Profil Danau Limboto Tahun 2009
40
macam ikan air tawar dapat dijumpai didanau ini. Kini yang tersisa hanya mujair, nila, gabus atau sepat.
a.5. Banjir
Pendangkalan danau dan kerusakan hutan menyebabkan terjadinya banjir. Setiap tahun terjadi pendangkalan danau setinggi 46.66 cm
dan penyempitan danau sebesar 66.66 hektar dan terjadi penurunan muka air normal danau sebesar kurang lebih 1,75 cm. Penurunan
daya tampung danau, menyebabkan terjadi banjir. Banjir terjadi setiap tahun di wilayah hilir selama tiga tahun terakhir.
Gambar 17. Hidrograph banjir DAS Sungai Bone di lokasi dekat muara Sungai Tamalate Tr= 25 Thn
Sumber: BWS II Gorontalo
Bibilio -
Bibilo adalah alat tangkap tradisional yang dibuat dari
rumput yang hidup di tepi danau Rumpon ala Danau
- Produksi perikanan bibilo
sekitar 0,67 kgm2 sehingga total 877 tontahun
Keramba Apung - Total luas are keramba 51,531
m2 2.559 buah dengan ukuran terbanyak 5 x 5 m
Profil Danau Limboto Tahun 2009
41
Gambar 18. Hidrograph banjir DAS Sungai Alo-Pohu Tr= 25 Thn Sumber: BWS II Gorontalo
Gambar 19. Hidrograph Sungai Bolango pada pertemuan Sungai Bolango dan Sungai Polanggua Tr= 25 Thn
Sumber: BWS II Gorontalo
Profil Danau Limboto Tahun 2009
42
Gambar 20. Pengrusakan Hutan dan Tebing
a.6. Perusakan Hutan Dan Lahan
Daerah tangkapan air catchment area DAS Limboto telah mengalami degradasi yang serius. Banyak kegiatan pertanian di DAS
Limboto berada di kawasan hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah pertanian lahan kering untuk
tegalan palawija, kebun kelapa, kemiri dan
sebagainya. Luas lahan pertanian tersebut
mencapai 40.58 dari luas wilayah DAS
Limboto. Kegiatan perladangan berpindah,
pembakaran lahan, penebangan liar dan
pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak. Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada
DAS LBB ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas HPT atau Limited Production Forest yang telah mendorong
secara formal eksploitasi hutan secara besar-besaran. Luas hutan di DAS Limboto hanya 14.893 hektar 16.37 dari luas DAS jauh di
bawah persayartan minimum 30 . Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-lahan yang ada menjadi
kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004, tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 tontahun atau rata-rata
108.81 tonhatahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438 mmtahun. Luas lahan kritis mencapai angka 26.097 hektar lahan
kritis terdiri dari 12.573 hektar lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.524 ha di luar kawasan hutan.
Laju pendangkalan danau akibat erosi dari sungai-sungai yang bermuara di danau ini sangat besar. Pada tahun 1932, rata-rata
kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha. Pada
Profil Danau Limboto Tahun 2009
43
tahun 1955 kedalaman danau menurun menjadi 16 meter. Dan dalam tempo 30 tahun, tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau Limboto
telah berkurang menjadi 10 meter dan luasanya menyusut menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto tinggal
rata-rata 2,5 meter dan luasnya yang tersisia tinggal 3.000 Ha. Dalam kurun waktu 50 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha
62.60 . Jika kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar. Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto
lenyap dari muka bumi Gorontalo. Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh para nelayan yang
selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan
yang menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-
batang pohon. Pendangkalan danau menyebabkan munculnya
tanah-tanah timbul di kawasan perairan danau. Tanah-tanah
timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukan seperti sawah 637 hektar, ladang 329 hektar, perkampungan 1272 hektar, dan peruntukan lainnya 42 hektar. Hal
ini menimbulkan kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat terjadi dalam memperebutkan kawasan
danau. Penyusutan luas dan pendangkalan terutama disebabkan kurangnya air
yang tertahan dan sedimentasi akibat penggundulan hutan di bagian hulu. Tekanan pertumbuhan penduduk di sekitar danau telah mempercepat
penyusutan luas dan pendangkalan, seperti illegal logging, penimbunan sampah, dan illegal fishing. Perkembangan terakhir menunjukkan
sebagian wilayah permukaan danau sudah ditempati oleh masyarakat.
Profil Danau Limboto Tahun 2009
44
Meta masalah tersebut diuraikan berdasarkan bagian danau, yaitu :
Bagian Hulu
Pembakaran hutan, penebangan liar, peladangan berpindah, perambahan hutan termasuk pencurian kayu.
Sistem pengolahan lahan serta kawasan tidak menerapkan kaidah konservasi dan masih bersifat tradisional.
Program pemerintah tentang pengelolaan DAS masih bersifat parsial, tumpang tindih, konflik kepentingan, kurang membangun
sistim kordinasi lintas sektor dan setengah hati. Penataan pemukiman penduduk yang tidak teratur
Belum adanya batas dan aturan jalur hijau sepanjang DAS Rendahnya pendidikan masyarakat
Peran kelembagaan masyarakat tingkat desa dan kecamatan rendah
Struktur dan fisik tanah yang mudah erosi Perilaku aparatur yang memback up proses perambahan hutan
Rendahnya koordinasi tingkat aparatur berwenang dalam melaksanakan pengawasan maupun penegakan hukum bagi yang
merusak hutankawasan.
Bagian Tengah
Pengolahan lahan tanpa memperhatikan aspek konservasi. Pemukiman masyarakat peladang sekitar bantaran sungai.
Pembukaan lahan dengan tanaman musiman. Vegetasi yang kurang.
Tingkat kesadaran masyarakat kurang terhadap lingkungan. Pengikisan bibir sungai yang terkadang lahan perkebunan dan
rumah tempat tinggal masyarakat yang menjadi korban. Terjadi perubahan aliran sungai.
Kurangnya peran serta seluruh pihak dalam mendorong gerakan konservasi, perlindungan, pengawasan, dan sebagainya.
Profil Danau Limboto Tahun 2009
45 Bagian Hilir
Kurangnya koordinasi antar sektorlintas sektor pemerintah. Perladangan dibantaran sungai menggunakan teknologi pola tanam
monokultur. Tingginya laju pemukiman dibantaran sungai dan masyarakat yang
bermukim dipesisir danau semakin masuk ke areal kawasan danau. Tingginya angka eksploitasi kawasan berakibat penataan ruang
yang semraut. Perilaku menggunakan alat tangkap perikanan yang tradisional
“olate, bibilo, tiopo” dan sejumlah alat tangkap dengan bahan materialnya terbuat dari kayu, bamboo pasir dan pelepah daun
kelapa. Tingginya angka ketergantungan ekonomi pada kawasan danau
berakibat rebutan kaplingan lahan pada tepian danau limboto Penambangan galian C dan tingginya angka budidaya jaring apung
serta karamba. Perilaku yang menjadikan sungai sebagai TPA sampah.
Lemahnya penegakan aturan hukum terhadap oknum yang melakukan perilaku menyimpang
Rendahnya sumber daya manusia Konflik kepentingan yang beragam khususnya di Danau Limboto
Penguasaan jaring apung dan lahan seputar pesisir bukan oleh masyarakat setempat namun juga oleh para oknum pejabat.
Profil Danau Limboto Tahun 2009
46
b. Masalah Substantif