Embriogenesis Abnormal Kelainan Genetik dan Kromosom.

c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna. d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas. 2.2.3. Tahap fetus fetal stage, dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal dan muskulus. Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan di sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi.

2.3. Embriogenesis Abnormal

Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan bentuk atau kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat pertumbuhan organ yang salah misalnya otak, jantung atau seluruh janin. 18 Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan Universitas Sumatera Utara yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15 dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini. Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit. Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio. 11

2.4. Patofisiologi

Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.4.1. Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal Universitas Sumatera Utara dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung. 9,19 Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit dimple, ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor. 11

2.4.2. Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia mandibula yang kecil. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. 11,20 Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Disrupsi

Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka. 11,20

2.4.4. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan kelainan struktur akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup. 11 Universitas Sumatera Utara 2.5. Beberapa Macam Pengelompokkan Kelainan Kongenital 2.5.1. Menurut European Registration of Congenital Anomalies 2010 Kelainan kongenital dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang dapat dilihat pada halaman lampiran. 21

2.5.2. Menurut Gejala Klinis

11 Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut: a. Kelainan tunggal single-system defects Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai satu regio dari satu organ isolated. Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial. b. Asosiasi Association Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects. Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas. c. Sekuensial Sequences Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah Universitas Sumatera Utara aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah Potter Facies. Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. d. Kompleks Complexes Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome. Universitas Sumatera Utara e. Sindrom Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal single, atau dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan sindrom. Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50 kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.

2.5.3. Menurut Berat Ringannya

11 Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a. Kelainan mayor Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya. b. Kelainan minor Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.

2.5.4. Menurut Kemungkinan Hidup Bayi

2 Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a. Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus. Universitas Sumatera Utara b. Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina bifida, meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan jantung bawaan, penyempitan saluran cerna, dan atresia ani.

2.5.5. Menurut BentukMorfologi

2 Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a. Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal, seperti mikrosefali. b. Gangguan penyatuanfusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida c. Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun. d. Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina e. Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus

2.5.6. Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan

9 Kelainan kongenital dibedakan menjadi: a. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat mengancam jiwa bayi. b. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif. 2.6. Beberapa Kelainan Kongenital yang Dapat Dijumpai di Klinik 2.6.1. Spina Bifida Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal Universitas Sumatera Utara menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter. 2,9 Gambar 2.1. Spina Bifida 22

2.6.2. Labiopalatoskisis Celah Bibir dan Langit-langit

Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan hereditary, tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran. 6,23 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Labiopalatoskisis 24

2.6.3. Hidrosefalus

Hid ros efalus adalah kelainan patolo gis ota k yang men gakiba tkan bertambah nya cairan serebrosp inal dengan ata u pernah den gan tek ana n int rakranial yan g meninggi, seh ingga ter dap at pel ebaran ven trikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS hidrisefalus komunikans atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus dapat timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang Universitas Sumatera Utara berlebih, gangguan absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal. 2,9,25 Gambar 2.3. Hidrosefalus 26

2.6.4. Anensefalus

Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak. Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir. 27 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Anensefalus 28

2.6.5. Omfalokel

Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa. 9 Gambar 2.5. Omfalokel 29 Universitas Sumatera Utara

2.6.6. Hernia Umbilikalis

Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun. 9 Gambar 2.6. Hernia Umbilikalis 30

2.6.7. Atresia Esofagus

Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai lebih kurang 80 adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai Universitas Sumatera Utara fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru. 9 Gambar 2.7. Atresia Esofagus 31

2.6.8. Atresia dan Stenosis Duodenum

Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon. 9 Gambar 2.8. Atresia Duodenum 32 Universitas Sumatera Utara

2.6.9. Atresia dan Stenosis Jejunumileum

Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis. 9

2.6.10. Obstruksi pada Usus Besar

Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan. 9

2.6.11. Atresia Ani

Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya 90 ditemukan adanya fistula yang menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan pada bayi laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah. 2,9 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.9. Atresia Ani 33

2.6.12. Penyakit Jantung Bawaan PJB

Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80 meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 13 meninggal pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB. 2,9 Universitas Sumatera Utara

2.7. Diagnosis

11 Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain:

2.7.1. Penelaahan Prenatal

Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti- epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi. 2.7.2. Riwayat Persalinan Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan neonatus.

2.7.3. Riwayat Keluarga

Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.

2.7.4. Pemeriksaan Fisik

Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor.

2.7.5. Pemeriksaan Penunjang

Sitogenetik kelainan kromosom, analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian Universitas Sumatera Utara ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan konenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratorium. 2.8. Epidemiologi 2.8.1. Distribusi Frekuensi Penelitian Parmar, dkk 2010 di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki 8; 99 dari 1.224 daripada anak perempuan 7; 81 dari 1.141, akan tetapi tidak ada perbedaan secara signifikan p = 0,4. 6 Di Urmia, Iran 2008, kejadian kelainan kongenital lebih tinggi pada perempuan 1,99; 139 dari 6.979 dibandingkan laki-laki bayi baru lahir 1,68; 120 dari 7.137, namun perbedaan itu tidak signifikan secara statistik p = 0,65. 34 Di Sir T Hospital, Gujarat Januari 2006 – Juni 2007 menunjukkan kejadian kongenital secara signifikan lebih tinggi 6,1 pada ibu yang berusia 30 tahun dibandingkan dengan kelompok usia muda. 35 Penelitian Prabawa 1998 di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 101 kasus 65 berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus 35 berjenis kelamin perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok umur 35 tahun yaitu sebanyak 64 kasus dari 2.871 persalinan 2,23. 36 Di RSIA Sri Ratu Medan 2009, dari 20 bayi dengan kelainan kongenital, persentase laki-laki 60 lebih besar daripada perempuan 40. 17 Universitas Sumatera Utara Lebih dari 90 dari semua bayi dengan kelainan kongenital serius dilahirkan di negara-negara berkembang. 6 Dari survei perinatal, hampir semua negara maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1 dan sekitar 25 dari jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat. 37

2.8.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital

2,9 Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

a. Kelainan Genetik dan Kromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan dominant traits atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutnya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down mongolisme, kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner. Universitas Sumatera Utara

b. Mekanik