c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas.
2.2.3. Tahap fetus fetal stage, dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal dan muskulus.
Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh
sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi
juga pada berbagai jaringan di sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun
struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi.
2.3. Embriogenesis Abnormal
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat
pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau seluruh janin.
18
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
Universitas Sumatera Utara
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi
dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15 dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini.
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga
yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau
kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat
menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit. Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,
antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu
perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama
tahap embrio.
11
2.4. Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.4.1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal
Universitas Sumatera Utara
dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
9,19
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang
serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan
kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit dimple, ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
11
2.4.2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal
terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia mandibula yang kecil. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain
seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
11,20
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini
biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk
ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
11,20
2.4.4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan kelainan struktur akibat
fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik,
efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun
waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
11
Universitas Sumatera Utara
2.5. Beberapa Macam Pengelompokkan Kelainan Kongenital 2.5.1. Menurut
European Registration of Congenital Anomalies 2010
Kelainan kongenital dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang dapat dilihat pada halaman lampiran.
21
2.5.2. Menurut Gejala Klinis
11
Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut: a.
Kelainan tunggal single-system defects Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai
satu regio dari satu organ isolated. Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus,
dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial.
b. Asosiasi Association
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik
antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal
fistula, renal anomalies, limbs defects. Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai
variasi dari kelainan di atas. c.
Sekuensial Sequences Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya
diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah
Universitas Sumatera Utara
aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan
intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah Potter Facies. Oligoamnion juga
berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal
karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. d.
Kompleks Complexes Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian
utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal
embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler.
Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang
sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari
kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome.
Universitas Sumatera Utara
e. Sindrom
Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal single, atau dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang
dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan sindrom. Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian
yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan
dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh
beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya
merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50 kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.
2.5.3. Menurut Berat Ringannya
11
Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a.
Kelainan mayor Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi
mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya. b.
Kelainan minor Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.
2.5.4. Menurut Kemungkinan Hidup Bayi
2
Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a.
Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus.
Universitas Sumatera Utara
b. Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina bifida,
meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan jantung bawaan, penyempitan saluran cerna, dan atresia ani.
2.5.5. Menurut BentukMorfologi
2
Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a.
Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus,
atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal, seperti mikrosefali. b.
Gangguan penyatuanfusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida c.
Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun. d.
Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina e.
Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus
2.5.6. Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
9
Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat
mengancam jiwa bayi. b.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif.
2.6. Beberapa Kelainan Kongenital yang Dapat Dijumpai di Klinik 2.6.1.
Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
Universitas Sumatera Utara
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat
langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan
fungsi otot sfingter.
2,9
Gambar 2.1. Spina Bifida
22
2.6.2. Labiopalatoskisis Celah Bibir dan Langit-langit
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan
atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan hereditary, tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi
potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
6,23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Labiopalatoskisis
24
2.6.3. Hidrosefalus
Hid
ros
efalus adalah kelainan patolo
gis ota
k yang men
gakiba
tkan bertambah
nya
cairan serebrosp
inal dengan ata
u pernah den
gan tek
ana
n int
rakranial yan
g meninggi,
seh
ingga ter
dap
at pel
ebaran ven
trikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS hidrisefalus komunikans atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui
ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus dapat timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang
terjadi postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran kepala
normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan,
gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen.
Pada dasarnya meliputi produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang
Universitas Sumatera Utara
berlebih, gangguan absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal.
2,9,25
Gambar 2.3. Hidrosefalus
26
2.6.4. Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika
ibu hamil mengalami polihidramnion cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak. Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup,
maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.
27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Anensefalus
28
2.6.5. Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel
terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan
janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas
usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.
9
Gambar 2.5. Omfalokel
29
Universitas Sumatera Utara
2.6.6. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis
ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.
Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.
9
Gambar 2.6. Hernia Umbilikalis
30
2.6.7. Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital
atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai lebih kurang 80 adalah atresia atau penyumbatan bagian
proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai
Universitas Sumatera Utara
fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi
sesak napas, batuk, muntah, dan biru.
9
Gambar 2.7. Atresia Esofagus
31
2.6.8. Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen.
Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis
tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.
9
Gambar 2.8. Atresia Duodenum
32
Universitas Sumatera Utara
2.6.9. Atresia dan Stenosis Jejunumileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000
kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi
intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.
9
2.6.10. Obstruksi pada Usus Besar
Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung
Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.
9
2.6.11. Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur
ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak
rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya 90 ditemukan adanya fistula yang menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan
pada bayi laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya
fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah.
2,9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Atresia Ani
33
2.6.12. Penyakit Jantung Bawaan PJB
Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80 meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 13 meninggal
pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat,
pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit
PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.
2,9
Universitas Sumatera Utara
2.7. Diagnosis
11
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain:
2.7.1. Penelaahan Prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-
epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi. 2.7.2.
Riwayat Persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan neonatus.
2.7.3. Riwayat Keluarga
Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi
mental.
2.7.4. Pemeriksaan Fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai
kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor.
2.7.5. Pemeriksaan Penunjang
Sitogenetik kelainan kromosom, analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang
teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian
Universitas Sumatera Utara
ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan konenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium.
2.8. Epidemiologi 2.8.1.
Distribusi Frekuensi
Penelitian Parmar, dkk 2010 di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki 8; 99 dari 1.224 daripada anak
perempuan 7; 81 dari 1.141, akan tetapi tidak ada perbedaan secara signifikan p = 0,4.
6
Di Urmia, Iran 2008, kejadian kelainan kongenital lebih tinggi pada perempuan 1,99; 139 dari 6.979 dibandingkan laki-laki bayi baru lahir 1,68;
120 dari 7.137, namun perbedaan itu tidak signifikan secara statistik p = 0,65.
34
Di Sir T Hospital, Gujarat Januari 2006 – Juni 2007 menunjukkan kejadian kongenital
secara signifikan lebih tinggi 6,1 pada ibu yang berusia 30 tahun dibandingkan dengan kelompok usia muda.
35
Penelitian Prabawa 1998 di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 101 kasus 65 berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus 35
berjenis kelamin perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok umur 35 tahun yaitu sebanyak 64
kasus dari 2.871 persalinan 2,23.
36
Di RSIA Sri Ratu Medan 2009, dari 20 bayi dengan kelainan kongenital, persentase laki-laki 60 lebih besar daripada
perempuan 40.
17
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 90 dari semua bayi dengan kelainan kongenital serius dilahirkan di negara-negara berkembang.
6
Dari survei perinatal, hampir semua negara maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1 dan sekitar 25 dari
jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat.
37
2.8.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital
2,9
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a. Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan dominant traits atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutnya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down mongolisme, kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
Universitas Sumatera Utara
b. Mekanik