Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia pasti ingin terlahir dalam kondisi atau keadaan fisik yang sempurna. Namun, kenyataannya akan menjadi berbeda ketika individu terlahir dengan kelainan fisik. Kelainan fisik ialah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tertentu yang menyebabkan fungsi fisik tubuhnya tersebut tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Kelainan fisik ini meliputi ketunaan, yaitu tunarungu, tunawicara, dan tunanetra Efendi, 2006. Tunanetra merupakan salah satu bentuk kelainan fisik pada indra penglihatan Efendi, 2006. Secara legal, seseorang dikatakan tunanetra jika ketajaman visualnya sama dengan atau kurang dari 20200 baik setelah dilakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya. Maksud dari 20200 ialah bila dibandingkan dengan orang normal yang mampu melihat hingga jarak 200 kaki, maka ia hanya mampu melihat sampai 20 kaki Heward, 1992. Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatannya, tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu buta dan low vision. Seseorang dikatakan buta jika sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar dan seseorang dikatakan low vision jika masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar tetapi ketajamannya lebih dari 621, yang artinya berdasarkan tes seseorang tersebut hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh Universitas Sumatera Utara orang normal dapat dibaca pada jarak 21 meter atau jika hanya mampu membaca headline pada surat kabar Somantri, 2006. Secara ilmiah, ketunanetraan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor dari dalam diri internal atau faktor dari luar diri eksternal. Hal-hal yang termasuk dalam faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat kaitannya dengan keadaan bayi selama berada di dalam kandungan, misalnya faktor gen sifat pembawa keturunan, kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Hal-hal yang termasuk dalam faktor eksternal ialah faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah dilahirkan. Misalnya, kecelakaan, pengaruh alat bantu medis tang saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, panas badan yang terlalu tingi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri, ataupun virus Somantri, 2006. Seseorang yang kehilangan penglihatan tentu akan mengalami keterbatasan–keterbatasan dalam menjalani kehidupannya. Penglihatan seseorang memegang peranan penting dalam mendapatkan informasi dari lingkungan. Mata yang memiliki fungsi sebagai transmisi visual mampu memberikan kontribusi sekitar 80-85 dalam perekaman interaksi manusia selama terjaga Sadiman, dalam Efendi, 2006. Oleh karena itu, hilangnya sebagian atau keseluruhan fungsi mata sebagai indra penglihatan pada seseorang seperti kehilangan sebagian perangkat hidup yang sangat berharga. Meskipun demikian, seseorang yang mengalami kehilangan penglihatan biasanya pendengaran dan perabaan akan menjadi sarana alternatif yang digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya Efendi, 2006. Universitas Sumatera Utara Kelebihan indra pendengaran sebagai transmisi dalam berinteraksi dengan lingkungan bagi tunanetra dapat membantu memberikan petunjuk tentang jarak atau arah objek dengan mengenal suaranya Cruickshank, dalam Efendi, 2006. Namun, tidak dapat mengenal wujud konkret tentang objek yang dikenalnya. Perabaan sebagai sarana alternatif lainnya selain pendengaran juga dapat membantu penyandang tunanetra untuk memperoleh pengalaman kinestetik. Melalui perabaan, tunanetra dapat melakukan kontak dengan objek yang ada disekitarnya sehingga dapat memberikan gambaran secara konkret mengenai ukuran, posisi, temperature, berat dan bentuk, dan juga sebagai pengganti mata dalam kegiatan membaca tulisan menggunakan huruf Braille Efendi, 2006. Bagi tunanetra, indra-indra yang lain seperti, penciuman, pengecap, dan perasa berfungsi melengkapi informasi yang diperoleh melalui pendengaran dan perabaan. Indra penciuman bagi tunanetra berfungsi untuk mengetahui lokasi suatu objek atau memperoleh informasi sifat dari objek. Indra pengecap berfungsi untuk mengenali sifat-sifat dari benda yang memerlukan kontak langsung, misalnya rasa manis pada gula, rasa asin pada garam, dan sebagainya. Indra perasa berfungsi untuk memperoleh informasi tentang udara, sengatan matahari, tekanan udara, dan lainnya Efendi, 2006. Adanya ketunanetraan pada seseorang juga menyebabkan terhambatnya kemampuan individu untuk bergerak secara bebas di lingkungannya. Kebutuhan untuk bergerak bagi setiap individu merupakan bagian dari kehidupan yang esensial, sebab berbagai informasi dan pengalaman akan diperoleh bila seseorang dapat pergi dengan bebas dan mandiri. Hilangnya fungsi persepsi visual Universitas Sumatera Utara menyebabkan kemampuan untuk mobilitas di lingkungan menjadi terhambat yang berakibat pada terbatasnya kesempatan untuk melakukan eksplorasi. Hilangnya rangsangan visual menyebabkan hilangnya rangsangan untuk mendekatkan diri dengan lingkungan yang juga akan menyebabkan pula hilangnya keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan Efendi, 2006. Memasuki masa dewasa awal, para penyandang tunanetra akan dihadapkan dengan tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangan masa dewasa awal. Salah satu tugas perkembangan yang dihadapi pada tahap masa dewasa awal ini ialah memilih pasangan. Memilih pasangan merupakan salah satu aspek yang penting pada perkembangan masa dewasa. Memilih pasangan merupakan salah satu keputusan penting yang dibuat oleh individu sepanjang hidupnya DeGenova, 2008. Proses pemilihan pasangan merupakan suatu langkah awal yang harus dilalui individu, sebelum akhirnya memasuki lembaga pernikahan yang sesungguhnya. Melalui proses pemilihan pasangan, diharapkan akan mempermudah individu untuk melangkah ke tahap–tahap berikutnya. Proses pemilihan pasangan ini merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai variabel. Proses pemilihan pasangan ini ditandai dengan adanya usaha individu dalam melakukan penyaringan untuk memilih calon pasangan yang dapat dipertimbangkan dan mengeleminasi yang dianggap tidak sesuai Feingold, dalam Lemme, 1995. Universitas Sumatera Utara Tahap awal sebelum menemukan pasangan yang tepat ialah bertemu dengan calon pasangan tersebut. Ketika individu saling bertemu, mereka secara otomatis dan tanpa disadari akan saling memberikan penilaian satu sama lain. Penilaian interpersonal ini terjadi sebagai bagian dari interaksi sosial baik itu merupakan bagian dari pencarian pasangan atau tidak. Baron dan Byrne, dalam Trelfa, 2006 mengemukakan bahwa informasi mengenai orang lain dapat diperoleh melalui lima hal berikut, yaitu ekspresi wajah, kontak mata, body movements, postur dan sentuhan. Empat dari lima hal tersebut merupakan informasi yang diperoleh secara visual. Feingold dalam Trelfa, 2006 menyatakan bahwa pria tertarik pada wanita dengan memberikan penilaian terhadap kemampuan reproduksi yang pada dasarnya dinilai secara visual usia dan ketertarikan fisik. Apabila perilaku tersebut merupakan perilaku yang adaptif dalam memilih pasangan di mana ketertarikan fisik diarahkan pada aspek kecantikan, maka proses tersebut tidak akan terjadi pada individu dengan hambatan penglihatan. Ketertarikan fisik merupakan bagian yang penting dalam memilih pasangan bagi individu yang normal, namun hal tersebut tidak berlaku pada individu dengan hambatan penglihatan Buss dan Schmitt, dalam Trelfa, 2006. Keadaan yang sedemikian rupa akhirnya mengharuskan tunanetra menggunakan indra lain sebagai pemberi informasi dalam memilih pasangan. Salah satu indra yang dapat digunakan dalam memperoleh informasi ialah pendengaran. Suara menjadi salah satu alternatif bagi individu dengan gangguan penglihatan dalam mengidentifikasi calon pasangan Trelfa, 2006. Dunbar Universitas Sumatera Utara dalam Trelfa, 2006, mengemukakan bahwa dialek dan bahasa dapat digunakan sebagai informasi untuk mengidentifikasi asal kelompok seseorang, dan hal ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi calon pasangan yang tepat. Suara termasuk aksen, bahasa atau kualitas dari suara dapat menjadi salah satu cara bagi penyandang tunanetra dalam menyeleksi calon pasangannya Trelfa, 2006. Meskipun demikian, belum ada studi yang dapat membuktikan bahwa individu dengan hambatan penglihatan lebih baik dari individu normal dalam mengambil kesimpulan mengenai sifat pasangan berdasarkan suara Trelfa, 2006. Suara juga menjadi salah satu aspek yang dapat membuat penyandang tunanetra merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Sumber informasi lain yang dapat digunakan dalam memperoleh informasi mengenai calon pasangan meski belum bertemu ialah dengan gossip Trelfa, 2006. Kenrick dan Trost dalam Trelfa, 2006, juga sependapat bahwa salah satu cara yang dapat digunakan oleh individu dalam menilai calon pasangannya sebelum bertemu ialah reputasi atau observasi. Miller dan Todd dalam Trelfa, 2006 juga menyatakan bahwa informasi melalui gossip dapat diperoleh dari keluarga, teman, kelompok, dan orang tua. Anggota keluarga juga memberikan pengaruh kepada individu dalam memilih pasangan agar mendapatkan pasangan yang sesuai dengan norma sosial misalnya, aturan sosial mengenai usia, ras, dan agama. Selain anggota keluarga, teman juga dapat mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Tidak hanya sebagai tempat berbagi dan berdiskusi mengenai calon pasangan, teman juga dapat membantu memberikan pendapat mengenai calon pasangan tersebut. Arahan- Universitas Sumatera Utara arahan mengenai calon pasangan ini akan sangat membantu tunanetra dalam proses pemilihan pasangannya. Hal ini dikarenakan tunanetra mengenali objek atau benda secara verbalistis, berdasarkan penjelasan dari kata-kata atau suara Efendi, 2006. Namun arahan-arahan mengenai pemilihan pasangan tersebut tidak didapatkan oleh E, seorang wanita penyandang tunanetra dalam proses pemilihan pasangan yang ia lalui. Ia kurang mendapatkan arahan dari orang-orang sekitarnya mengenai pemilihan pasangan. “ Yaa, gimanalaa dek. Namanya kurang kita kadang diarahkan kalau yang kayak gitu-gitu”. Komunikasi Personal, 27 November 2013 “ Ya kalau gitu-gitu gak ada memang, malah ragu mereka kalau dengar kek kami ni mau nikah, hehe”. Komunikasi Personal, 27 November 2013 Arahan dan pendapat dari orang lain merupakan salah satu hal yang dibutuhkan individu dalam memilih pasangan, mengingat banyaknya hal yang harus dipertimbangkan individu ketika memilih pasangan. Hal-hal yang dipertimbangkan tersebut nantinya akan berpengaruh pada kepuasan dan kualitas pernikahan. Hal ini menuntut individu untuk menentukan terlebih dahulu kriteria pasangan hidupnya sebelum memutuskan untuk menikah DeGenova, 2008. Menentukan kriteria pasangan itu sendiri merupakan tahap awal dari proses pemilihan pasangan. Individu akan menentukan kriteria pasangan yang dianggap paling sesuai dengan dirinya. Menentukan kriteria pasangan juga dilakukan oleh E. Hal ini sejalan dengan penuturannya. “ Ooo iya kan kemarin kita sebelum menikah ada berancang - rancang bisa kepengen menjadi ini dan kita aku dulu waktu masa- Universitas Sumatera Utara masa ada lima di dalam hati ku yang nanti akan terpenuhi kalau terpenuhi itulah yang akan jadi calon suami. tapi yaa gak dapat gitu kan hanya tiga yang terpenuhi ya udahlah gitu kan “ Komunikasi Personal, 27 November 2013 Banyak hal yang dapat menyebabkan individu tertarik dengan pasangannnya, salah satunya ialah berada di lokasi yang sama. Kedekatan secara geografis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Individu bisa saja bertemu dengan pasangannya di tempat kerja, sekolah atau organisasi sosial DeGenova, 2008. Namun, hal yang berbeda juga di kemukakan oleh E. Terjalinnya hubungan antara E dengan suaminya bukanlah melalui pertemuan di tempat kerja, sekolah, atau organisasi melainkan melalui handphone dan berada pada daerah yang berbeda. “ Enggak taulaa ya dari mana dapat no.hp ku rencana memang aku bukan mau berkeluarga rencananya mau main-main aja kalau kau jantan datanglah, datang betul dia ntah kenapa datang betul kayak cocok di hatiku terus datang orang tuanya udahlah ngapain lama- lama kan” Komunikasi Personal, 21 Oktober 2013 “ Enggak, saya udah duluan disini Medan kalau dia masih di tebing ” Komunikasi Personal, 27 November 2013 Selain itu, salah satu faktor yang merupakan faktor awal terbentuknya suatu hubungan yaitu ketertarikan kepada orang lain DeGenova, 2008. Menurut matching hypothesis, individu cenderung memilih pasangan yang memiliki daya tarik fisik yang sama dengan dirinya, bisa jadi untuk menghindari kemungkinan untuk di tolak atau permasalahan yang dapat muncul dari hubungan yang tidak serasi Keith Schafer, dalam Lemme 1995. Namun, hal tersebut berbeda Universitas Sumatera Utara dengan pernyataan E. Sebagai seorang tunanetra, E berharap memiliki pasangan yang dapat melihat. Hal ini sejalan dengan penuturannya. “ Sebenarnya maunya sama yang normal, tapi ya gimana yaa kita pikirkan kalau kita menikah sama normal, ya mungkin cepat geraknya. Kita berpikir seperti itu juga tapi ya namanya Yang Maha Kuasa udah menjodohkan kita ya mau apa kita bilang kan” Komunikasi Personal, 27 November 2013 DeGenova 2008, menyatakan bahwa memilih pasangan merupakan keputusan penting yang diambil individu sebelum memutuskan untuk menikah. Dalam memilih pasangan, individu akan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya latar belakang keluarga dan karakteristik personal. Latar belakang keluarga merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih pasangan. Latar belakang keluarga mempengaruhi semua hal yang ada pada individu, meliputi kepribadian, sikap, nilai, dan perasaan seseorang. Mengetahui latar belakang keluarga pasangan adalah salah satu cara untuk mengetahui mengenai sifat pasangan DeGenova, 2008. Hal yang berbeda juga kembali dikemukakan oleh E yang tidak mencari tahu mengenai latar belakang keluarga pasangannya. “ Gak ku selidik selidiki, kita dulu gak terpikir sampek segitu ” Komunikasi Personal, 27 November 2013 “ Ya, enggak ya cemana ya nanti kan kenal sendiri setelah menikah” Komunikasi Personal, 27 November 2013 Salah satu faktor yang juga mempengaruhi proses pemilihan pasangan ialah faktor agama. Tingkat religiusitas yang tinggi dan tekanan dari keluarga merupakan faktor utama yang mempengaruhi individu memilih pasangan yang Universitas Sumatera Utara memeluk agama yang sama DeGenova, 2008. Trelfa 2006 melakukan penelitian untuk melihat perbedaan kriteria pasangan antara individu yang dapat melihat dan tunanetra dengan menggunakan 18 trait sebagai perbandingannya yang di dalamnya termasuk kesamaan agama dan pendidikan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan kriteria pasangan yang dimiliki individu yang dapat melihat sama dengan tunanetra. Perbedaan yang jelas terlihat hanya pada trait “good look”. Suatu proses pemilihan pasangan diakhiri dengan diambilnya suatu keputusan, yaitu keputusan untuk menikah. Menikah menjadi keputusan akhir yang diambil oleh individu setelah menemukan pasangan yang dianggap paling tepat dengan melalui serangkaian proses penyaringan DeGenova, 2008. Dalam waktu yang cukup singkat dan hanya berkomunikasi melalui handphone, E melalui suatu proses pemilihan pasangan dan mengambil keputusan untuk menikah dengan pasangannya tersebut. “ … melalui hp itu, kenalan cepatnya kami itu kenalan 2 bulan kalau tidak salah terus menikah, iyaa, terus dibawanya orang tuanya si laki-laki. “ Komunikasi Personal, 21 Oktober 2013 Berdasarkan hasil penuturan yang disampaikan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan-perbedaan pada penyandang tunanetra dalam proses pemilihan pasangan yang mereka lalui. Perbedaan yang terlihat jelas terletak pada ketertarikan tunanetra. Pada umumnya, individu yang normal cenderung tertarik dengan lawan jenis melalui penampilan fisik, namun pada tunanetra ketertarikan dengan lawan jenis berasal dari suara. Hilangnya fungsi penglihatan dan Universitas Sumatera Utara keterbatasan-keterbatasan pada tunanetra berpengaruh pada interaksi sosial tunanetra yang pada akhirnya juga berpengaruh pada proses pemilihan pasangan. Perbedaan juga terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Berdasarkan hasil wawancara awal, tunanetra mengabaikan faktor- faktor yang dianggap penting dalam proses pemilihan pasangan. Hal ini lah yang membuat peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana proses pemilihan pasangan pada tunanetra hingga akhirnya tunanetra tersebut mampu membuat keputusan untuk menikah dengan pasangannya tersebut dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses pemilihan pasangan pada tunanetra.

B. Perumusan Masalah