10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan
Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan
teori agensi yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para tenaga profesional yang lebih
mengerti dalam menjalankan bisnis. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham dan memiliki keleluasaaan dalam menjalankan manajemen
perusahaan. Sementara, pemilik perusahaan pemegang saham hanya bertugas mengawasi jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen serta
mengembangkan sistem insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan.
Teori agensi memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu
meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
11 ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi,
pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Teori agensi pertama sekali dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada
tahun 1976 . Definisi yang dibuat oleh Jensen dan Meckling 2012: 17 “A
contract under which one or more persons the principals engage another person agent to perform some service on their behalf which involve delegating
some decisions making authority to the agent. If both partners to relationship are utility maximizers there is good reason to believe that the agent will not always
act in the best interest of the principal ”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang prinsipal memerintah orang lain agen untuk melakukan suatu jasa atas
nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang
sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja,
dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen.
Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen
mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja
Universitas Sumatera Utara
12 agen. Asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik dapat memberikan
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemilik pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
2.1.2 Good Corporate Governance