B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Fansuri tahun 2008 dengan metode SPC menghasilkan kesimpulan
bahwa pemasaran jagung di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan belum efisien. Mayoritas responden berada pada klasifikasi rendah
atau banyak responden tidak melakukan yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian. Tetapi ada beberapa kelompok tani yang ketua kelompoknya mau
mengkoordinir hasil panen anggotanya, kemudian mereka menjualnya pada pabrik besar dengan harga yang lebih mahal dari pada menjual kepada
tengkulak.
Penelitian Irawan tahun 2005 menggunakan analisis margin, koefisien korelasi harg dan elastisitas transmisi harga menghasilkan kesimpulan bahwa
pemasaran jagung di Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur belum efisien hal ini dilihat dari perolehan margin pemasaran ditingkat petani
yang lebih rendah dibandingkan dengan perolehan margin pemasaran yang diperoleh lembaga pemasaran yang lainnya. Petani menjual hasil usahataninya
ke pedagang kecil yang sebelumnya memberikan modal untuk usahataninya, sehingga harga yang berlaku adalah harga yang ditentukan oleh pedagang
kecil. Penelitian Remonaldi tahun 2009 menghasilkan kesimpulan bahwa saluran
pemasaran jagung di Kabupaten Tanggamus sebagian besar dari petani ke pedang pengumpul atau gudang silo, hal tersebut ditujukan untuk menghemat
biaya pemasaran, selain itu hasil produksi yang dihasilkan petani relatif kecil sehingga tidak memungkinkan untuk dijual langsung ke pabrik pengolahan
jagung. Selanjutnya pedagang kecil atau gudang silo tersebut langsung menjual ke pedagang besar atau eksportir seperti PT. CPI Caroen Phokhpan
Indonesia. Penelitian Susanto pada tahun 2007 menghasilkan kesimpulan bahwa
pemasaran jagung di Kecamatan Ketapang belum efisien ditunjukkan dengan nilai elastisitas transmisi harga yang masih di atas angka 1. Struktur pasar
jagung di Kecamatan Ketapang berada dalam kondisi tidak sempurna, nilai koefisien korelasi harganya dibawah 1.
Penelitian Sadikin tahun 2000 menghasilkan kesimpulan bahwa harga jagung di tingkat petani lebih rendah dibanding dengan harga sosial yang seharusnya
diterima, berkaitan dengan dua faktor klasik, yaitu 1 Lembaga pemasaran output belum berfungsi efektif dan tidak transparan, sehingga rantai pemasaran
panjang dan biaya pemasaran tinggi, dan 2 Posisi tawar petani lemah sehingga petani menjadi penerima harga yang masif dan sekaligus sangat taat
terhadap kemauan dan keputusan pedagang. Timpangnya distribusi regionalitas intensifikasi jagung antara daerah Jawa dan luar Jawa,sebab
meskipun saat ini kontribusi produksi jagung luar Jawa terhadap produksi jagung nasional hanya sekitar 39 persen.
C. Kerangka Pemikiran