranggapan sifat seseorang tidak dipengaruhi oleh etnisnya sehingga Husna tidak
mempermasalahkan apapun etnis pasangannya. “Kalau aku suku apa ajalah, yang penting orangnya baik. Soal suku
kan gak jadi masalah sih”. S3.W1.5Mei14.B119-120.H5
“Iyalah. Semua sifat orang itu gak tergantung dari suku gitu aja”. S3.W5.8Jul14.B2623.H97
Universitas Sumatera Utara
c. Karakteristik Personal
1. Sikap dan Perilaku
Sejak awal Husna berharap mendapatkan pasangan yang juga merupakan seorang penyandang tunanetra Sikap dan perilaku. Husna
beranggapan jika menikah dengan sesama penyandang tunanetra maka ia dan pasangannya sudah saling memahami dan mengetahui kekurangan dan
kelebihan masing-masing sebagai seorang penyandang tunanetra. Husna merasa pria yang dapat melihat belum tentu dapat menerima kekurangannya
sebagai seorang tunanetra. Sejak awal, Husna juga tidak menentukan karakteristik fisik pasangannya. Bagi Husna, penampilan fisik pasangannya
bukanlah hal yang penting. Seperti apapun penampilan fisik pasangannya, Husna tetap tidak bisa melihatnya Sikap dan perilaku. Meskipun demikian,
Husna tetap mencari tau mengenai penampilan fisik pasangannya dengan bertanya pada teman-temannya yang dapat melihat. Teman Husna pun
memberitahukan pada Husna mengenai bentuk wajah dan warna kulit Azwar.
“Ya kek mana ya ciri-cirinya?kek mana sih dia tu? kalau menurut aku orangnya gak pala jelek. Gak pala lah jelek
orangnya, gak pala tinggi agak kecil. Ya kalau kecilnya aku tau lah, putih gak? gak pala”.
S3.W4.16Jun14.B1812-1814.H77 “Buat apalah ganteng ganteng gitu, awak pun gak nampaknya
cemana”. S3.W4.19Jun14.B1537.H65
“Hmm, gak pala memandang musti dia fashion rapi gitu enggak”.
Universitas Sumatera Utara
S3.W3.30Mei14.B1037.H42 “Ya karena itukan sekedar di dunia aja, kan gak itu yang dicari”.
S3.W3.30Mei14.B1039.H42 “Iya, memang mau sama yang tunanetra juga”
S3.W1.5Mei14.B143.H7 “Karna kalau tunanetra ini kek mana ya keknya kita udah tau
masing-masing kekurangannya, kelebihannya kita udah tau. Kalau kita nikah sama orang normal kan ya dia manis-manis
depan awak aja nanti di belakang awak lain pikirannya”.
S3.W1.5Mei14.B145-149.H7 “Karena orang melihat itu cemana ya, kalau tunanetra itu dia tu
tau mau kita cemana ya udah sama sama kita gitulah”. S3.W4.16Jun14.B1663-1664.H71
2. Perbedaan Usia
Husna juga berharap mendapatkan pasangan yang berusia lebih tua dari dirinya Perbedaan usia. Ia berharap dengan mendapatkan pasangan
yang lebih tua maka dapat mengarahkan dan memberikan nasehat kepada Husna. Selain itu, Husna juga merasa bahwa jika menikah dengan pria yang
lebih muda maka tidak bisa memberikan nasehat dan ia juga merasa ragu seorang yang masih muda dapat mendidik anak-anak kelak.
“Karna kalau lebih tua dia bisa mengarahkan kita”. S3.W1.5Mei14.B157.H7
“Karena kalau yang lebih muda ini kita masih berjiwa jiwa muda gitu kan belum bisa mengasi nasehat ibaratkan kata orang
masih anak-anak udah mendidik anak. Gitulah ceritanya”.
S3.W3.16Jun14.B1716-1718.H73
Universitas Sumatera Utara
3. Peran Gender dan Kebiasaan Personal
Husna berharap mendapatkan pasangan yang dapat menjadi imam baginya dan menjadi teladan bagi anak-anakny Peran gender dan kebiasaan
personal. Hal inilah yang membuat Husna lebih mengutamakan pasangan yang taat beribadah, mau berusaha dan mengerti keadaan diri Husna Sikap
dan perilaku. Husna sadar sebagai seorang qori’ah, ia tentu akan sering mengikuti perlombaan MTQ. Mengikuti perlombaan MTQ tersebut bisa
menghabiskan waktu berhari-hari hingga berbulan-bulan. Husna pun harus pergi ke luar kota jika perlombaan tersebut setingkat nasional. Ditambah
lagi teman-teman yang mengikuti perlombaan tersebut tidak hanya wanita namun juga pria. Hal ini membuat Husna berharap mendapatkan pasangan
yang dapat bertoleransi dengan pekerjaannya sebagai qori’ah Peran gender dan kebiasaan personal. Hal ini juga ia temukan selama berpacaran dengan
Azwar. Azwar tidak pernah melarang Husna untuk pergi dan juga selalu mengerti keadaan Husna jika sedang mengikuti perlombaan Compatibility
filter. “Iya, karena kan awak sering pergi pergi MTQ gitu kan. MTQ
itu tau lah bukan gak lama lama kadang sebulan. Lagipun yak an kawan kawannya cowok cowok semua apalagi kalau udah
jumpa ya pastilah dicandain awak kan. Jadi dia tu jangan cemburu dengan hal yang gitu-gituan”.
S3.W4.16Jun14.B1559-1562.H66 “Enggaklah enggak ada kau mau pigi sama siapapun ya silahkan”.
S3.W4.16Jun14.B1854.H79
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11. Rekapitulasi Analisa Proses Pemilihan Pasangan Pada Tunanetra Dewasa Awal
Subjek III : Husna
No Faktor
Gambaran
1 Field of eligible
− Subjek berharap mendapatkan pasangan yang juga merupakan seorang penyandang tunanetra. Subjek juga
berharap mendapatkan pasangan yang seprofesi dengan dirinya atau minimal seorang hafidz Qur’an. Ia berharap
mendapatkan pasangan yang taat beribadah dan dapat membaca Al-Qur’an.
2 Propinquity filter
− Subjek berkenalan dengan pasangannya dengan berkomunikasi melalui handphone. Subjek sendiri tidak
menentukan asal daerah pasangannya. 3
Attraction filter − Subjek tidak menentukan kriteria penampilan fisik
pasangannya. Bagi subjek, penampilan fisik bukanlah hal yang penting dalam memilih pasangan. Subjek merasa
seperti apapun keadaan penampilan fisik pasangannya subjek tetap tidak dapat melihatnya.
− Subjek tertarik kepada pasangannya dikarenakan pasangannya subjek taat beribadah dan dapat membaca Al-
Qur’an. Subjek merasa pasangannya berbeda dengan tunanetra lainnya karena pasangannya bersifat dewasa, tidak
banyak berbicara dan tidak sering berkomunikasi dengan tunanetra-tunanetra lainnya melalui handphone.
4 Homogamy filter
− Dari faktor usia, subjek mendapatkan pasangan sesuai dengan yang ia harapkan. Ia mendapatkan pasangan yang
usianya 15 tahun lebih tua dari dirinya − Dari faktor suku, kelas sosioekonomi, dan pendidikan
subjek tidak memiliki kriteria khusus sehingga subjek
Universitas Sumatera Utara
merasa sesuai dengan suku, kelas sosioekonomi, dan pendidikan pasangannya.
5 Compatibility filter
− Subjek merasa kecocokan dengan pasangannya. Kecocokan yang subjek rasakan dengan pasangannya dikarenakan sikap
pasangannya yang dewasa. − Subjek juga merasa pasangannya bisa menerima kekurangan
subjek yang tidak bekerja dan tidak dapat melakukan pekerjaan rumah apapun. Pasangan subjek juga tidak
menuntut subjek untuk bekerja. − Subjek dan pasangan subjek memiliki penilaian yang sama
mengenai peran yang akan dijalani setelah menikah dan pasangan subjek dapat mentoleransi keadaan subjek sebagai
seorang qori’ah. 6
Trial filter Subjek tidak melalui proses tunangan
7 Decision filter
Subjek memutuskan untuk menikah dengan pasangannya
Tabel 12. Rekapitulasi Analisa Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pemilihan Pasangan Pada Tunanetra Dewasa Awal
Subjek III : Husna
No Faktor
Gambaran
1 Latar belakang keluarga
− Menurut subjek, sebelum menikah merupakan hal yang penting untuk mencari tahu mengenai latar belakang
keluarga pasangannya. − Dalam prosesnya memilih pasangan subjek tidak
mencari tahu latar belakang keluarga pasangannya. Ia hanya mengenal keluarga pasangannya melalui cerita
pasangannya dan pernah berkomunikasi melalui handphone.
Universitas Sumatera Utara
2 Kelas Sosioekonomi
− Faktor sosioekonomi tidak mempengaruhi subjek dalam proses pemilihan pasangan. Subjek tidak memiliki
kriteria pasangan tertentu dari faktor kelas sosioekonomi.
− Subjek tidak mempermasalahkan pekerjaan pasangannya, yang terpenting baginya adalah
pasangannya mau bekerja dan mengerjakan pekerjaan yang halal.
− Subjek juga menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sehingga ia tidak berharap mendapatkan
pasangan dari kelas sosioekonomi yang lebih tinggi. 3
Pendidikan dan inteligensi
− Latar belakang pendidikan pasangan tidak mempengaruhi subjek dalam memilih pasangan. Subjek
tidak memiliki kriteria pasangan tertentu dari segi pendidikan.
− Subjek juga menyadari kekurangan yang ada pada dirinya sehingga ia tidak berharap mendapatkan
pasangan yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. 4
Pernikahan antar ras atau suku
− Latar belakang suku subjek tidak mempengaruhi subjek dalam memilih pasangan. Subjek tidak menentukan
latar belakang suku pasangannya. − Bagi subjek, sifat pasangannya tidak ditentukan oleh
suku sehingga subjek tidak mempermasalahkan apapun suku pasangannya
5 Pernikahan antar agama
− Faktor agama menjadi faktor utama bagi subjek dalam memilih pasangan.
− Meskipun subjek tidak mengungkapkannya secara langsung, namun hal ini terlihat dari kriteria pasangan
subjek yang mengharapkan pasangan yang mau melaksanakan sholat.
Universitas Sumatera Utara
6 Karakteristik Personal :
Sikap dan perilaku individu
− Subjek berharap mendapatkan pasangan yang juga seorang penyandang tunanetra. Ia beranggapan sesama
penyandang tunanetra akan saling mengerti dan memahami satu sama lain.
− Selain itu, subjek berharap mendapatkan pasangan yang taat beribadah dan dapat membaca Al-Qur’an.
− Subjek juga berharap mendapatkan pasangan yang seprofesi dengan dirinya atau minimal seorang hafidz
Qur’an. 7
Perbedaan usia − Dari faktor usia, subjek berharap mendapatkan
pasangan yang berusia lebih tua dari dirinya. Subjek beranggapan pasangan yang berusia lebih tua dapat
mengarahkan dirinya. Subjek merasa ragu pasangan yang masih muda dapat mendidik anak-anaknya kelak.
8 Memiliki kesamaan
sikap dan nilai − Subjek berharap mendapatkan pasangan yang dapat
menerima kekurangan dirinya yang tidak dapat bekerja. Selain itu, subjek juga berharap pasangannya kelak
memiliki penilaian yang sama dengan dirinya mengenai keadaannya sebagai tunanetra dan profesinya sebagai
qori’ah. Hal inilah yang membuat subjek berharap mendapatkan pasangan yang juga penyandang
tunanetra. 9
Peran gender dan kebiasaan personal
− Dari faktor peran, subjek berharap mendapatkan pasangan yang dapat berperan sebagai imam yang baik
dalam rumah tangganya. − Selain itu, profesi subjek sebagai seorang qori’ah
membuat subjek mengharapkan pasangan yang bertoleransi dengan keadaan dirinya yang sering
berpergian untuk mengikuti lomba.
Universitas Sumatera Utara
Pohon Masalah Subjek III Husna
→ Menjalin komunikasi
melalui hp →
Pasngn berasal dri Dumai →
Tdk mempermsalahkan daerah pasangan
→ Brhrap mmliki psngan yg
tunanetra, seprofesi, taat beribadah dan mau
berusaha →
Mendapatkan pasangan yg seagama, usianya
lebih tua, dan berbeda suku.
→ Tertarik dgn sikap
pasangannya yg berbeda dengan tunanetra lain
→ Tertrik dgn psgannya yg
rajin sholat dan hafidz Qur’an
→ Tidk menentukan
penmpilan fisik
→ Memutuskan untuk
menikah dengan pasangannya
→ Merasa cocok dgan
pasangannya yg bersikap dewasa, taat beribadah
dpat menerima kekurangn subjek yg tidk
bisa melakukan pkrjan rumah dan tidk bekerja
Proses Pemilihan Pasangan Pada Tunanetra
Field of eligibles Propinquity filter
Homogamy filter Perbedaan Usia, ingin mndpatkn psngan
yg lbih tua
Pernikahan antar rasa tau suku, tidak menentukan suku pasangan
Pendidikan, tidak menentukan Pernikahan antar agama, berhrap
mndpatkan psngan yang seagama Kelas Sosioekonomi, tidak menentukan
Attractiveness filter
Kondisi penglihatan subjek. Mencari tau
mengenai pasangan dan gossip
Compatibility filter Sikap dan perilaku, berhrap mndpatkan
pasangan yg tunanetra. Rajin sholat dan mengaji
Kesamaan sikap dan perilaku, tidak menentukan
Peran Gender dan kebiasaan personal, berhrap mendpatkan psangan yng
menjadi teladan bagi anaknya dan toleransi terhdp profesinya sbagai
qori’ah Saran tante dan teman
Decision Filter Pandangan keluarga
dan saudara mengenai pasangannya
Universitas Sumatera Utara
B. PEMBAHASAN 1. SUBJEK I
a. Proses Pemilihan Pasangan
Setiap individu pasti ingin terlahir dengan keadaan atau kondisi fisik yang sempurna. Namun, kenyataannya akan berbeda ketika individu terlahir dengan
kelainan fisik. Begitu juga dengan Fifi. Fifi adalah seorang wanita penyandang tunanetra yang berusia 31 tahun. Di antara saudara-saudaranya hanya Fifi yang
tidak dapat melihat. Hal ini membuat Fifi tidak diberi kesempatan oleh keluarganya untuk melakukan pekerjaan rumah. Hal ini dikarenakan kondisi
penglihatan Fifi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Menurut Efendi 2006, bagi tunanetra merupakan hal yang sulit untuk
memahami batas wilayah ruang geraknya dan bahaya-bahaya apa yang akan timbul, hal ini dikarenakan tunanetra hanya mengetahui batas wilayah ruang
geraknya sepanjang jangkauan tangan dan kakinya. Hambatan inilah yang pada akhirnya membuat seorang tunanetra mengalami kesulitan dalam orientasi dan
mobilitasnya. Ketika memasuki masa dewasa awal, Fifi dihadapkan dengan tuntutan
ibunya untuk menikah. Hurlock 1980, mengemukakan bahwa setiap individu yang memasuki masa dewasa awal akan di hadapkan dengan tugas perkembangan
sesuai dengan tahap perkembangan masa dewasa awal. Salah satu tugas pada masa ini ialah memilih pasangan. Memilih pasangan merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara