BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu Corporate Governance CG telah muncul sejak tahun 1840-an namun masih berupa saran exhortation dan anekdot. Istilah ini menjadi popular seiring
terkuaknya berbagai skandal korporasi yang melibatkan berbagai perusahaan besar seperti Enron, Worldcom, Tyco International, Merck dan lain sebagainya.
Menurut Sofyan Syafri Harahap 2007:167, “skandal ini dinilai sebagai kerja sama apik antara manajemen, konsultan, analis, dan akuntan publik yang ingin
meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui rekayasa keuangan yang mempengaruhi sentimen pasar modal”. Pada tahun 2002, di Amerika,
dikeluarkanlah UU Sarbanes Oxley Act sebagai respons terhadap berbagai skandal tersebut.
Di Indonesia, isu CG ditanggapi dengan membentuk lembaga Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance KNKCG. Pembentukan komite ini
berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP31M.EKUIN081999. Pada bulan November tahun 2004, berdasarkan Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP49M.EKON112004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance KNKG. Dalam pembentukan komite
ini menghasilkan pedoman umum good corporate governance tahun 2006 Rini, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Corporate Governance adalah “sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
stakeholders terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi” Tjager et
al., 2003. Prinsip-prinsip corporate governance terdiri dari: transparansi transparency, akuntabilitas
accountability, pertanggungjawaban responsibility, kemandirian independency dan kewajaran fairness.
Kali ini akan dibahas khusus mengenai prinsip transparansi. Menurut OECD, “transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang materil dan relevan mengenai perusahaan”. Menurut Almilia dan Retrinasari
2007 dalam Rini 2010, pengungkapan informasi secara terbuka mengenai perusahaan sangatlah penting bagi perusahaan publik. Hal ini dilakukan sebagai
wujud transparansi dan akuntabilitas manajemen perusahaan kepada stakeholders. Keterbukaan informasi dari perusahaan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi stakeholders dalam pengambilan keputusan. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam mengkaji prinsip transparansi.
Transparansi yang dibicarakan di sini adalah transparansi yang menggunakan perkembangan teknologi yaitu internet. Internet memberikan manfaat bagi
perusahaan maupun badan pengawas utuk meningkatkan keterbukaan dan tata kelola perusahan. Manfaat lain juga dinikmati oleh para stakeholder yaitu
memperoleh informasi yang valid, dapat dipercaya, cepat dan dengan biaya yang murah tentang kondisi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Gandia 2004 meneliti mengenai pengungkapan corporate e-governance dalam era digital pada perusahaan Spanyol yang go public. Variabel yang diteliti
ialah ukuran perusahaan, utang, ROE perusahaan, klasifikasi industri, keberadaan perusahaan di bursa saham asing, visibilitas perusahaan dan lamanya listing. Pada
tahun 2008, Gandia kembali melakukan penelitian yang sejenis yang berjudul determinan pengungkapan corporate governance yang berbasis internet pada
perusahaan Spanyol yang go public. Terdapat beberapa perbedaan variabel yang diteliti. Pada penelitian tersebut variabel yang diteliti Gandia 2008 yaitu ukuran
perusahaan, ROE perusahaan, lamanya listing, ukuran dewan komisaris, CEO- chairman duality, floating capital, visibilitas media dan analyst following.
Dalam dua penelitian 2004 dan 2008 tersebut, Gandia dalam Falah 2011 menggunakan tiga perspektif untuk menganalisis pengungkapan corporate
governance, yakni: laporan tahunan, pengungkapan dalam website Badan Regulasi Pasar Modal, dan pengungkapan dalam website masing-masing
perusahaan. Kesimpulan dari kedua penelitian tersebut sama, yaitu: pertama, tingkat pengungkapan perusahaan-perusahaan publik di Spanyol masih rendah.
Kedua, perusahaan-perusahaan tertentu memperlakukan internet sebagai media yang tepat untuk melengkapi informasi yang diterbitkan secara konvensional
annual report. Ketiga, tingkat pengungkapan informasi menunjukan eksistensi perusahaan di media dan hal tersebut menambah keyakinan para investor untuk
menanamkan modalnya. Sayogo 2006 meneliti tentang determinan pengungkapan CG melalui
internet pada perusahaan yang ada di list Bursa Efek Jakarta. Variabel yang diteliti
Universitas Sumatera Utara
ialah ukuran perusahaan total asset dan harga saham, profitabilitas, klasifikasi industri, jumlah dewan independen, dualitas posisi internal dan persebaran saham.
Sayogo 2006 menemukan bahwa ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total aset dan jumlah dewan independen berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan CG. Sedangkan, profitabilitas, persebaran saham dan ukuran perusahaan yang diproksikan dengan harga saham, klasifikasi dan dualitas
dewan independen tidak berpengaruh secara signifikan. Falah 2011 meneliti mengenai analisis pengungkapan Corporate
Governance berbasis Internet oleh perusahaan publik di Indonesia tahun 2010. Dalam penelitiannya, Falah 2011 hanya menggunakan satu perspektif yaitu
indeks pengungkapan CG website. Variabel yang diteliti ialah ukuran perusahaan, Return of equity ROE yang berbeda, lamanya listing, floating capital, ukuran
dewan komisaris dan auditor. Kesimpulan dari penelitian Falah 2011 adalah yaitu pertama, terdapat perbedaan tingkat pengungkapan corporate governance di
website perusahaan pada tingkat ukuran perusahaan yang berbeda. Kedua, terdapat perbedaan tingkat pengungkapan corporate governance di website
perusahaan pada tingkat umur listing yang berbeda. Ketiga, tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat pengungkapan corporate governance di website
perusahaan pada tingkat floating capital yang berbeda. Keempat, terdapat perbedaan tingkat pengungkapan corporate governance di website perusahaan
pada tingkat keefektifan jumlah dewan komisari yang berbeda. Perusahaan dengan jumlah dewan komisaris lebih efektif cenderung melakukan
pengungkapan corporate governance lebih baik dibandingkan perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
jumlah dewan komisarisnya kurang efektif. Kelima, terdapat perbedaan tingkat pengungkapan corporate governance di website perusahaan pada tipe auditor
yang berbeda. Sebagai informasi, pengguna interenet di dunia menurut internetworldstats
sampai dengan 31 Desember 2011 mencapai 2.267.233.742.000 jiwa dari populasi 6.930.055.154.000 jiwa. Sedangkan, pengguna internet di Indonesia mencapai
55.000.000.000 jiwa dari populasi 245.613.043.000 jiwa. Indonesia menduduki peringkat 4 di Asia setelah China, India dan Jepang. Ini menandakan bahwa
internet sangat diandalkan dalam memperoleh informasi. Penelitian ini menarik untuk dilakukan tehadap perusahaan manufaktur
yang go public untuk mengetahui sejauh mana pengungkapan yang dilakukan berbagai perusahaan tersebut dalam website masing-masing sesuai dengan prinsip
CG. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur dengan dua variabel yang berbeda yaitu
penggunaan aset asset utilization dan penerbitan saham baru. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil judul “Analisis
Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Governance Melalui Website pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah