Klaim LANDASAN TEORI KLAIM ASURANSI

19 Dalam kamus asuransi, klaim berarti permohonan atau tuntutan pemilik polis terhadap perusahaan asuransi untuk pembayaran santunan sesuai dengan pasal-pasal dari sebuah polis. 5 Klaim juga berarti aplikasi oleh peserta untuk memperoleh Pertanggungan atas kerugiannya yang tersedia berdasarkan perjanjian. 6 Klaim adalah aplikasi oleh peserta untuk memperoleh pertanggungan atas kerugiannya yang tersedia berdasarkan perjanjian. Sedangkan klaim adalah proses yang mana peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut. 7 Tidak ada alasan bagi perusahaan asuransi memperlambat pembayaran klaim kepada tertanggung karena klaim adalah suatu proses yang telah diantisipasi sejak awal oleh semua perusahaan asuransi dan yang lebih penting lagi bahwa klaim adalah hak setiap peserta yang dananya diambil dari tabarru’ semua peserta. Allah berfirman dalam surah al-Anfaal ayat 27, 8 ☺ 5 A. Hasyim Ali, Dkk, Kamus Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 2002, Cet-2,h.55 6 Dikutip pada tanggal 15 Juni 2010, pukul 10.00 WIB, dikutip dari http:ibfi-trisakti.blogspot.com200904asuransi-syariah.html 7 Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General, Konsep dan Sistem Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004,, h. 259 8 Syakir Sula, h. 259-260. 20 Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul Muhammad dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. Q.S.al-Anfaal:27 2. Prinsip Dasar Asuransi Dalam Penyelesaian Klaim 9 Dalam kegiatan asuransi dilandasai pada empat prinsip pokok yang dapat diasuransikan insurance interest, prinsip itikad baik utmost good faith , prinsip indemnitas indemnity, dan prinsip subrogasi subrogation. a. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan insurance interest Kepentingan yang dapat diasuransikan insurance interest adalah hak untuk mengasuransikan yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan objek pertanggungan yang diasuransikan, dan diakui secara hukum. Menurut Pasal 250 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD, disebutkan bahwa: “Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yuang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi” . Selanjutnya Pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD menyebutkan: 9 Sonni Dwi Harsono, PK.001 Prinsip-prinsip dan Praktik Asuransi, Jakarta Insurance Institute, Jakarta: JII, 2009, h.39. 21 “Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Menurut ketentuan Pasal 250 dan Pasal 268 KUHD di atas, kepentingan merupakan syarat mutlak dalam asuransi. Jika hal itu tidak dipenuhi, maka penanggung tidak diwajibkan memberikan ganti rugi kepada tertanggung. b. Prinsip itikad baik utmost good faith 10 Itikad baik utmost good faith adalah suatu tindakan untuk megungkapkan secara akurat dan lengkap tentang semua fakta-fakta penting mengenai sesuatu objek pertanggungan yang akan diasuransikan, baik diminta maupun tidak diminta. Fakta-fakta penting material fact dimaksud adalah suatu fakta yang dapat mempengaruhi kehati-hatian penanggung dalam memutuskan apakah akan menanggung risiko yang hendak diasuransikan oleh tertanggung dengan syarat-syarat tertentu, atau akan menanggung risiko itu dengan syarat-syarat yang berbeda, atau sama sekali tidak akan menanggung risiko itu. Contoh fakta penting yang perlu diungkapkan antara lain: 1 risiko yang lebih besar dari sewajarnya; 2 moral hazard tertanggung; 3 alasan calon tertanggung membeli polis asuransi; dan 4 penolakan asuransi terdahulu untuk memperpanjang polis calon tertanggung. 10 Sonni Dwi Harsono, PK.001 Prinsip-prinsip dan Praktik Asuransi, h.40. 22 Disamping itu juga fakta-fakta yang tidak perlu diungkapkan calon tertanggung, antara lain fakta-fakta: 1 yang cenderung mengurangi tingkat risiko yang akan diasuransikan, 2 yang tidak ada hubungannya dengan risiko yang akan diasuransikan, 3 yang sudah diketahui oleh penaggung, 4 yang sudah menjadi rahasia umum, dan 5 tentang kondisi polis. Menurut Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD, menyebutkan bahwa: “Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batal pertanggungan”. c. Prinsip ganti rugi indemnity 11 Prinsip ganti rugi adalah suatu pembayaran ganti rugi kompensasi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadinya kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadinya kerugian. Aspek-aspek yang melekat pada prinsip ini adalah: 1 Memberikan ganti rugi yang seimbang sesuai kerugian yang diderita; 2 Tidak bermaksud agar tertanggung memperoleh keuntungan dengan adanya kerugian itu; 11 Sonni Dwi Harsono, h.41. 23 3 Menempatkan tertanggung pada posisi keuangan sesaat sebelum terjadinya musibah. Agar ada keseimbangan antara ganti rugi yang diberikan oleh penanggung dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung, maka harus diketahui berapa jumlah objek pertanggungan yang diasuransikan. Ini berarti bahwa prinsip ganti rugi hanya berlaku bagi asuransi kerugian yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang. Jadi berdasarkan prinsip ini tertanggung tidak akan tidak boleh menjadi lebih baik keadaannya sesudah terjadi musibah dibandingkan dengan sesaat sebelum mendapat musibah. Dengan kata lain, prinsip insurable interest diadakan untuk mempertahankan prinsip ganti rugi. Hal ini mengingat kedua prinsip itu memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencegah asuransi menjadi tindakan untung-untungan atau perjudian. Berasuransi tidak untuk mencari keuntungan, namun untuk memperkecil kerugian yang mungkin timbul karena suatu bencana. d. Prinsip subrogasi subrogation 12 Dalam asuransi, ada kemungkinan terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga. Dalam keadaan biasa, pihak ketiga tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Jika tertanggung yang telah menerima ganti rugi dari penanggung, dan tertanggung diperkenankan menuntut kepada pihak lain yang menyebabkan kerugian 12 Sonni Dwi Harsono, h.42. 24 itu, maka tertanggung akan menerima ganti rugi yang melebihi dari kerugian yang dideritanya. Untuk mencegah hal itu, menurut Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditegaskan bahwa: “Seorang Penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si Tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si Tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si Penanggung terhadap orang-orang ketiga itu”. Dengan demikian, prinsip subrogasi adalah hak penanggung yang telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, untuk bertindak atas nama tertanggung guna menuntut pihak ketiga yang secara hukum bertanggung jawab atas terjadinya kerugian itu. 13 3. Model Klaim Asuransi Kerugian Syariah Profit laba pada asuransi syariah untuk asuransi kerugian, yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan sebagaimana mekanisme yang ada di asuransi konvensional dimana keuntungan menjadi milik perusahaan yang nantinya dibagikan kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai penyertaan modal. Tetapi pada asuransi syariah dilakukan bagi hasil al-mudharabah antara perusahaan dengan peserta sebagaimana yang telah diperjanjiakan atau menjadi akad di awal ketika baru masuk asuransi syariah. 13 Sonni Dwi Harsono, h. 39-43 25 Dalam asuransi kerugian syariah dalam hal ini PT. Asuransi Takaful Umum, Jika terjadi klaim dalam masa pertangungan maka Tertanggung tidak mendapatkan bagi hasil saat masa pertanggungan berakhir, tetapi jika sampai masa pertanggungan berakhir tidak terjadi klaim, Tertanggung mendapatkan bagi hasil baik pertanggungan diperpanjang maupun tidak diperpanjang. Tabel 2.1 Model Klaim PT. Asuransi Takaful Umum Tidak Klaim Tidak Perpanjang Polis Perpanjang Polis Memperoleh Bagi Hasil Tidak Memperoleh Bagi Hasil Terjadi Klaim KLAIM Sedangkan dalam asuransi konvensional, jika dalam masa pertanggungan terjadi klaim maka Tertanggung tidak mendapatkan bonus saat masa pertanggungan berakhir. Jika sampai masa pertanggungan berakhir tidak terjadi klaim dan masa pertanggungan tidak diperpanjang Tertanggung juga 26 tidak mendapatkan bonus. Bonus diberikan untuk Tertanggung yang jika sampai masa pertanggungan berakhir tidak terjadi klaim dan masa pertanggungan diperpanjang yang pada asuransi konvensional dikenal dengan istilah ”No Claim Bonus”. Tabel 2.2 Model Klaim Asuransi Konvensional Tidak Tidak Perpanjang Polis Perpanjang Polis Dana Hangus Memperoleh Bonus Tidak Memperoleh Bonus Terjadi KLAIM

B. Asuransi Kendaraan Bermotor Syariah

1. Pengertian Asuransi Syariah Dalam bahasa Arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin , sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. Men-ta’min-kan sesuatu artinya adalah seseorang membayarmenyerahkan uang cicilan untuk agar ia tahu ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang 27 sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya. 14 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi tentang asuransi. Menurutnya, Asuransi Syariah Ta’min, Takaful, Tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orangpihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad perikatan yang sesuai dengan syariah. 15 2. Landasan Hukum Asuransi Syariah Hakikat asuransi secara Islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu membantu dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariat, karena prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka. Landasan hukum yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi, ijma’, dan ihtishan. 14 Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General Konsep dan Sistem Operasional, h. 28. 15 Syakir Sula, h. 30.