GAMBARAN PROSES PEMILIHAN PASANGAN PADATUNANETRA

4. Pengertian Tunanetra Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang berawal pada akhir usia 18 tahun dan berakhir pada usia 40 tahun Hurlock, 1980. Tunanetra merupakan salah satu bentuk ketunaan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Penyandang tunanetra adalah seseorang yang karena suatu hal mengalami disfungsi visual atau kondisi penglihatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Berdasarkan uraian di atas, maka tunanetra dewasa awal merupakan individu yang berusia 18 sampai 40 tahun di mana fungsi penglihatannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

D. GAMBARAN PROSES PEMILIHAN PASANGAN PADATUNANETRA

Tunanetra merupakan salah satu bentuk ketunaan di mana individu kehilangan salah satu fungsi panca indra yaitu, mata. Mata merupakan salah satu organ penting yang berfungsi sebagai penyalur informasi yang utama. Hilangnya fungsi penglihatan mengakibatkan hilangnya salah satu saluran untuk mendapatkan informasi mengenai lingkungan sekitar Efendi, 2006. Hilangnya fungsi penglihatan ini juga akan menghambat seorang tunanetra dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ketunanetraan yang ada pada Universitas Sumatera Utara seseorang menyebabkan dirinya mengalami keterpisahan dengan lingkungan fisiknya yang dapat menyebabkan kepasifan pada tunanetra. Keterbatasan lain yang merupakan akibat langsung dari ketunanetraan tersebut ialah keterbatasan dalam berpindah tempat. Keterbatasan dalam berpindah tempat dapat membuat seorang tunanetra menarik diri dari kegiatan sosial atau pergaulan masyarakat. Meskipun kehilangan fungsi penglihatan, biasanya pendengaran dan perabaan akan menjadi sarana alternatif bagi tunanetra dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya Efendi, 2006. Seluruh aspek kehidupan dan kebutuhan seorang tunanetra akan dipengaruhi oleh ketidakmampuan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya termasuk hubungan interpersonal dengan orang-orang di sekitarnya. Bersosialisasi dan membangun hubungan dengan teman sebaya atau dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan pada masa dewasa awal baik dewasa awal yang normal ataupun tunanetra Tugas perkembangan lainnya pada masa dewasa awal ini ialah memilih pasangan. Memilih pasangan merupakan salah satu keputusan penting yang dibuat oleh individu sepanjang hidupnya DeGenova, 2008. Memilih pasangan merupakan suatu proses yang kompleks yang dipengaruhi oleh banyak variabel. Proses pemilihan pasangan merupakan salah satu langkah awal yang dilalui individu sebelum memasuki ke jenjang pernikahan. Developmental Process Theories menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan dan penyisihan orang-orang yang Universitas Sumatera Utara dianggap tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat hingga akhirnya terpilih seseorang yang tepat DeGenova, 2008. Proses penyeleksian pasangan ini diawali dengan menentukan kriteria yang sesuai dengan diri individu, kemudian mempertimbangkan calon pasangan yang dianggap hampir memenuhi kriteria dan mengeleminasi yang tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya Feingold, dalam Lemme, 1995. Banyak orang yang terkadang tidak menyadari kriteria pasangan yang mereka harapkan. Misalnya, pria cenderung menikahi wanita yang usianya lebih muda beberapa tahun darinya. Meskipun pria tidak secara terang-terangan mengemukakan hal tersebut sebagai salah satu kriteria pasangan, namun mereka tidak tertarik dengan pasangan yang usianya lebih tua Buunk et al., 2001, dalam Newman Newman, 2006. Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa banyak tunanetra yang menikah dengan pasangan yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Epstein Guttman dalam Lemme, 1995, mengemukakan bahwa individu cenderung akan menikahi seseorang yang sama dengan dirinya dalam hal usia, ketertarikan fisik, sifat kepribadian, sikap, kemampuan kognitif, pendidikan, dan latar belakang sosial ekonomi. Alasan utama mengapa kita cenderung memilih pasangan yang sama dengan kita ialah kita akan cenderung menyukai seseorang yang sama dengan kita dan merasa tidak nyaman jika berada di sekitar orang- orang yang berbeda dengan kita DeGenova, 2008. Meskipun demikian tidak semua tunanetra menikah Universitas Sumatera Utara dengan pasangan yang juga tunanetra. Beberapa dari mereka memiliki keinginan untuk menikah dengan pasangan yang normal. Proses pemilihan pasangan yang dilalui tunanetra juga tentu berbeda dengan individu yang normal. Salah satu perbedaan yang paling khas ialah ketertarikan fisik. Pada umumnya, kita cenderung menilai seseorang dari fisiknya. Satu studi menemukan bahwa daya tarik fisik physical attraction merupakan salah satu variabel yang penting dalam membentuk ‘chemistry’ dengan orang lain Peretti, abplanalp, dan Peretti dan DeGenova, 2008. Namun, pada tunanetra ketertarikan tidak berasal dari fisik melainkan dari suara. Hal ini tentu merupakan akibat langsung dari hilangnya fungsi penglihatan yang mengakibatkan tunanetra harus mengandalkan indra lain dalam memperoleh informasi Efendi, 2006. Satu studi yang dilakukan untuk membandingkan mate preference pada individu normal dengan individu dengan hambatan penglihatan menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan individu normal dengan individu dengan hambatan penglihatan memiliki pilihan trait yang sama dalam memilih pasangan. Perbedaan yang terlihat jelas hanya pada aspek ‘good looks’, di mana aspek tersebut merupakan aspek yang lebih penting bagi individu yang normal daripada individu dengan hambatan penglihatan Trelfa, 2006. Beberapa penjelasan yang dapat dikemukakan mengenai hal tersebut ialah yang pertama individu dengan hambatan penglihatan dapat berpedoman Universitas Sumatera Utara pada isyarat lain dalam memberikan penilaian baik pada penampilan fisik atau kualitas dari penampian fisik tersebut. Miller dalam Trelfa, 2006 mengemukakan sebuah model yang menyatakan bahwa pemilihan pasangan meliputi serangkaian keputusan. Setiap keputusan dianggap sebagai rintangan yang harus diselesaikan sebelum mengambil keputusan yang berikutnya. Urutan dari setiap keputusan tergantung pada diri individu dalam membuat keputusan dan situasi diri individu tersebut. Individu dengan hubungan jangka pendek akan menilai penampilan fisik terlebih dahulu daripada traits lainnya. Individu dengan hubungan jangka panjang akan menilai terlebih dahulu pada trait seperti keadaan ekonomi daripada penampilan fisik calon pasangan. Satu studi dilakukan untuk melihat perbedaan kriteria pasangan hubungan jangka panjang pada individu normal dan individu dengan hambatan penglihatan. Hasilnya menunjukkan bahwa individu dengan hambatan penglihatan tidak mengutamakan ketertarikan wajah dibandingkan dengan individu normal. Individu dengan hambatan penglihatan terlebih dahulu mengumpulkan informasi mengenai calon pasangannya sebelum memberikan penilaian pada penampilan fisik pasangannya Trelfa, 2006 Meskipun demikian, studi yang dilakukan oleh Karremans, Frankenhuis, dan Arons menunjukkan bahwa pria dengan hambatan penglihatan lebih menyukai wanita dengan tingkat WHP waist-to-hip-ratio yang rendah. Studi tersebut menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan hal tersebut ialah pria dengan hambatan penglihatan dapat saja memperoleh informasi mengenai hal-hal yang dianggap menarik oleh individu yang dapat melihat secara verbal, meliputi teman sebaya, orang tua, dan saudara mereka cf. Yu, Proulx, Shepard dalam Karremans, 2009. Trelfa 2006 juga mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan oleh individu dengan hambatan penglihatan untuk mengetahui mengenai calon pasangan tersebut berkualitas atau tidak ialah dengan menggunakan informasi-informasi tentang calon pasangan secara psikologis dan behavioural. Informasi ini dapat diperoleh tanpa harus melihat secara langsung apa yang mereka lakukan. Dengan berbicara kita dapat mengetahui bagaimana nilai-nilai yang dimiliki orang tersebut, kemampuan bersosialisasinya, inteligensinya, dan kepribadian lainnya. Sebagai penambahan informasi ini juga dapat diperoleh dari orang lain. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan bagi tunanetra Trelfa, 2006 Hilangnya fungsi penglihatan pada tunanetra mengharuskan tunanetra menggunakan indra lain yang masih berfungsi dalam mengumpulkan informasi mengenai calon pasangannya. Pengumpulan informasi mengenai pasangan melalui suara dan informasi dari orang lain tentu akan berbeda dengan informasi yang diperoleh dari penglihatan. Hal inilah yang pada dasarnya memunculkan perbedaan-perbedaan dalam proses pemilihan pasangan yang dilalui oleh tunanetra. Universitas Sumatera Utara

E. PARADIGMA BERPIKIR