5.2 Pengaruh Faktor Enabling terhadap Tindakan Pemilik Anjing dalam
Pencegahan Penyakit Rabies
Faktor enabling dalam penelitian ini adalah indikator sumber informasi. Hasil penelitian ditemukan sebanyak 50,5 indikator sumber informasi pada kategori tidak
baik. Mengingat mayoritas responden rendah tentang keterpaparan media informasi seperti media penyuluhan tentang mendapat sarananjuran tentang keterangan atau
penjelasan mengenai penyakit rabies yang menyebabkan pemiliknya belum sepenuhnya memberikan vaksin anti rabies bagi anjingnya, maka masih diperlukan
intervensi lain yang bertujuan untuk pencegahan penyakit rabies. Belum optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai penyakit rabies yang
dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Dinas Kesehatan Kabupaten serta peranan Puskesmas merupakan salah satu penyebab rendahnya keterpaparan informasi bagi
responden. Salah satu upaya adalah peningkatan penyuluhan pada masyarakat tentang pencegahan penyakit rabies melalui pemanfaatan media-media komunikasi seperti
radio televisi majalah dan lain-lain, sehingga persepsi atau pandangan masyarakat umum tentang pentingnya tindakan pencegahan penyakit rabies khususnya pemilik
anjing menjadi lebih baik kedepannnya. Secara teoritis sumber informasi mempengaruhi tindakan seseorang dalam
mengambil suatu keputusan. Menurut teori Health Belief Model Rosenstock dalam Smet 1994, untuk dapat memutuskan menerima atau menolak melakukan tindakan
pencegahan yang berkaitan dengan kesehatan diperlukan salah satu unsur yaitu petunjuk untuk berperilaku cues to action yang dapat berupa berbagai macam
Universitas Sumatera Utara
informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan contoh : media massa, kampanye, nasehat orang lain, artikel dari koran dan sebagainya.
Hasil uji secara statistik ditemukan bahwa media informasi berhubungan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit rabies. Responden yang memilki
keterpaparan informasi dengan baik cenderung melaksanakan vaksinasi rabies secara rutin. Hal ini didukung oleh teori Green dalam Notoatmodjo 2007 yang menyatakan
adanya informasi melalui berbagai media merupakan faktor pendorong terjadinya perilaku kesehatan.
Hasil uji secara statistik bahwa sumber informasi berpengaruh signifikan terhadap tindakan dalam pencegahan penyakit rabies ditunjukkan oleh nilai
p=0,000p=0,005; nilai ExpB= 9,111; CI For Exp B 2,742-30,270. Secara statistik hasil uji memberikan makna bahwa responden yang memiliki keterpaparan
media infromasi dengan baik mempunyai peluang 9 kali tindakannya lebih baik dalam pencegahan penyakit rabies melalui gigitan hewan penular rabies.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ganefa 2001 di Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara keterpaparan terhadap media penyuluhan rabies dengan ketidakpatuhan pemilik anjing memberikan vaksinasi. Namun hasil penelitian
ini berbeda dengan hasil penelitan Marpaung 2009 yang mengungkapkan bahwa keterpaparan media informasi tidak berpengaruh terhadap pemberian vaksinasi rabies.
Universitas Sumatera Utara
5.3.Pengaruh Faktor Reinforcing terhadap Tindakan Pemilik Anjing dalam
Pencegahan Penyakit Rabies
Faktor reinforcing dalam penelitian ini adalah indikator anjuran tokoh masyarakat dan dukungan petugas kesehatan. Pembahasan masing-masing indikator
sebagai berikut: 5.3.1 Pengaruh Anjuran Tokoh Masyarakat terhadap Tindakan Pemilik
Anjing dalam Pencegahan Penyakit Rabies Hasil penelitian ditemukan sebanyak 58,1 indikator anjuran tokoh
masyarakat pada kategori tidak baik. Mengingat mayoritas responden rendah tentang anjuran tokoh masyarakat baik berupa saran atau penjelasan mengenai tindakan
pencegahan penyakit rabies, maka salah satu peran, yaitu peran pemuka atau tokoh masyarakat perlu sebagai faktor penguat karena merupakan panutan bagi
kelompoknya. Tokoh masyarakat memiliki potensi besar untuk memberikan saran dan anjuran untuk diimplementasikan oleh pemilik anjing dalam memelihara anjing
sampai ke tindakan pencegahan penyakit rabies. Hasil uji secara statistik ditemukan bahwa anjuran tokoh masyarakat
berhubungan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit rabies. Responden yang mendapat saran atau anjuran dan mau melaksanakan dengan baik cenderung
melaksanakan vaksinasi rabies secara rutin. Hal ini didukung oleh teori Green dalam Notoatmodjo 2007 yang menyatakan bahwa anjuran tokoh masyarakat merupakan
suatu faktor penguat reinforcing factor dalam perilaku kesehatan. Hasil uji secara statistik bahwa anjuran tokoh masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap tindakan dalam pencegahan penyakit rabies ditunjukkan oleh nilai
Universitas Sumatera Utara
p=0,000p=0,005; nilai ExpB= 6,777; CI For Exp B 2,428-18,916. Secara statistik hasil uji memberikan makna bahwa responden yang mendapat saran atau
anjuran dan mau melaksanakan dengan baik mempunyai peluang 6-7 kali tindakannya lebih baik dalam pencegahan penyakit rabies melalui gigitan hewan
penular rabies. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ganefa 2001 di Kota
Cimahi, Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang bermakna anjuran tokoh masyarakat terhadap ketidakpatuhan pemilik
anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya.. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitan Marpaung 2009 yang mengungkapkan bahwa
anjuran tokoh masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap pemeliharaan anjing dalam memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya.
5.3.2 Pengaruh Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Tindakan Pemilik Anjing dalam Pencegahan Penyakit Rabies
Hasil penelitian ditemukan sebanyak 51,4 indikator dukungan tenaga
kesehatan pada kategori tidak baik. Mengingat mayoritas responden kurang dukungan tenaga kesehatan baik berupa saran, penjelasan dan pelayanan dalam tindakan
pencegahan penyakit rabies, maka peran tenaga kesehatan memiliki potensi besar untuk meningkatkan tindakan pencegahan penyakit rabies, namun dalam penelitian
ini peran tenaga kesehatan belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Secara umum dukungan teanaga kesehatan dan toloh masyarakat belum
optimal, hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden, yaitu sebanyak 125 orang
Universitas Sumatera Utara
59,5 responden menyatakan tidak pernah mendapat sarananjuran dari tokoh masyarakat CamatStaf KecamatanKepala DesaLurahStaf LurahKepala
Lingkungan agar memberikan vaksinasi rabies kepada anjing. Ha; ini juga memerlukan upaya misalnya dengan membentuk Pos Rabies Tingkat Kecamatan
dengan melibatkan perangkat kecamatan, Dinas kesehatan, pimpinan puskesmas, kepala desa serta kader penyakit menular.
Hasil uji secara statistik ditemukan bahwa dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit rabies. Responden yang
mendapat dukungan tenaga kesehatan cenderung melaksanakan vaksinasi rabies secara rutin. Hal ini didukung oleh teori Green dalam Notoatmodjo 2007 yang
menyatakan bahwa sikap dan perilaku para petugas merupakan faktor penguat reinforcing factors untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Secara eksternal hal
ini merupakan salah satu upaya petugas kesehatan seperti anjuran atau saran yang berkaitan dengan perilaku masyarakat khususnya pemilik anjing dalam tindakan
pencegahan penyakit rabies. Hasil uji secara statistik menunjukkan bahwa dukungan tenaga kesehatan
berpengaruh signifikan terhadap tindakan dalam pencegahan penyakit rabies ditunjukkan oleh nilai p=0,000p=0,005; nilai ExpB= 6,736; CI For Exp B
2,499- 18,159. Secara statistik hasil uji memberikan makna bahwa responden yang mendapat dukungan petugas kesehatan mempunyai peluang 6-7 kali tindakannya
lebih baik dalam pencegahan penyakit rabies melalui gigitan hewan penular rabies.
Universitas Sumatera Utara
Sarwono 2004, berpendapat bahwa perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, kemudian menjadi internalisasi. Artinya semakin
jelas kebijakan tersebut dirasakan oleh masyarakat maka akan semakin disiplin tentang pencegahan penyakit rabies. Kejelasan kebijakan tersebut terimplikasi dari
adanya peraturan atau tindakan yang tegas jika ada ditemukan perilaku individu yang tidak disiplin, serta adanya evaluasi berkala dan rutin terhadap ketersediaan sarana
pelayanan dalam pencegahan penyakit rabies melalui gigitan hewan penular rabies. Menurut Mantra dalam Sarwono 2004 menggunakan metode pendidikan
untuk perubahan perilaku. Mantra mengembangkan strategi yang dikenal sebagai pendekatan edukatif dalam upaya menanamkan pemahamam dan membina kebiasaan
hidup sehat melalui dua tahap. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan petugas yang mampu memberikan informasi berkaitan dengan rabies.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ganefa 2001 di Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat, menyimpulkan bahwa ada
pengaruh antara anjuran petugas dengan ketidakpatuhan pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya, Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitan Marpaung 2009 yang mengungkapkan bahwa anjuran tenaga kesehatan tidak berpengaruh nyata terhadap pemeliharaan anjing dalam memberikan vaksinasi
rabies pada anjingnya.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Tindakan Pemilik Anjing dalam Pencegahan Penyakit Rabies