Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar

(1)

GAMBARAN PROSES PEMILIHAN PASANGAN PADA

DEWASA AWAL YANG KEMBAR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persayaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ANDINI MIRANDITA

061301016

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2010/2011


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Januari 2011

ANDINI MIRANDITA NIM : 061301016


(3)

Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar Andini Mirandita dan Rahma Yuliarni

ABSTRAK

Pemilihan pasangan merupakan hal yang penting, yang harus dilakukan oleh setiap individu (Degenova, 2008). Faktor utama dalam memilih pasangan adalah faktor latar belakang keluarga dan faktor karakteristik personal, sementara kedelapan faktor lainnya meliputi faktor sosioekonomi, pendidikan, agama, pernikahan antar suku dan ras, kesamaan sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai juga persamaan gender dan kebiasaan hidup. Selain itu, menurut Degenova (2008), secara keseluruhan proses pemilihan pasangan akan melalui tahap the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and

heterogamy, compatibility dan the filtering process. Semua individu yang sudah

berada pada masa dewasa awal pasti akan melalui proses pemilihan pasangan, demikian juga pada individu yang kembar. Pada anak kembar diketahui bahwa perilaku pertama yang dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya. Menurut Chow (2009), kembar adalah satu-satunya individu yang telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam kandungan) dan yang dapat mengerti satu sama lain dibandingkan dengan dua orang manapun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar, dimana kembar mempunyai kecenderungan sama baik dari segi fisik maupun sifat psikologis. Gambaran proses pemilihan pasangan ini akan meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses keseluruhan dari pemilihan pasangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari sepasang kembar perempuan dan sepasang kembar laki-laki. Adapun yang menjadi karakteristik responden dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang kembar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kembar terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam menentukan pasangan. Ada enam faktor yang dijumpai pada proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar. Faktor tersebut meliputi faktor pendidikan, pernikahan antar suku atau ras, sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai serta peran gender dan kebiasaan hidup. Setiap tahap dalam proses pemilihan pasangan ditemui pada setiap responden. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan setiap pasangan kembar mempunyai perbedaan. Pasangan kembar perempuan melalui pemilihan pasangan dengan proses ta’aruf, sementara pada pasangan kembar laki-laki memilih pasangan melalui proses pacaran.


(4)

The Description of Mate Selection Process on the Twin Young Adult Andini Mirandita and Rahma Yuliarni

ABSTRACT

Mate selection is an important thing that should be done by every individual (Degenova, 2008). The main factor in mate selection are the family background factors and peronal characteristic factors, while the other eight factors are socioeconomic class, education and intelligence, religion, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and the personal habits. According to Degenova (2008), as whole of mate selection process will through a few phases that consist of the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility and the filtering process. Every individual that to be in the young adult phase will through the mate selection process, likewise the twins. In the twin case, the first behavior that had been done by one of the twin will be followed by his other twin. According to Chow (2009), the twin is the only individual that had an experience with his sibling before the birth (in the womb) and can understand each other comparing to the two others out of that.

This research aims to know the description of mate selection process that had been done by the twins, in which the twins usually have the similarity tendencies, in the physical or psychological trait. The description of this mate selection process will include the influence factors and the whole process of mate selection. This research used qualitative approach. The amount of respondent are four peoples, consist of a pair of female twin and a pair of male twin. The characteristic of respondent in this research is the twin young adult.

The result of this research shows that there is found a few similarities and differences in determine the mate in the twins. There are six factors that found in the mate selection process that done by the twins. The factors are include education, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and personal habits. Each phases in the mate selection process is found in each respondent. The mate selection process that done by the twin pair are different from each other. The female twin pair through the mate selection process by ta’aruf, meanwhile in the male twin pair choose their mate by dating.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar”, guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Berbagai proses telah dialami pada saat menyelesaikan penelitian ini. Perlu usaha, kerja keras dan kemauan yang tinggi dalam setiap prosesnya. Bagi penulis penyelesaian penelitian ini merupakan titik awal untuk mencapai mimpi-mimpi lainnya. Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Terutama sekali penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis H. Bambang Soepraptoyo dan Hj. Lina Hegarwati yang telah memberikan banyak motivasi, perhatian, dukungan baik secara moril dan materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti, mas Didiet Aditya, Ikhsan Rezky Praptantyo dan Mega Asyffa atas setiap perhatian, dukungan dan berbagai keisengan yang diberikan selama penulis mengerjakan penelitian ini.

Penelitian ini juga tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(6)

2. Ibu Rahma Yuliarni M. Psi, psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih ya kak, atas kesediannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, juga atas segala bimbingan, bantuan, kritik dan saran-saran yang membangun sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga atas segala kesabaran kakak dalam membimbing penulis selama proses pengerjaan penelitian ini.

3. Buat para Ibu/Bapak dosen penguji, yang telah bersedia menyediakan

waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta saran yang sangat berarti bagi penulis demi penyempurnaan penelitian ini.

4. Ibu Dra. Lili Garliah, M. Psi selaku dosen pembimbing akademis, yang

telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas Psiikologi USU.

5. Buat para responden yang telah rela meluangkan waktu dan bersedia untuk berbagi cerita dan pengalaman kepada penulis.

6. Sahabat-sahabat penulis dari masa perkuliahan dimulai sampai saat ini,

Lia, Mirna, Sari, Sasha, Vivi. Terima kasih ya atas semua kebersamaan, dukungan, perhatian, doa, canda tawa yang telah banyak menghiasi hari-hari selama melewati perkuliahan ini. Mari sama-sama berjuang sampai titik darah penghabisan! Semangat!

7. Para soulmate seiya sekata semenjak SMA, Ita, Fika, Liza, Manda

Novrida, Ica, Ari, Eqal, Dendi. Terima kasih ya atas semua perhatian, dukungan, kebersamaan, dan berbagai perjanjian yang telah membuat penulis semangat untuk menyelesaikan penelitian ini.


(7)

8. Teman-teman seperjuangan di departemen perkembangan: Eky, Ulfa, Helva, Irma, Devi, Tanti, Indah, Ela, Yanda, dan Wina. Tidak lupa pula, teman-teman seperjuangan angkatan 2006 lainnya Ayu Wardani, Yasra, Yayik, Mela, Ayoe, Feny, Yenni, Erna dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, baik yang sudah duluan maupun yang masih berjalan. Semoga kita semua selalu sukses ya!

9. Seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi USU, yang telah membantu dan

mempermudah segala urusan yang berkaitan dengan administrasi, baik saat masa perkuliahan maupun yang berhubungan dengan penelitian. 10.Seluruh pihak yang terkait dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis

tuliskan satu persatu, terima kasih banyak ya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya, kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Februari 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATAPENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

1. Manfaat teoritis ... 16

2. Manfaat praktis ... 16

E. Sistematika Penulisan... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Pemilihan Pasangan ... 19

1. Pengertian pemilihan pasangan ... 19

2. Faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan ... 20


(9)

B. Dewasa Awal... 28

1. Pengertian dewasa awal ... 28

2. Tugas perkembangan dewasa awal ... 29

3. Ciri-ciri masa dewasa awal ... 30

4. Pengertian Dewasa Awal yang Kembar ... 32

5. Ciri-ciri dewasa awal yang kembar ... 33

C. Kembar ... 34

1. Pengertian Kembar ... 34

2. Tipe-tipe kembar ... 34

3. Kembar dilihat dari sisi psikologis ... 36

D. Gambaran proses pemilihan pasangan pada dewasa awal kembar ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Kualitatif ... 42

B. Responden Penelitian ... 44

1. Karakteristik responden penelitian ... 44

2. Jumlah responden penelitian ... 44

3. Prosedur pengambilan responden penelitian ... 45

4. Lokasi Penelitian ... 46

C. Metode Pengumpulan Data ... 46

D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 48

1. Alat perekam ... 48


(10)

3. Alat tulis dan kertas untuk mencatat ... 49

E. Kredibilitas Penelitian ... 49

F. Prosedur Penelitian ... 52

1. Tahap persiapan penelitian ... 52

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 54

3. Tahap pencatatan data ... 56

4. Prosedur analisa data ... 56

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data ... 60

1. Responden I ... 60

a. Identitas diri ... 60

b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 61

c. Data observasi ... 61

2. Responden II ... 64

a. Identitas diri ... 64

b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 65

c. Data observasi ... 65

d. Data wawancara ... 67

(1). Latar belakang keluarga ... 67

(2). Faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan ... 77

(3). Proses pemilihan pasangan yang dilakukan kembar ... 89


(11)

a. Identitas diri ... 120

b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 120

c. Data observasi ... 120

4. Responden IV ... 124

a. Identitas diri ... 124

b. Jadwal pelaksanaan wawancara ... 124

c. Data observasi ... 124

d. Data wawancara ... 126

(1). Latar belakang keluarga ... 126

(2). Faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan ... 130

(3). Proses pemilihan pasangan yang dilakukan kembar ... 144

B. Pembahasan ... 170

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 223

B. Saran ... 227

1. Saran Praktis ... 228

2. Saran Penelitian Lanjutan ... 229

DAFTAR PUSTAKA ... 231 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Proses penyaringan pemilihan pasangan ... 28 Tabel 2. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan

pasangan pada responden I ... 105 Tabel 3. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan responden I ... 109 Tabel 4. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan

pada responden II ... 112 Tabel 5. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan pada

responden II ... 116 Tabel 6. Gambaran proses pemilihan pasangan pada responden I dan II ... 119 Tabel 7. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan

pasangan pada responden III ... 153 Tabel 8. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan responden III ... 156 Tabel 9. Rekapitulasi analisa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan

pasangan pada responden IV ... 159 Tabel 10. Rekapitulasi analisa proses pemilihan pasangan pada

responden IV ... 162 Tabel 11. Gambaran proses pemilihan pasangan responden III dan IV ... 165 Tabel 12. Rekapitulasi faktor dalam pemilihan pasangan antar responden .... 166 Tabel 13. Rekapitulasi proses pemilihan pasangan antar responden ... 168


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Pedoman Wawancara ... 233 LAMPIRAN B

Lembar Observasi ... 235 LAMPIRAN C


(14)

Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar Andini Mirandita dan Rahma Yuliarni

ABSTRAK

Pemilihan pasangan merupakan hal yang penting, yang harus dilakukan oleh setiap individu (Degenova, 2008). Faktor utama dalam memilih pasangan adalah faktor latar belakang keluarga dan faktor karakteristik personal, sementara kedelapan faktor lainnya meliputi faktor sosioekonomi, pendidikan, agama, pernikahan antar suku dan ras, kesamaan sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai juga persamaan gender dan kebiasaan hidup. Selain itu, menurut Degenova (2008), secara keseluruhan proses pemilihan pasangan akan melalui tahap the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and

heterogamy, compatibility dan the filtering process. Semua individu yang sudah

berada pada masa dewasa awal pasti akan melalui proses pemilihan pasangan, demikian juga pada individu yang kembar. Pada anak kembar diketahui bahwa perilaku pertama yang dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya. Menurut Chow (2009), kembar adalah satu-satunya individu yang telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam kandungan) dan yang dapat mengerti satu sama lain dibandingkan dengan dua orang manapun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar, dimana kembar mempunyai kecenderungan sama baik dari segi fisik maupun sifat psikologis. Gambaran proses pemilihan pasangan ini akan meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi dan proses keseluruhan dari pemilihan pasangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari sepasang kembar perempuan dan sepasang kembar laki-laki. Adapun yang menjadi karakteristik responden dalam penelitian ini adalah dewasa awal yang kembar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kembar terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam menentukan pasangan. Ada enam faktor yang dijumpai pada proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar. Faktor tersebut meliputi faktor pendidikan, pernikahan antar suku atau ras, sikap dan tingkah laku, perbedaan usia, kesamaan sikap dan nilai serta peran gender dan kebiasaan hidup. Setiap tahap dalam proses pemilihan pasangan ditemui pada setiap responden. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan setiap pasangan kembar mempunyai perbedaan. Pasangan kembar perempuan melalui pemilihan pasangan dengan proses ta’aruf, sementara pada pasangan kembar laki-laki memilih pasangan melalui proses pacaran.


(15)

The Description of Mate Selection Process on the Twin Young Adult Andini Mirandita and Rahma Yuliarni

ABSTRACT

Mate selection is an important thing that should be done by every individual (Degenova, 2008). The main factor in mate selection are the family background factors and peronal characteristic factors, while the other eight factors are socioeconomic class, education and intelligence, religion, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and the personal habits. According to Degenova (2008), as whole of mate selection process will through a few phases that consist of the field of eligibles, propinquity, attraction, homogamy and heterogamy, compatibility and the filtering process. Every individual that to be in the young adult phase will through the mate selection process, likewise the twins. In the twin case, the first behavior that had been done by one of the twin will be followed by his other twin. According to Chow (2009), the twin is the only individual that had an experience with his sibling before the birth (in the womb) and can understand each other comparing to the two others out of that.

This research aims to know the description of mate selection process that had been done by the twins, in which the twins usually have the similarity tendencies, in the physical or psychological trait. The description of this mate selection process will include the influence factors and the whole process of mate selection. This research used qualitative approach. The amount of respondent are four peoples, consist of a pair of female twin and a pair of male twin. The characteristic of respondent in this research is the twin young adult.

The result of this research shows that there is found a few similarities and differences in determine the mate in the twins. There are six factors that found in the mate selection process that done by the twins. The factors are include education, interracial and interethnic marriages, individual traits and behavior, age differential, the similarity of attitude and values, and gender role and personal habits. Each phases in the mate selection process is found in each respondent. The mate selection process that done by the twin pair are different from each other. The female twin pair through the mate selection process by ta’aruf, meanwhile in the male twin pair choose their mate by dating.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang lahir dari satu masa kehamilan yang sama. Jenis kelamin dari anak kembar ini bisa sama, tapi bisa juga berbeda. Secara umum, faktor hereditas memainkan peranan penting dalam proses kelahiran kembar. Keluarga yang memiliki anak kembar, umumnya, mempunyai peluang yang lebih besar untuk memiliki anak kembar pada generasi berikut, dibanding keluarga yang tidak memilki anak kembar (Suririnah, 2005).

Kelahiran kembar dapat dibedakan menjadi dua, bila dilihat dari sifat kelahiran, yaitu kembar identik dan kembar fraternal. Kembar fraternal adalah kembar yang m

Secara umum, anak kembar memiliki banyak kesamaan, baik secara fisik maupun sifat psikologis. Kesamaan–kesamaan yang dimiliki oleh anak

uncul karena adanya dua atau lebih sel telur (ovum) yang matang bersamaan dan masing-masing dibuahi oleh satu sperma. Masing-masing pasangan (ovum dan sperma) akan bersenyawa membentuk zigot yang berbeda satu sama lain dan berkembang sendiri-sendiri. Kembar identik adalah kembar yang muncul apabila satu sel telur matang (ovum) dibuahi dua atau lebih sperma. Sel telur akan membelah dua yang masing-masing akan berkembang menjadi zigot tersendiri dan seterusnya menjadi bakal janin dua anak kembar (Mendatu, 2009).


(17)

kembar ini, yang membuat anak kembar terlihat unik dibandingkan dengan individu lain. Kembar identik mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk serupa secara genetika dibandingkan dengan kembar fraternal yang kurang lebih sama dengan saudara kandung. Kembar identik lebih menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk menunjukkan sifat yang sama (concordant) dibandingkan dengan kembar fraternal (Papalia, Olds & Feldman 2009). Kesamaan yang dialami oleh anak kembar cenderung disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan.

Faktor genetik menyebabkan anak kembar mempunyai kesamaan dalam segi fisik. Kesamaan secara fisik ini meliputi kesamaan dalam hal tinggi badan, bentuk muka, bentuk tubuh hingga sampai ke warna kulit (Saufi, 2008). Gen bertindak sebagai cetak biru bagi sel untuk memproduksi gen itu sendiri dan menghasilkan protein yang mempertahankan kehidupan (Santrock, 2009). Setiap sel dalam tubuh manusia normal memiliki 23 pasang kromosom. Melalui jenis pembelahan sel yang disebut meiosis, yang dialami oleh sel seks saat berkembang, setiap sel seks akhirnya terdiri dari 23 kromosom, satu dari setiap pasang. Maka, saat sperma dan ovum bersatu ketika konsepsi, akan menghasilkan zigot dengan 46 kromosom, 23 kromosom dari ayah dan 23 kromosom dari ibu (Papalia, Olds & Feldman, 2009) Dengan cara ini, setiap orang tua menyumbangkan 50 persen pada keturunanya (Santrock, 2009).

Saat konsepsi, zigot yang bersel tunggal memiliki semua informasi biologis yang dibutuhkan untuk menunjukkan arah perkembangan menuju bayi manusia. Melalui mitosis, proses saat sel di luar sel seks akan membelah


(18)

diri berulang kali, DNA memperbanyak dirinya, sehingga setiap sel baru yang terbentuk memiliki struktur DNA yang sama dengan semua sel yang lain. Setiap pembelahan sel akan menciptakan salinan genetika dari sel asli, dengan informasi bawaan yang sama. Saat perkembangan berjalan normal, setiap sel (kecuali sel seks) akan memilki 46 kromosom yang identik dengan zigot yang pertama. Saat sel membelah, mereka menjadi berbeda, memiliki spesialisasi dalam menjalankan fungsi tubuh yang kompleks untuk membantu anak tumbuh dan berkembang (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Dari gen ini lah yang kemudian membuat anak kembar mempunyai kesamaan secara fisik dan membuat anak kembar menjadi sulit untuk dibedakan satu sama lain, bahkan para orang tua juga sering salah dalam mengenali anak kembar tersebut (Mendatu, 2009).

Kesamaan lain yang dimiliki oleh anak kembar, selain kesamaan secara fisik, adalah mempunyai kecenderungan yang sama dalam sifat psikologis. Kesamaan sifat psikologis ini meliputi kesamaan dalam karakter, tempramen maupun kedekatan secara emosional atau disebut juga dengan kontak batin. Kesamaan karakter maupun kontak batin yang sering dirasakan oleh anak kembar disebabkan oleh faktor lingkungan. Orang tua memberikan pola asuh yang sama pada kedua anak kembar yang dimilki. Pada awalnya, hal ini dilakukan untuk memudahkan para orang tua dalam mengasuh anak kembar, tapi yang terjadi kemudian, anak kembar menjadi mempunyai kemiripan dalam karakter (Borualogo, 2009). Seperti yang diungkapkan oleh N (23 tahun) mengenai persamaan karakter yang ia miliki dengan kembarannya.


(19)

“ Oh.. kami juga orangnya periang, suka senang-senang malah, hehe.. makanya kadang suka heboh berduaan..

N ( Komunikasi personal, 6 April 2010)

Para kembar juga mempunyai kemampuan untuk merespon dan mengartikan bahasa tubuh kembarannya dengan tepat dibandingkan dengan orang lain. Kesamaan seperti ini juga akan lebih sering dijumpai pada kembar yang identik dibandingkan kembar fraternal (Mendatu, 2009). Kemampuan anak kembar dalam merespon tingkah laku ataupun bahasa non verbal dari kembarannya, selain disebabkan oleh faktor genetik, juga disebabkan karena anak kembar tumbuh dan kembang secara bersamaan. Perilaku pertama yang dilakukan oleh salah satu kembaran, akan diikuti oleh pasangan kembarnya. Ini yang menyebabkan anak kembar menjadi sangat sensitif dan lebih tepat dalam merespon tingkah laku kembarannya. Respon yang diberikan itu misalnya, bila salah satu anak kembar sakit, maka yang lain juga akan ikut sakit. Bila salah satu kembar merasakan sedih, maka yang lain juga akan merasakan kesedihan yang sama tanpa tahu penyebab dari kesedihan tersebut (Mendatu, 2009). Hal seperti ini juga tampak seperti yang diungkapkan oleh T (23 tahun), mengenai pengalaman kontak batin dengan kembarannya.

“..Selain itu, pernah juga si..dia kan orangnya suka hilang timbul gak ada kabar gitu kadang-kadang.. jadi pas kakak lagi kangen kali ma si N, eh gak brapa lama dia nelpon.. trus kakak bilang lah, baru aja aku mau telpon, trus si N bilang, tu lah kau, lama kali pun, jadi aku luan la yang nelpon..” T (Komunikasi personal, 7 April 2010)

Penuturan yang diberikan oleh T menunjukkan adanya kontak batin yang terjadi antara T dan N sebagai sepasanga anak kembar. Kontak batin yang


(20)

terjadi antara T dan N disebabkan karena mereka terbiasa berada dalam lingkungan yang sama. Lingkungan membawa pengaruh yang besar bagi anak kembar. Kesamaan karakter maupun pengalaman kontak batin yang mereka alami, juga disebabkan karena faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan akan mempengaruhi perkembangan pada anak selain pengaruh genetika (Baumrind, Maccoby & Jackson, dalam Santrock, 2009). Walaupun begitu pengaruh lingkungan juga bergantung pada karakteristik yang diturunkan secara genetik. Genetik atau keturunan dan lingkungan sangat penting bagi seseorang individu untuk hidup. Genetik dan lingkungan bekerja sama untuk menghasilkan inteligensi, perangai, tinggi badan, berat badan, bakat dan lain lain (Loehlin, dalam Santrock, 2009).

Interaksi yang terjadi antara genetik dan lingkungan juga dapat juga bekerja sebaliknya. Anak yang secara genetik serupa, sering kali berkembang secara berbeda bergantung pada lingkungan tempat tinggalnya (Collin et all, 2001, dalam Papalia 2009). Gen dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak membuat orang tua untuk bereaksi secara berbeda dan memunculkan perlakuan yang berbeda, dan gen dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak mengartikan, melakukan respon terhadap perlakuan tersebut dan hasil yang didapatkan. Anak juga membentuk lingkungannya sendiri dengan pilihan yang di ambil, dan struktur genetik mempengaruhi pilihan-pilihan ini (Papalia, Olds, Feldman, 2009).

Lingkungan juga merupakan tempat dimana anak akan tumbuh dan berkembang. Anak kembar juga tidak akan selamanya menjadi anak-anak.


(21)

Fisik dan emosi yang dimiliki oleh anak kembar juga akan semakin tumbuh dan terbentuk seiring pertambahan usia. Pada saat anak kembar tumbuh menjadi dewasa, secara fisik, anak kembar akan tetap memiliki kesamaan, tapi secara psikologis perbedaan-perbedaan yang dimiliki juga akan semakin tampak. Pada saat anak kembar tumbuh memasuki masa dewasa, akan terlihat kekurangan dan kelebihan yang dimiliki masing–masing pribadi (Borualogo, 2009).

Memasuki masa dewasa awal, para anak kembar akan mendapatkan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan masa dewasa awal. Salah satu tugas perkembangan yang akan dihadapi di masa dewasa awal, adalah membentuk keluarga. Pada masa dewasa awal, setiap individu dituntut untuk membentuk suatu keluarga. Tuntutan–tuntutan ini berasal dari lingkungan sosial, budaya dan lingkungan historis yang kemudian akan mempengaruhi pemilihan pasangan, strategi pemilihan pasangan, pilihan dan keadaan hubungan (Santrock, 2009). Sebelum membentuk suatu keluarga hal yang harus dilakukan sebelumnya oleh setiap individu adalah memilih pasangan.

Proses pemilihan pasangan, merupakan suatu langkah awal yang harus dilewati oleh setiap individu, sebelum akhirnya memasuki lembaga pernikahan yang sesungguhnya. Memilih pasangan merupakan salah satu keputusan terpenting yang akan dibuat oleh setiap individu sepanjang hidup (Degenova, 2008). Melalui proses pemilihan pasangan, diharapkan perjalanan selanjutnya menjadi lebih mudah untuk dilalui. Proses pemilihan pasangan ini ditandai dengan adanya usaha seseorang untuk memaksimalkan keuntungan


(22)

dan membuat interaksi sosial dengan pasangan sebagai sesuatu yang menguntungkan. Duval menyatakan bahwa interaksi sosial dilakukan dengan cara menukar hal–hal yang dimiliki oleh setiap individu, seperti, kecantikan, tingkah laku ataupun inteligensi, dengan atribut-atribut yang diharapkan dari pasangan indvidu masing-masing (dalam pemilihan pasangan, 2007). Hal ini juga tampak seperti yang diungkapkan oleh N (23 tahun), mengenai pentingnya proses memilih pasangan.

“ Penting lah, memilih-milih pasangan sebelum kita mau nikah, Apalagi kakak juga termasuk orang yang pemilih, sebenarnya bukan karena apa, tapi kan kita juga pengen lah dapat yang terbaik. Kakak ini termasuk orang yang terlalu pegang komitmen, jadi kalo emang dianya serius, ya kakak juga serius...”

N (Komunikasi personal, 6 April 2010)

Pada kembar, proses pemilihan pasangan yang dilakukannya mempunyai keunikan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian yang menyatakan bahwa proses pemilihan pasangan pada kembar identik cenderung mempunyai kesamaan dalam proses pemilihan pasangan bila dibandingkan dengan kembar fraternal atau saudara kandung biasa. Kesamaan yang dimiliki pada proses pemilihan pasangan ini, dapat dilihat dari faktor-faktor seperti kepribadian, usia, ketertarikan secara fisik, dan sikap (Lykken & Tellegen, 1998).

Individu menemui banyak permasalahan, saat akan menentukan pasangan hidup. Secara umum, permasalahan yang terjadi dalam pemilihan pasangan, juga berkaitan dengan proses pemilihan pasangan secara keseluruhan. Selain itu, faktor-faktor dalam pemilihan pasangan juga turut memicu terjadi


(23)

permasalahan dalam proses pemilihan pasangan. Faktor-faktor yang ada dalam pemilihan pasangan, merupakan faktor yang umum dipertimbangkan oleh setiap individu dalam memilih pasangan, tapi pada kenyataannya faktor-faktor tersebut juga sering menjadi permasalahan dari setiap individu dalam melakukan proses pemilihan pasangan. Hal ini menjadi suatu permasalahan, karena proses pemilihan pasangan adalah hal yang harus dilakukan sebelum individu tersebut akhirnya memutuskan untuk menikah (Degenova, 2008).

Permasalahan seperti ini juga yang membuat banyak individu yang berhati-hati dalam memilih pasangan. Alasan ini menyebabkan banyak individu yang terlebih dulu menetapkan kriteria pasangan hidup, sebelum akhirnya memilih pasangan hidupnya kelak. Tujuan dibuatnya kriteria ini adalah untuk mencari pasangan hidup yang sesuai dengan dirinya. Saat individu tersebut telah menemukan pasangan yang sesuai dengan kriterianya, maka akan mempermudah individu tersebut untuk melihat kecocokan di dalam hubungannya (Degenova. 2008). Seperti apa yang dituturkan oleh T (23 tahun) mengenai kriteria pasangan hidup.

“..kalo kakak Din, yang paling kakak liat itu umunya dulu.. minimal itu harus 6 tahun lebih tua daripada kakak. Karena emang kakak nyarinya yang lebih tua kan, biar bisa ngemong kakak juga.. karena kan biasanya kalo yang lebih dewasa umurnya daripada kita, pemikirannya juga udah lebih matang lah.. nanti dari situ baru kakak liat lagi gimana orangnya, keluarga kakak setuju atau gak.. kalo semua udah sesuai ya lanjut..”

T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)

Seperti halnya yang dituturkan oleh T (23 tahun), salah satu pasangan kembar, bahwa T (23 tahun) lebih melihat individu dari kepribadian yang dimilikinya, dibanding dari fisik yang dimiliki. Degenova (2008)


(24)

mengatakkan bahwa kebanyakan wanita memang lebih melihat kualitas dari pasangannya. Bagi para wanita, kekurangan yang terjadi dalam pernikahan bukan dikarenakan pernikahannya, akan tetapi lebih karena kualitas dari pasangan hidupnya. Oleh sebab itu tidak heran, apabila banyak individu yang akhirnya menentukan kriteria pasangan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya agar kualitas pernikahannya juga berjalan dengan lebih baik.

Ada banyak hal yang dapat membuat seorang individu tertarik dengan individu lainnya. Salah satu hal yang dapat membuat tertarik adalah saat berada di suatu tempat yang sama. Degenova (2008) menyatakan bahwa wilayah geografi dapat mempengaruhi dua orang individu untuk saling tertarik dan menjalin hubungan. Kedekatan di antara keduanya juga akan menentukan hubungan yang telah terjalin, berlanjut ke tahap yang lebih serius atau tidak. Sepakat dengan hal ini, N (23 tahun), mengaku bahwa awal ketertarikannya dengan pasangannya sekarang ini disebabkan karena berada dalam lingkungan kerja yang sama.

“..kakak pertama kali jumpa sama pacar kakak ini di tempat kerja Din.. kakak kan orang baru, abang itu udah lama lah.. trus ya gitu, lama-lama biasa aja kan, trus deket. Ya..orangnya juga lumayan si kali menurut kakak..trus ngobrol-ngobrol, kok cocok gitu sama kakak kan.. ya udah habis itu deket, ya trus lanjut sampe sekarang..”

N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)

Sejalan dengan yang telah dituturkan oleh N, bahwa awal ketertarikan N dengan pasanganya disebabkan karena penampilan fisik yang dimiliki pasangannya. Setelah N dan pasangannya sudah saling mengenal, kepribadian yang dimiliki pasangan mulai membuat N tertarik. Hal ini seperti apa yang


(25)

diungkapkan oleh Degenova (2008) bahwa ketertarikan seorang individu dengan individu lainnya biasanya disebabkan karena penampilan fisik dan kepribadian yang dimiliki oleh pasangannya.

Setelah keduanya merasa saling tertarik satu sama lain, dua individu ini akan mulai mencari kecocokan di antara pribadinya masing-masing. Kecocokan yang dialami oleh setiap pasangan akan memicu terciptanya keluarga yang harmonis saat keduanya sudah menikah. Saat sudah merasa cocok setiap pasangan akan mulai mengevaluasi karakter, tempramen, nilai, kebiasaan dan sikap yang dimiliki oleh pasangannya untuk lebih mencari kecocokan didalam hubungannya. Dalam hal ini, N (23 tahun) dan T (23 tahun) menuturkan pengalamannya dalam mencari kecocokan didalam hubungan dengan pasangannya masing-masing.

“..cocok itu bagi kakak, kalo dia itu bisa buat kakak nyaman sama dia, sama perlakuan dia.. trus keluarga kakak juga sreg ma dia kan, ya udah.. itu yang buat kakak berani ngelanjut sama dia..”

T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)

“..gimana ya Din, kalo kakak sih.. lebih liat cocok itu kalo kakak itu ngerasa nyaman sama dia, bisa jadi diri kakak sendiri lah, gak dibuat-buat.. kan ada kan yang kadang jaim-jaim gitu di depan pasangannya, nah kalo kayak gitu malah kakak rasa gak cocok ya..”

N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)

Degenova (2008) juga menyatakan bahwa memilih pasangan adalah keputusan yang paling penting sebelum seorang individu memutuskan untuk menikah. Dalam memilih pasangan ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan pasangan pada setiap individu. Diantaranya adalah latar belakang keluarga dan karakteristik personal dari setiap individu. Latar


(26)

belakang dari keluarga akan sangat mempengaruhi kehidupan individu. Dengan melihat aspek positif dan aspek negatif dari latar belakang keluarga, individu dapat bertanggung jawab terhadap pilihan masing–masing. Mengetahui sesuatu tentang keluarga dari calon pasangan hidup, akan membantu individu tersebut untuk mengetahui sifat dari calon pasangan hidup yang dipilih (Degenova, 2008). Seperti yang dikemukakan oleh N (23 tahun) dan T (23 tahun), mengenai faktor latar belakang keluarga.

“ Keluarga itu faktor yang paling penting, karena kita kan gak cuma berhubungan dengan dianya aja, tapi juga sama keluarganya. Apalagi kalo dia juga care sama keluarga kita, itu udah jadi nilai tambah sendiri bagi kakak. Dan Alhamdulillah, calon kakak ini kayak gitu sama keluarga kakak dan keluarganya pun care sama kakak. Kakak juga suka tanya – tanya dulu sama adek, mama ato keluarga lainnya, kalo emang kata mereka, ‘boleh la kak’, lanjut.. tapi kalo misalnya ‘ihh kak, gak usah lah gak cocok pun..’ ya kakak juga pertimbangan lagi kata – kata mereka..” T (Komunikasi personal, 7 April 2010)

“ Keluarga iya hal yang penting juga, karena kakak juga gak enak lah kalo misalnya keluarga pacar kakak cuek sama kakak, ato keluarga kakak cuek ma pacar kakak. Kalo kayak gitu kan brarti ada apa-apa, jadi ya kalo pacaran, kakak juga suka liat dulu ni keluarganya gimana.. Yah, secara gak langsung, status ekonomi dari pasangan kakak juga kakak perhatikan.. N (Komunikasi personal, 6 April 2010)

Degenova (2008) menyatakan bahwa selain dari latar belakang keluarga seorang individu, ada hal lain yang juga harus diperhatikan, yaitu masalah status sosioekonomi. Dengan mempertimbangkan faktor latar belakang sosiekonomi yang ada pada calon pasangan, hal ini memungkinkan terjadinya kepuasan pernikahan yang lebih baik ke depannya. Degenova (2008) juga menyatakan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi pemilihan pasangan


(27)

yaitu faktor agama. Seperti yang dikemukakan oleh T (23 tahun) mengenai faktor agama.

“Kalo masalah agama, emang udah pasti harus seiman. Kalo pun dia cakep, baik, tapi kalo gak seiman, ya sama aja. Orang tua kakak juga udah pasti gak setuju.. “

T (Komunikasi personal, 7 April 2010)

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi pemilihan pasangan yang dilakukan oleh seorang individu adalah faktor ras atau suku (Degenova, 2008). Permasalahan mengenai pemilihan pasangan berdasarkan faktor suku atau ras masih tetap ada dalam masyarakat. Banyak penghalang yang terjadi ketika seorang individu memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai perbedaan suku atau ras (Degenova, 2008). Hal ini seperti yang dituturkan oleh N (23 tahun), mengenai faktor suku atau ras.

” Gak tau juga si, sebenarnya kakak juga gak terlalu peduli kali sama suku dari pacar kakak, Emang si kakak orang aceh, dan kebetulan pacar kakak juga orang aceh. Trus, si T pacarnya orang aceh juga.. Orang tua kami juga sebenarnya gak ada maksain harus punya pacar orang aceh si.. eh, tapi pernah juga si, kakak punya pacar yang bukan aceh, mama kakak agak gimana gitu.. jadi ya kakak juga terakhir agak gak nyaman ma dia..”

N (Komunikasi personal, 6 April 2010)

Degenova (2008) menyatakan bahwa selain dari faktor-faktor seperti status sosioekonomi, ras dan agama, ada hal lain yang harus diperhatikan, dan itu adalah masalah pendidikan. Ada kecenderungan dari seorang individu untuk memilih pasangan yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama (Shehan, Berardo, Bera & Carley dalam Degenova, 2008). Dalam hal ini, N sepakat bila masalah pendidikan menjadi hal yang penting dalam pemilihan


(28)

pasangan, tapi T tidak sepakat dengan N. Menurut T, pendidikan tidak merupakan hal yang paling utama dalam memilih pasangan, seperti yang dikemukakan oleh T dan N.

“Pendidikan itu penting bagi kakak. Soalna, emm, gimana ya, kayakna kalo misalnya kita dapat pasangan yang dibawah kita, agak kurang aja bagi kakak. Ya, kalo bisa minimal setara lah sama kakak.. Tapi kakak juga kurang suka si, kalo yang pendidikannya kayak militer-militer gitu, kakak lebih suka yang biasa-biasa aja..”

N (Komunikasi personal, 6 April 2010)

“ Pendidikan emang penting juga si, tapi itu gak jadi fokus utama kakak dalam memilih pasangan. Bagi kakak, yang kakak perhatikan pertama itu usia dari calon pasangan kakak. Kebetulan kakak nyari calon yang usianya itu minimal beda 6 tahun sama kakak. Jadi biar lebih bisa ngemong kakak nantinya.. “

T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)

Karakteristik lain yang juga mempengaruhi proses pemilihan pasangan, selain faktor latar belakang keluarga adalah karakteristik personal (Degenova, 2008). Karakteristik personal juga mempunyai kontribusi dalam faktor kecocokan pemilihan pasangan. Salah satunya seperti yang dikemukakan oeh T (23 tahun), yaitu faktor usia. Selain usia, ada faktor lain yang akan mempengaruhi seseorang dalam memilih pasangan, yaitu kesamaan sikap dan nilai. Kesamaan sikap dan nilai dikatakan dalam Degenova (2008), merupakan hal yang penting. Memiliki kesamaan sikap dan nilai, dapat membuat seorang individu untuk saling berbagi kesamaan, sehingga mereka merasa nyaman satu sama lain. Dalam hal ini, N sependapat dengan apa yang dinyatakan dalam Degenova (2008), tapi tidak dengan apa yang dirasakan oleh T, kembarannya.

“ Kakak lebih suka cari pasangan yang punya banyak kesamaan sama kakak, lebih enak aja, jadi kan bisa bareng – bareng trus. Kebetulan sama


(29)

pacar kakak sekarang juga punya banyak kesamaan. Sama – sama suka traveling, hobi makan, ya klop la.. “

N (Komunikasi Personal, 6 April 2010)

“ Emang enak si, kalo bisa punya banyak kesamaan dengan calon pasangan kita. Tapi kakak sama pasangan kakak, malah lebih banyak bedanya dari pada samanya. Haha.. Kalo pasangan kakak lebih agak keras, kalo kakak ya santai aja. Masih banyak juga si bedanya sama pasangan kakak, tapi kakak nyaman–nyaman aja si sampe skarang, gak terlalu mengganggu.. “

T (Komunikasi Personal, 7 April 2010)

Berdasarkan penuturan yang disampaikan di atas, mengungkapkan bahwa secara umum, kembar mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan dalam melakukan pemilihan pasangan. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan setiap pasangan kembar cenderung mempunyai keunikan dibanding dengan individu biasa. Keunikannya dapat terlihat dari kesamaan dalam setiap proses pemilihan pasangan yang dilakukan dengan kembarannya. Ini disebabkan oleh faktor lingkungan dimana anak-anak kembar tumbuh bersama dan adanya lingkungan kembar yang unik. Hal inilah yang kemudian membuat peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana gambaran proses pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar, yang secara umum memiliki kedekatan secara emosional atau disebut juga dengan kontak batin.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan perumusan masalah sebagai berikut ”Bagaimana proses pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar?”


(30)

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui faktor-faktor pemilihan pasangan yang mempengaruhi proses

pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar

2. Mengetahui gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh

dewasa awal yang kembar

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah konsep atau teori yang bisa menopang perkembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi pada masyarakat dan orang tua yang mempunyai

anak kembar, bahwa anak kembar tetap dua individu yang berbeda, sehingga dapat mengurangi stereotype tentang anak kembar.

b. Memberikan informasi pada pasangan kembar yang belum menikah,

tentang gambaran proses pemilihan pasangan yang terjadi pada anak kembar, yang tanpa disadari mempunyai perbedaan dan persamaan dalam setiap prosesnya.

c. Memberikan informasi pada masyarakat yang belum menikah, mengenai


(31)

mempengaruhi pemilihan pasangan, sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk proses pemilihan pasangan yang akan dilakukan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian. Diantaranya adalah teori mengenai pemilihan pasangan, dewasa awal dan teori mengenai kembar (twins).

Bab III

BAB IV :

:

Metode penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan dipergunakannya pendekatan kualitatif, responden penelitian, metode pengambilan data, alat bantu pengumpulan data, kredibilitas penelitian, serta prosedur penelitian.

Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini menguraikan mengenai data dan pembahasan hasil analisa data penelitian dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan


(32)

BAB V :

sebelumnya.

Kesimpulan, diskusi dan saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari apa yang diperoleh di lapangan, diskusi yang merupakan pembahasan, dan pembanding hasil penelitian dengan teori-teori atau hasil penelitian sebelumnya serta saran-saran untuk penyempurnaan penelitian berikutnya


(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pemilihan Pasangan

1. Pengertian Pemilihan Pasangan

Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua dari anak–anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya didasari dengan memilih calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008).

Teori Proses Perkembangan (dalam Degenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individu tersebut.


(34)

2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pasangan

Menurut Degenova (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan, yaitu :

a. Latar Belakang Keluarga

Latar belakang keluarga, akan sangat mempengaruhi individu, baik ketika ingin menjadi pasangan hidup atau akan melakukan pemilihan pasangan. Pada saat melakukan pemilihan pasangan dan setelah memilih pasangan, melihat latar belakang dari calon pasangan akan sangat membantu dalam mempelajari sifat calon pasangan yang sudah dipilih. Dalam mempelajari latar belakang keluarga dari calon pasangan, ada dua hal yang juga akan diperhatikan, yaitu :

1) Kelas Sosioekonomi

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kepuasan pernikahan yang baik adalah jika memilih pasangan dengan status sosioekonomi yang baik. Apabila seorang individu memilih pasangan yang dengan status ekonomi yang rendah, kemungkinan kepuasan pernikahannya akan kurang baik bila dibandingkan dengan individu yang memilih pasangan yang berasal dari kelas ekonomi yang tinggi. 2) Pendidikan dan inteligensi

Secara umum ada kecenderungan pada pasangan untuk memilih pasangan yang mempunyai perhatian mengenai pendidikan. Pernikahan dengan latar belakang pendidikan yang sama pada kedua pasangan akan lebih cocok bila dibandingkan dengan pernikahan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda.


(35)

3) Agama

Faktor yang juga dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan adalah faktor agama. Agama menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan, dengan asumsi bahwa pernikahan yang mempunyai latar belakang agama yang sama akan lebih stabil, dan dengan prinsip bahwa agama mempunyai kemungkinan anak–anak akan tumbuh dengan keyakinan dan moral yang sesuai dengan standar masyarakat.

4) Pernikahan antar ras atau Suku

Pernikahan antar rasa tau antar suku masih menjadi permalahan dalam masyarakat. Banyak masalah yang terjadi ketika seorang individu memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai perbedaan suku atau ras. Permasalahan yang terjadi bukan pada pasangan tersebut, tetapi permasalahan suku atau ras ini berasal dari keluarga, teman ataupun masyarakat disekitar. Secara umum, tanpa adanya dukungan dari keluarga atau teman, hubungan dengan perbedaan suku atau ras juga tidak akan terjadi.

b. Karakteristik Personal

Ketika seorang individu memilih seorang teman hidup untuk menghabiskan sisa hidup, kecocokan adalah hal yang juga diperlukan. Ada faktor – faktor yang juga dapat mendukung kecocokan dari pemilihan pasangan, yaitu :


(36)

Pencarian pemilihan pasangan yang didasarkan pada sifat individu, berfokus pada fisik, kepribadian, dan faktor kesehatan mental. Beberapa sifat dari kepribadian seseorang mungkin akan dapat membuat suatu hubungan menjadi susah untuk mempunyai hubungan yang bahagia. Sifat yang muram seperti depresi dapat menyebabkan hubungan pernikahan yang lebih negative dan dapat menuruknkan kualitas dari hubungannya itu sendiri. Sifat yang ramah dapat menyebabkan suatu hubungan pernikahan menjadi lebih positif dan stabil (J.J Larson & Holman, dalam Degenova, 2008).

2) Perbedaan Usia

Salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah perbedaan usia. Secara umum, rata–rata perbedaan usia yang dimilki oleh setiap pasangan adalah dua tahun. Ada banyak pertimbangan dalam keadaan untuk menuju kualitas pernikahan yang baik, yaitu dengan merenungkan pernikahan dengan individu yang lebih tua atau lebih muda. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan muda menikah dengan pria yang lebih tua itu seperti siap menjadi janda di usia muda, tetapi ketika keduanya adalah pria yang tua dan perempuan tua, mereka cenderung hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak mereka muda.

3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai

Kecocokan dalam hubungan pernikahan akan semakin meninggi jika pasangan itu mengembangkan tingkatan kesamaan sikap dan nilai


(37)

mengenai sesuatu yang penting untuk mereka. Individu yang saling berbagi sikap dan nilai biasanya akan lebih merasa nyaman satu sama lain. Stres akan kurang terjadi antara satu sama lain, karena ada penyesuaian diri yang dilakukan.

4) Peran Gender dan Kebiasaan Pribadi

Kecocokan tidak hanya berdasarkan sikap dan nilai, tapi juga berkaitan dengan perilaku. Pasangan akan lebih merasa puas dan mendapatkan kehidupan pernikahan yang baik apabila pasangannya dapat membagi harapan yang sama mengenai peran gender dan apabila dapat saling bertoleransi mengenai kebiasaan–kebiasaan dari pasangan. Salah satu pengukuran dari kecocokan dalam suatu pernikahan adalah persamaan harapan dari peran pria dan wanita. Setiap pria pasti mempunyai berbagai peran yang harus ditunjukkan sebagai seorang pria dan peran seperti apa yang harusnya ditunjukkan sebagai sepasang suami istri. Setiap wanita juga mempunyai beberapa konsep dari peran yang harus ditunjukkannya sebagai seorang istri dan berbagai harapan mengenai harapan dari peran sebagai pasangan suami istri yang harus ditunjukkannya. Apa yang diharapkan oleh keduanya dan apa yang diinginkannya mungkin akan berbeda. Leigh, Holman dan Burr (dalam Degenova, 2008) menemukan bahwa individu yang telah berhubungan selama setahun lebih tidak memiliki kecocokan dalam peran dibanding ketika mereka pertama sekali berhubungan. Ini mengindikasikan bahwa kecocokan dalam peran


(38)

tidak begitu penting untuk melanjutkan satu hubungan. Bagaimanapun hal itu baru akan menjadi penting setelah keduanya menikah.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Ada proses yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam melakukan pemilihan pasangan, yaitu area yang ditentukan (the field of

elogibles), kedekatan (propinquity), daya tarik (attraction), homogamy dan

heterogamy, dan kecocokan (compability). Dalam pemilihan pasangan, juga terdapat faktor–faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor latar belakang keluarga yang terdiri dari kelas sosioekonomi, pendidikan, usia, agama dan suku juga faktor karakteristik personal yang terdiri dari sikap dan tingkah laku individu, perbedaan usia, kesamaan sikap dan peran gender (Degenova, 2008).

3. Proses Pemilihan Pasangan

Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup yang sesuai menurut individu tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Degenova (2008), mengenai teori proses perkembangan , yang menjelaskan tentang variasi proses yang dilakukan dalam proses memilih pasangan, yaitu :


(39)

Faktor pertama yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan pasangan adalah pasangan tersebut memenuhi syarat sesuai yang telah ditentukan oleh individu tersebut. Bagi wanita, pengaruh kekurangan dari pernikahan, mungkin bukan hanya berasal dari pernikahan itu sendiri, tapi juga berasal dari kualitas pada pasangan hidupnya. Pernikahan yang baik cenderung berasal dari pernikahan yang mempunyai pasangan dengan status yang tinggi dibandingkan pernikahan dengan status yang rendah (bila diukur dari kondisi pendidikan dan pekerjaan) (Lichter, Anderson, & Hayward, dalam Degenova 2008).

b. Kedekatan (Propinquity)

Faktor lain yang termasuk dalam proses pemilihan adalah propinquity (Davis-Brown, Salamon, & Surra dalam Degenova, 2008). Propinquity atau kedekatan secara geografi adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Bagaimanapun, ini tidak berarti kedekatan kediaman dapat memastikan; kedekatan institutional juga penting. Hal ini disebabkan karena banyak individu yang berjumpa dengan pasangannya di tempat–tempat yang sering dikunjungi oleh individu tersebut, seperti, sekolah, tempat kerja dan lainnya.

c. Daya Tarik (Attraction)

Ketertarikan yang termasuk disini adalah ketertarikan secara fisik, dan ketertarikan spesifik dari kepribadian individu. Pada dasarnya, setiap wanita dan pria memiliki perbedaan dalam memilih pasangan. Setiap individu pasti memiliki kebutuhan dan perbedaan yang spesifik ketika


(40)

akan memilih pasangan hidup, banyak alasan–alasan yang dapat membuat seseorang jatuh cinta dalam rangka biologi.

d. Homogamy dan Heterogamy

Seorang individu akan memilih pasangan yang dapat membagi pribadi dan karakteristik sosial seperti usia, ras, etnik, pendidikan, kelas sosial dan agama (Dressel, Rogler, Procidano, Steven, & Schoen dalam Degenova, 2008). Kecenderungan untuk memilih pasangan yang memilki kesamaan disebut dengan homogamy dan memilih pasangan yang cenderung mempunyai perbedaan dengan dirinya disebut dengan heterogamy. Pernikahan yang homogeneus cenderung akan lebih stabil dibandingkan dengan pernikahan yang heterogeneous., meskipun ada harapan.

Faktor utama yang biasanya menjadi alasan dalam pernikahan yang homogeneus adalah ketika kebanyakan individu akan lebih memilih pasangan yang seperti dirinya dan kurang merasa nyaman bila berada di dekat individu yang berbeda dengan dirinya. Faktor lain yang juga penting adalah bagaimanapun, tekanan dari dari social akan lebih mengarah kepada endogamy, atau pernikahan dengan individu dalam satu kelompok yang sama. Individu-individu yang memilih untuk menikah dengan pasangan yang usianya lebih muda atau lebih tua atau termasuk ke dalam suatu kelompok etnik yang berbeda, agama, atau kelas social mungkin akan mengalami celaan halus dari lingkungannya. Sebaliknya, secara umum lingkungan akan melarang pernikahan dengan pasangan yang terlalu mirip dengannya, seperti saudara kandung atau sepupu pertama. Ini


(41)

adalah tekanan social untuk exogamy, atau pernikahan dengan kelompok yang berbeda.

e. Kecocokan (Compability)

Kecocokan yang dimakasud disini lebih kepada kemampuan seorang individu untuk hidup bersama dalam keadaan yang harmonis. Kecocokan mungkin akan lebih mengarah kepada evaluasi dalam pemilihan pasangan menurut tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan kebiasaan pribadi. Dalam memilih pasangan, seorang individu akan berjuang untuk memilih pasangan yang mempunyai kecocokan dalam berbagai area.

f. Proses Penyaringan (The Filtering Process)

Proses pemilihan pasangan dimulai dari field of eligible yang paling luas. Ada berbagai variasi proses yang akan dilakukan seorang individu dalam memlih pasangan, seperti mengeliminasi individu yang tidak memenuhi syarat, ini merupakan alasan yang utama sebelum berlanjut ke proses selanjutnya. Sebelum membuat keputusan terakhir, dua orang individu akan menuju periode terakhir, seperti pertunangan. Jika mereka dapat bertahan dalam proses ini, individu ini akan mencapai keputusan terakhir untuk menikah. Berikut adalah bagan dari proses pemilihan pasangan :

Tabel 1. Proses Penyaringan Pemilihan Pasangan Field of Eligibles


(42)

Attraction Filter

Physical Attraction Personality Homogamy Filter

Usia , pendidikan, kelas sosial, agama Compability Filter

Tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan sistem kebiasaan

Trial Filter Cohabition Pertunangan Decision Filter Menikah

Sumber : Intimate Relationships, Marriage & Families (2008)

B. Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene –

adolescere, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult

berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999).

Menurut ahli sosiologi Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Menurut Erickson, masa dewasa awal


(43)

berada pada tahap Intimacy vs Isolation, pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk relasi intimasi dengan orang lain. Erickson juga menggambarkan keintiman sebagai penemuan terhadap diri sendiri pada orang lain, tanpa harus kehilangan diri sendiri (Santrock, 2009).

Berdasarkan definisi di atas, adapun dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 20–30 tahun.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Santrock (2009), yaitu :

a. Mendapatkan suatu pekerjaan

b. Memilih teman hidup

c. Membentuk keluarga

d. Membesarkan anak

e. Mengelola rumah tangga

f. Bertanggung jawab sebagai warga negara

g. Bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai

3. Ciri – ciri Masa Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola– pola kehidupan baru dan harapan–harapan sosial baru. Individu dewasa awal mulai diharapkan untuk memainkan peran–peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dan mulai mengembangkan sikap–sikap baru, keinginan, dan nilai–nilai baru sesuai dengan tugas baru. Penyesuaian


(44)

diri ini menjadikan periode ini suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1999).

Periode ini merupakan periode yang sangat sulit dari rentang kehidupan seseorang, hal ini dikarenakan sebagian besar anak mempunyai orang tua, guru, teman atau orang lain yang bersedia menolong para dewasa awal dalam menyesuaikan diri. Sekarang, sebagai orang dewasa, para dewasa awal ini diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock, 1999).

Masa dewasa awal adalah masa dimana para dewasa awal mulai dituntut mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan. Hal yang paling menunjukkan seorang individu mulai memasuki masa dewasa awal adalah ketika individu tersebut mulai mendapatkan pekerjaan yang tetap. Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak sepenuhnya terbangun pada masa dewasa awal. Membuat keputusan yang dimaksud adalah pembuatan keputusan secara luas mengenai karir, nilai–nilai keluarga, mulai membangun suatu hubungan dengan pasangan serta mengenai gaya hidup dari dewasa awal itu sendiri (Santrock, 2009).

Pada masa dewasa awal, perubahan–perubahan yang juga akan terjadi adalah mengenai cara berpikir orang dewasa muda yang mulai berbeda dengan remaja (Perry dalam Santrock, 2009). Di masa ini, para dewasa awal mulai matang, mulai memasuki tahun–tahun masa dewasa, mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang oleh orang lain. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai berubah dari mencari pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan


(45)

membentuk keluarga. Berikut ada beberapa fase yang akan dilewati setiap individu ketika memasuki masa dewasa awal (Schaie,dalam Santock, 2009), yaitu :

a. Fase Mencapai Prestasi

Fase ini adalah fase dimana dewasa awal melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Para individu yang mulai memasuki dewasa awal akan mampu menguasai kemampuan kognitif yang dimilki, sehingga memperoleh kebebasan yang cukup.

b. Fase Tanggung Jawab

Memasuki fase tanggung jawab, dimana fase ini terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian diberikan pada keperluan -keperluan pasangan dan keturunan. Perluasan kemampuan kognitif yang sama diperlukan pada saat karir individu meningkat dan tanggung jawab kepada orang lain akan muncul dalam pekerjaan dan komunitas.

c. Fase Eksekutif

Fase ini terjadi ketika individu mulai measuki masa dewasa tengah, dimana seorang individu mulai bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial. Pada fase ini, individu mulai membangun pemahaman tentang bagaimna organisasi sosial bekerja dan berbagai hubungan kompleks yang terlibat didalamnya.


(46)

d. Fase Reintegratif

Fase reintegratif adalah fase yang akan terjadi di akhir masa dewasa, dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna.

4. Pengertian Dewasa Awal yang Kembar

Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009).

Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang dilahirkan bersama-sama dalam suatu persalinan (Kerola, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka dewasa awal kembar yang di maksud di sini adalah sepasang anak yang lahir dari satu proses persalinan yang sama, yang berusia 20-30 tahun.

5. Ciri-ciri Dewasa Awal yang Kembar

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola–pola kehidupan baru dan harapan – harapan sosial baru. Pada masa ini para dewasa awal diharapkan untuk memainkan peran–peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dan


(47)

mulai mengembangkan sikap–sikap baru, keinginan, dan nilai - nilai baru sesuai dengan tugas baru.

Kembar adalah kembar yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama, baik dari muka, mata, tinggi badan, rambut dan lainnya. Kembar juga lebih cenderung mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Cunningham, 2009)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah masa dimana periode perkembangan yang bermula pada usia awal dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Pada dewasa awal yang kembar, masa dewasa awal adalah masa periode perkembangan pada kembar, yang lahir dalam satu proses persalinan yang sama, yang berusia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan.

C. Kembar

1. Pengertian Kembar

Anak kembar (twins) adalah bentuk dari full siblings karena saudara kandung yang kembar mempunyai hubungan biologis. Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang dilahirkan bersama-sama dalam suatu persalinan (Kerola, 2005).

Kembar dikarakteristikkan dengan kesamaan genetik dan familiarity yang tinggi (Neyer, 2002). Twins adalah satu-satunya individu yang telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam


(48)

kandungan) dan yang saling mengerti satu sama lain dibandingkan dua orang manapun (Chow, 2009)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa saudara kembar adalah dua orang yang mempunyai hubungan biologis dan kesamaan genetik dimana mereka telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran dikarenakan telah bersama dalam kandungan dan dilahirkan bersama-sama dalam suatu persalinan.

2. Tipe – Tipe Kembar

Ada dua tipe kembar, yaitu kembar identik atau dan kembar tidak identik atau fraternal (dalam Cunningham, 2005).

a. Kembar Identik

Anak kembar identik terjadi apabila satu sel telur matang (ovum) dibuahi dua atau lebih sperma. Sel telur akan membelah dua yang masing-masing akan berkembang menjadi zigot tersendiri dan seterusnya menjadi bakal janin dua anak kembar. Untuk kembar identik yang berjumlah empat, masing-masing dari sel telur yang telah membelah akan membelah lagi menjadi dua bakal janin.

Jenis kelamin yang sama akan ditemui pada kembar identik karena individu berasal dari gen yang sama. Pada kembar identik akan dijumpai ciri-ciri jasmaniah yang mirip satu sama lain, seperti mata, hidung, mulut, rambut, bentuk wajah, dan sebagainya. Bukan berarti kembar identik tidak dapat dibedakan sama sekali karena pada kembar


(49)

identik tetap dijumpai adanya perbedaan yang lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti gizi, aktivitas yang dilakukan, dan sebagainya. Kembar identik umumnya mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat dengan saudara kembarnya, dibandingkan dengan kembar tidak identik.

b. Kembar Fraternal atau Tidak Identik

Anak kembar tidak identik terjadi karena adanya dua atau lebih sel telur (ovum) yang matang bersamaan dan masing-masing dibuahi oleh satu sperma. Masing-masing pasangan (ovum dan sperma) akan bersenyawa membentuk zigot yang berbeda satu sama lain dan berkembang sendiri-sendiri.

Pada anak kembar tidak identik tidak terdapat kesamaan-kesamaan ekstrem, individu yang kembar tidak identik seperti halnya dua orang kakak beradik biasa saja. Kembar tidak identik dapat sangat berbeda secara fisik maupun dalam hal sifat perilakunya. Apabila dijumpai dua atau lebih anak kembar yang sama sekali tidak mirip dan bahkan memiliki sifat-sifat yang kontras, maka individu tersebut kembar tidak identik.

3. Kembar dilihat dari Sisi Psikologis

Kembar adalah dua orang anak atau lebih yang lahir dari satu masa kehamilan yang sama. Kembar adalah dua orang individu yang sejak kecil tumbuh dan kembang secara bersama, yang kemudian mempunyai


(50)

pengalaman tersendiri. Kembar mempunyai kesamaan yang secara fisik mirip, dan cenderung mempunyai kesamaan dalam karakter. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian genetik yang banyak dilakukan oleh para ahli genetik, yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa kembar mempunyai kecenderungan lebih mirip satu sama lain bila dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Santrock, 2009).

Kembar lebih mempunyai hubungan emosional yang lebih kuat dibandingkan dengan saudara kandung biasa. Hubungan emosional ini bisa terjadi karena kembar terbiasa diperlakukan sama oleh lingkungannya, selain karena adanya faktor genetik yang turut serta mempengaruhi kesamaan tersebut. Adanya perlakuan sama yang diperlakukan pada kembar membuat para kembar ini akhirnya merasa lebih dekat satu sama lain bila dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Santrock, 2009)

D. Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar

Proses pemilihan pasangan adalah sesuat hal yang sifatnya subjektif. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan dari setiap individu berbeda, karena disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dari individu itu sendiri (Degenova, 2008). Adanya kesamaan dalam menyukai seseorang, adalah salah satu hal yang mempengaruhi proses ketertarikan pada seorang individu. Kesamaan yang dimiliki dalam sikap, perilaku dan karakteristik seperti baju, kecerdasan, kepribadian, nilai-nilai, dan gaya hidup akan lebih membuat


(51)

seorang individu tertarik dengan lawan jenisnya, walaupun dalam beberapa kasus tertentu, memiliki perbedaan juga akan membuat seorang individu tertarik dengan lawan jenisnya (Santrock, 2009).

Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rushton dan Bons (2005), menunjukkan bahwa ada kecenderungan seorang individu mencari pasangan yang mempunyai kesamaan dengan individu itu sendiri. Biasanya, hal ini ditemukan pada variable demografis, seperti usia, etnis, dan juga tingkat pendidikan. Penelitian ini menunjukkan adanya sebuah kontribusi genetis dalam preferensi pasangan, yang secara tidak langsung menemukan bahwa terdapat ciri homogen, seperti sifat, yang lebih nyata di turunkan kesamaannya secara genetis.

Kemiripan pada pasangan itu seperti antara kemiripan yang terjadi dengan kemiripan pada saudara kandung. Penelitian dari Rushton dan Bons (2005) juga menemukan bahwa pasangan dari kembar identik lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan pada kembar fraternal. Dalam memilih pasangan, kembar identik lebih cenderung mempunyai kemiripan dengan pasangan kembarannya dibanding pada kembar fraternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 10 sampai 30% dari varian dalam memilih pasangan disebabkan karena faktor genetik, 10% karena adanya faktor lingkungan, dan 60% sisanya karena unik (Rushton, 2005).

Penelitian ini menguji adanya kontribusi genetik dan pengaruh lingkungan terhadap pemilihan pasangan, dimana setiap individu cenderung mencari pasangan yang mempunyai kemiripan dengan dirinya.


(52)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rushton dan B ons (2005), juga menyatakan bahwa kembar yang identik mempunyai rata- rata persamaan sebesar 0,53 dalam memilih pasangan yang sama dibandingkan kembar fraternal yang hanya memiliki kesamaan rata -rata sebesar 0,32. Persamaan– persamaan yang dimiliki meliputi persamaan dalam segi usia, etnis, dan pendidikan (0,60), pendapat dan sikap (0,50) dan kemampuan kognitif (0,40).

Pengalaman unik dalam pemilihan pasangan pada kembar identik juga pernah dipaparkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas Bouchad (Santrock, 2009). Penelitian ini melibatkan sepasang kembar identik, yang telah dipisahkan sejak usianya 4 minggu dan baru dipertemukan kembali ketika usia keduanya mencapai 39 tahun. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kembar identik ini sama- sama bekerja sebagai wakil kepala polisi paruh waktu, sama-sama berlibur di Florida, menikah dan pernah bercerai dengan wanita yang bernama Betty dan memberi nama anak laki – lakinya dengan nama James Alan.

Penelitian yang dilakukan oleh Bouchad menunjukkan bahwa ada kesamaan dalam pemilihan pasangan yang dialami kembar yang identik. Kesamaan yang dimiliki secara fisik adalah hal umum yang dialami oleh kembar yang identik, tapi kesamaan yang dimiliki dalam memilih pasangan, mempunyai istri dengan nama yang sama adalah fenomena yang unik.

Kembar lebih memilih pasangan yang sama dengan pasangan yang dipilih oleh kembarannya dibandingkan dengan individu lain. Preferensi bagi pasangan kembar ini dalam memilih pasangan, yang cenderung sama, sekitar


(53)

34% dikarenakan faktor genetik dari kembar, lingkungan tempat para kembar tumbuh, dan lingkungan unik yang terjadi di antara kembar itu sendiri.

Penelitian lain dilakukan oleh Lykken dan Tellegen (1998), juga menyatakan bahwa ada kecenderungan dari setiap individu untuk memilih pasangan yang mempunyai kemiripan dengan diri individu itu sendiri. Kembar identik lebih menunjukkan kesamaan ketertarikan dalam pemilihan pasangan dibandingkan dengan kembar fraternal. Kesamaan ketertarikan yang terjadi pada kembar identik meliputi area kepribadian, ketertarikan secara fisik, sikap dan juga adanya fakta yang menunjukkan bahwa kesamaan pemilihan pasangan ini juga dapat ditemukan dalam sifat kelompok dan termasuk mengenai agama.

Hasil penelitian kedua yang dilakukan oleh Lykken dan Tellegen (1998), menyatakan bahwa (a) individu akan memilih pasangan yang setidaknya mempunyai kriteria yang sama, (b) kembar kemungkinan lebih mempunyai kriteria yang sama, (c) pasangan-pasangan dari kembar terkadang hampir mempunyai kesamaan dalam setiap responnya, dan cenderung sama dalam beberapa respon yang diberikan.

Proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh dewasa kembar, hampir memiliki kecenderungan yang sama dalam memilih calon pasangan. Kesamaan yang dimiliki adalah kesamaan dalam memilih pasangan, dengan pasangan yang dipilih oleh kembarannya. Adanya kesamaan yang dilakukan oleh kembar juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana para kembar tumbuh dan kembang secara bersama-sama.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam suatu penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2003). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui bagaimana gambaran proses pemilihan pasangan pada dewasa awal yang kembar.

A. Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta mendalam berkaitan dengan bagaimana pengalaman subjektif mengenai proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh kembar. Adanya proses pemilihan pasangan yang dirasakan berbeda dan unik antara satu individu dengan individu yang lain juga merupakan alasan peneliti memilih metode penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan kualitatif yaitu dapat melihat sesuatu secara mendalam, memahami isu-isu yang sensitif, dan rumit. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Creswell (1994) bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang memungkinkan peneliti memahami permasalahan sosial atau individu secara mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara holistik, yang disusun


(55)

dengan kata-kata, mendapatkan kerincian informasi yang diperoleh dari responden yang berada dalam setting alamiah.

Masalah yang hendak diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran proses pemilihan pasangan yang dilakukan dewasa awal yang kembar. Bagaimana proses dari pemilihan pasangan yang dirasakan oleh setiap individu merupakan pengalaman subjektif dan dinamis untuk masing-masing individu. Jumlah responden yang mempunyai karakteristik sebagai dewasa awal yang kembar juga tidak banyak, untuk itu, pendekatan kualitatif dipandang sesuai untuk dapat mengetahui hal ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Poerwandari (2007), dimana melalui penelitian kualitatif, diharapkan peneliti memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti dan dapat melihat permasalahan ini dengan lebih mendalam karena turut mempertimbangkan dinamika, perspektif, alasan, dan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi responden penelitian.

Peneliti berharap dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti mendapatkan gambaran mengenai sejauh mana para responden merasakan proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh dewasa awal yang kembar, apakah proses pemilihan pasangan yang dilakukan responden sama dengan proses pemilihan pasangan yang dilakukan kembarannya atau berbeda dan apakah faktor pemilihan pasangan pada responden yang satu akan turut mempengaruhi faktor pemilihan pasangan yang dilakukan kembarannya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam meneliti proses pemilihan pasangan yang dilakukan dewasa awal yang kembar, sehingga hasil


(56)

yang didapat dari penelitian ini dapat memberikan gambaran yang luas tentang proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh para kembar.

B. Responden Penelitian 1. Karakteristik responden

Pemilihan responden penelitian didasarkan pada karakteristik tertentu. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini adalah :

a. Dewasa awal yang kembar dengan karakteristik sebagai berikut : 1) Berusia 20 – 30 tahun

Menurut Santrock (2009), yang tergolong usia dewasa awal adalah individu yang berusia 20-30 tahun.

2) Belum menikah

Alasan diambil responden yang belum menikah pada penelitian ini, disebabkan karena peneliti tertarik untuk melihat proses pemilihan pasangan yang dilakukan responden sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah.

3) Dewasa awal yang berjenis kelamin pria dan wanita

Pemilihan responden ini dilakukan dengan alasan peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh dewasa awal yang kembar, baik pria maupun wanita.


(57)

2. Jumlah Responden Penelitian

Penelitian ini mengambil sampel 2 (dua) pasang kembar yang belum menikah dan sedang melakukan proses pemilihan pasangan. Satu pasang kembar dengan jenis kelamin wanita dan satu pasang kembar yang berjenis kelamin pria. Alasan pengambilan sampel ini yaitu karena dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik (a) diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian, (b) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian, (c) tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan pada kecocokan konteks (Saratakos, 1993 dalam Poerwandari, 2007) serta juga dikarenakan keterbatasan dari peneliti sendiri baik waktu, biaya maupun kemampuan peneliti.

3. Prosedur Pengambilan Responden

Responden dalam penelitian ini diambil berdasarkan teori atau konstruk operasional (operational construct sampling), yaitu sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian (Patton, dalam Poerwandari, 2007). Hal ini dilakukan agar sampel benar-benar bersifat representatif, yaitu dapat mewakili fenomena yang diteliti.

Dasar teori yang digunakan untuk memilih sampel penelitian adalah teori Santrock yang memberikan batasan usia masa dewasa awal adalah masa diantara


(58)

20 tahun sampai 30 tahun dan teori dari Degenova (2008) yang menjelaskan proses pemilihan pasangan sehingga dapat ditetapkan bagaimana karakteristik dari kembar dewasa awal yang kembar dalam melakukan proses pemilihan pasangan.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah di kota Medan. Pemilihan kota Medan yang merupakan domisili para responden dari peneliti. Pengambilan data dilakukan di rumah responden penelitian atau bisa berada dimana saja yang tergantung pada kenyamanan dan keinginkan responden.

C. Metode Pengambilan Data

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luas, metode pengambilan data kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian serta sifat objek yang diteliti (Poerwandari, 2007). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara. Responden diwawancarai untuk memperoleh gambaran tentang proses pemilihan pasangan berdasarkan pengalaman subjektif dari masing-masing responden. Menurut Banister dkk. (dalam Poerwandari, 2007) wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud mengadakan eksplorasi terhadap isu tersebut.

Ada tiga pendekatan dasar dalam memperoleh data kualitatif melalui wawancara yang dikemukakan oleh Patton (dalam Poerwandari, 2007), diantaranya wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan


(59)

wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka. Penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara dengan pedoman umum, wawancara mendalam (in

depth-interview) dan berbentuk open-ended question.

Selama proses wawancara, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan. Wawancara dalam penelitian ini juga berbentuk wawancara mendalam, dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai proses pemilihan pasangan secara mendalam. Jika peneliti menganggap data wawancara belum begitu jelas untuk dapat ditarik kesimpulannya maka peneliti akan mencoba melakukan probing pada responden. Wawancara dalam penelitian ini juga berbentuk open-ended question dimana peneliti mencoba mendorong responden untuk berbicara lebih lanjut tentang topik yang dibahas tanpa membuat responden merasa diarahkan.

Selama wawancara berlangsung akan dilakukan observasi terhadap situasi dan kondisi serta perilaku yang muncul pada responden. Hasil observasi akan digunakan sebagai data pelengkap dari hasil wawancara. Adapun hal-hal yang akan diobservasi adalah lingkungan fisik tempat dilakukannya wawancara, penampilan fisik responden, sikap responden selama wawancara, hal-hal yang menganggu selama wawancara dan hal-hal yang sering dilakukan responden selama wawancara. Menurut Poerwandari (2007) observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.


(60)

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2007) bahwa yang menjadi alat terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Namun, untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu, seperti alat perekam (tape

recorder), pedoman umum wawancara, alat tulis dan kertas untuk mencatat.

1. Alat Perekam (tape recorder)

Poerwandari (2007) menyatakan sedapat mungkin wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata), sehingga tidak bijaksana jika peneliti hanya mengandalkan ingatan. Untuk tujuan tersebut, dalam penelitian ini peneliti merasa perlu menggunakan alat perekam agar peneliti mudah mengulangi kembali hasil rekaman wawancara yang telah dilakukan dan dapat menghubungi responden kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas.

Selain itu, penggunaan alat perekam memungkinkan peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang dikatakan oleh responden, alat perekam dapat merekam nuansa suara, dan bunyi aspek-aspek wawancara seperti tawa, desahan, dan sarkasme secara tajam (Padget, 1998). Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan terlebih dahulu meminta izin atau persetujuan dari responden.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Benokraitis, Nijole V. (1996). Marriages and Families 2nd edition: Changes,

Choices and Constraint. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Borualogo, Ihsana Sabriani. (2009). Uniknya Anak Kembar. (OnLine). Available FTP

http://newspaper.pikiranrakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=1029 20 –tanggal akses : 15 Maret 2010

Chow, Oi Kam & Nicole Schmidt.(2009). Twin Temperament Similarity and Sibling Relationship across Childhood and Adolescence (Online). Available FTP:

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Cunningham , F. Gary, MD dkk. (2005). Williams Obstetrics, Twenty-Second

Edition. USA: McGraw-Hill.

Degenova, Maty Kay. (2008). Intimate Relationships, Marriages & Families.. NewYork: The Mc Graw – Hill Companies

Garliah, L., Irmawati, Widiyanta, A., Rahmawati, E., Anggaraeni, F.D., Dewi, I.S., Minauli, I., Sutatminingsih, R., Marianti, S. (2008). Pedoman

penulisan skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Research, Jilid 1-4. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kerola, Varpu Penninkilampi, Irma Moilanen & Jaakko Kaprio. (2005). Co-twin dependence, social interactions, and academic achievement: A population-based study. Journal of Social and Personal Relationships. Sage Publication. Vol. 22; 519.

Lykken, David T & Auke Tellegen. (1998). Is Human Mating Adventitious or the Result of Lawful Choice? A Twin Study of Mate Selection. Available FTP :


(2)

Mendatu, Achmanto. (2009). Mengenal Anak Kembar. (Online). Available FTP : 2010

Nawawi, Hadari. (1993). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Neyer, Franz J. (2002) Twin relationships in Old Age: Developmental Perspective. Journal of Social and Personal Relationship. Sage Publication. Vol. 19; 155.

Padget, D.K. (1998). Qualitatif methode in social work research: Challenges and

rewards. Stage Publication, Inc

Papalia, D.E., Olds, S.W.,& Feldman, R.D. (2009). Human development :

Perkembangan Manusia (10th Ed). Jakarta : Salemba Humanika

Poerwandari, K., (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia

Rushton, J. Philippe & Trudy Ann Bons. (2005). Journal of Mate Choice and

Friendship in Twins. Available FTP :

-tanggal akses : 8 Maret 2010

Santrock, John W. (2009). Life Span development (12th Ed). New York:

McGraw-Hill International.

Saufi , Achmad. (2009). Faktor – faktor yang Berhubungan dengan

Perkembangan. [OnLine]. Available FTP :

Smith, Mary Allen Mc Murrey (2007). Journal of Similarities and Differences

between Adolescent Monozygotic and Dyzygotic Twins Quality of the Sibling Relationship. Available FTP :

Suririnah, dr. (2008). Proses Terjadinya Kembar. (Online). Available FTP :


(3)

__________. (2007). Pemilihan Pasangan. (Online). Available FTP :


(4)

PEDOMAN WAWANCARA

Wawancara yang akan dilakukan meliputi : 1. Latar belakang dari keluarga responden

2. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh responden

3. Faktor – faktor yang meliputi proses pemilihan pasangan bagi responden

Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan meliputi : 1. Proses pemilihan pasangan

a. Pandangan mengenai pemilihan pasangan sebelum menikah b. Kriteria dalam memilih pasangan

c. Faktor geografi / tempat dalam pemilihan pasangan

d. Pandangan mengenai perbedaan atau persamaan yang terjadi pada anda dan pasangan

2. Faktor – faktor Pemilihan Pasangan a. Faktor latar belakang keluarga

a) Reaksi dari keluarga terhadap pasangan anda b) Latar belakang keluarga dari pasangan

c) Pengaruh status sosioekonomi dalam pemilihan pasangan d) Pengaruh pendidikan dalam pemilihan pasangan

e) Pengaruh agama dalam pemilihan pasangan f) Pengaruh suku atau ras dalam pemilihan pasangan


(5)

b. Karakteristik Personal

a) Kriteria yang diharapkan ada pada pasangan b) Pengaruh usia dalam proses pemilihan pasangan c) Kenyamanan yang ingin didapatkan dari pasangan

d) Cara dalam menghadapi perbedaan atau persamaan pada pasangan

e) Pembicaraan tentang hubungan kedepannya dengan pasangan

f) Proses yang diharapkan selanjutnya setelah mendapatkan pasangan.


(6)

LEMBAR OBSERVASI

Responden : Hari/Tanggal : Waktu : Tempat :

Hal-hal yang diobservasi :

1. Penampilan fisik partisipan 2. Tempat wawancara

3. Perilaku partisipan saat wawancara

4. Perilaku pastisipan kepada peneliti yang mewawancarai 5. Perubahan ekspresi wajah selama wawancara berlangsung