Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Lokasi Penelitian Metodologi Penelitian Kitin

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh viskositas larutan kitosan nanopartikel, dalam asam asetat 1, sebagai penyalut asam askorbat terhadap penyerapan asam lemak bebas ALB dalam minyak goreng curah.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk asam askorbat , dengan variasi viskositas kitosan nanopartikel dengan Derajat Deasetilasi dan Berat Molekul tertentu terhadap penyerapan asam lemak bebas ALB dari jenis minyak goreng curah.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh viskositas larutan kitosan nanopartikel sebagai penyalut asam askorbat untuk menyerap asam lemak bebas dalam minyak goreng curah.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan bermanfaat untuk dikomersilkan sebagai bahan supplement food, yang dapat digunakan untuk orang dewasa.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA-USU Medan dan Laboratorium Biokimia FMIPA-USU. Universitas Sumatera Utara

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu untuk mengetahui sejauh mana kitosan nanopartikel dapat menjadi penyalut pada asam askorbat dengan variasi viskositasnya dalam pelarut asam asetat 1, serta kinerjanya terhadap penyerapan asam lemak bebas dalam minyak goreng curah. Tahapan penelitian meliputi : 1. Penyediaan kitosan nanopartikel dengan variasi viskositas larutannya. 2. Penyediaan asam askorbat tersalut kitosan nanopartikel dan penyelidikan interaksinya. 3. Pengujian penyerapan asam lemak bebas dalam minyak goreng curah oleh asam askorbat tersalut kitosan nanopartikel. Universitas Sumatera Utara B A B II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitin

Kitin adalah biopolimer alami terbesar kedua yang dapat di alam setelah selulosa. Kitin dapat diperoleh dari arthopoda, jamur dan ragi Fernandez – Kim.,2004, tetapi sumber komersial yang penting adalah eksokleton dari kepiting Kim dan Park., 2001. Kitin dapat di isolasi dari cangkang kepiting dengan 2 tahap, 1 pemisahan protein deproteinisasi dan pemisahan kalsium karbonat dan kalsium phospat demineralisasi Kim dan Park , 2001. Walaupun kitin tersebar luas di alam, sumber utama yang dapat digunakan memproduksi kitin dalam skala besar dan dijadikan untuk pengembangan lebih lanjut adalah kitin yang terdapat pada Crustaceae yang dipanen secara komersial seperti udang dan lobster. Kitin dari jenis Crustaceae ini banyak tersedia dalam jumlah besar sebagai limbah industri pangan Carroad and Tom, 1987. Pada umumnya keberadaan kitin di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen zat warna. Kandungan kitin pada berbagai jenis hewan dan jamur dapat dilihat pada Tabel 1 berikut Knoor, 1984. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Kandungan Kitin pada berbagai jenis Hewan dan Jamur No Sumber Jenis Kandungan Kitin 1 Crustaceae Kepiting 72,1 a Lobster : - Nephos 69,8 a - Homurus 68,8 – 77,0 2 Serangga Kecoa 18,4 a Lebah 27 – 35 a Ulat Sutra 44,2 a 3 Mollusca Kulit remiskijing 6,1 4 Jamur Aspergilus 42,0 b Penecillum 20,1 b Saccharomyces 2,9 Lactarius vellerreus 19 Sumber : Knoor, 1984 Keterangan : a = berat organik dari kutikula b = berat kering dari dinding sel Struktur kitin sangat mirip dengan sellulosa yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi-1,4. Perbedaannya dengan sellulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua, pada kitin diganti oleh gugus asetamida -NH-CO-CH 3 sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N- asetilglukosamin. Kitosan mempunyai rantai tidak linier dan mempunyai rumus umum C 6 H 11 NO 4 n atau disebut sebagai 1,4-amino-2-deoksi-D-glukosa, Gambar 1, Fernandez- Kim., 2004. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 : Struktur Selulosa, Kitin dan Kitosan Kitin termasuk polisakarida yang sangat sukar dilarutkan pada pH netral seperti air sehingga pelarutan dilakukan dalam suasana asam atau basa. Hal ini disebabkan kitin secara alami berbentuk kristal yang mengandung rantai-rantai polimer berkerapatan tinggi yang terikat satu sama lain dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat Bartnicki- Garcia, 1989. Kitin bersifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam organik encer dan asam-asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan litium klorida Ornum, 1992. Kelarutan kitosan berhubungan erat dengan derajat deasetilasinya. Deasetilasi akan memotong gugus asetil pada kitin, menyisakan gugus amina. Adanya atom H pada amina memudahkan interaksi dengan air melalui ikatan hidrogen. Tetapi kitin maupun kitosan tidak dapat larut hanya dalam air, kecuali dengan subsitusi. Keduanya dapat larut dalam Universitas Sumatera Utara asam encer seperti asam asetat. Adanya gugus karboksil dalam asam asetat akan memudahkan pelarutan kitin dan kitosan karena terjadi interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari keduanya Dunn et al, 1997.

2.2. Kitosan