Hubungan sastra dengan psikologis

1.6.4 Hubungan sastra dengan psikologis

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah atau sub cooncius. Setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam, bentuk tertentu secara sadar dalam bentuk penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, tahap pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua yaitu penulisan karya yang sifatnya mengongkritkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak. Freud dengan teori psikoanalisisnya mengambarkan bahwa pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan neurosis. Bukan hanya itu saja, bahkan kadang-kadang sampai pada tahap psikosis seperti sakit saraf dan mental yang membutanya berada dalam kondisi sebagai tertekan bukan berarti gila, berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang mengelora serta menghendaki agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptaan yaitu karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptaan yang diikuti oleh berbagai macam masalah kejiwaan maka untuk mengunakan pendekatan psikologis ini harus melalui dukungan psikologi. Pengetahuan psikologi yang minim tentu saja akan mempersulit pemahaman ataupun pemakaian pendekatan psikologis. Sastra sebagai gejala kejiwaan yang di dalamnya terkandung fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra teks sastra dapat didekati dengan demikian mengunakan pendekatan Universitas Sumatera Utara psikologis. Hal ini tentu dapat kita terima karena antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional. Secara tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama yaitu kejiwaan manusia secara mendalam. Hasil penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan diungkapkan dalam bentuk sebuah karya sastra. Perbedaannya adalah pengarang mengemukakannya dalam bentuk formulasi penelitian psikologi. Dengan demikian tidaklah mengada-ada kalau antara sastra dan psikologi dapat dilakukan kajian lintas disiplin ilmu. Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama- sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaan gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia imajiner sedangkan dalam psikologis manusia dalam dunia nyata. Sekalipun demikian keduanya dapat saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia karena mungkin saja apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikologi atau bahkan sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa karya sastra sebenarnya tidak dapat dilepaskan oleh penganut paham-paham strukturalisme tradisional. Mereka menganggap bahwa karya sastra itu bersifat otonom lepas sama sekali dari penulisnya, padahal antara keduanya terdapat hubungan kausalitas atau sebab akibat yaitu karya sastra merupakan hasil kreatifitas pengarangnya tidak mungkin Universitas Sumatera Utara lahir tanpa ada penulis sebagai penuturnya. Itulah sebabnya psikologis sastra, khususnya dalam kajian psikologis pengarang. Dalam penelitian ini tidak menyinggung sedikit pun tentang apa dan siapa pengarang cerita hikayat Sri Putih Cermin karena setiap hasil karya sastra lama memang bersifat anonim maksudnya pengarang tidak mencantumkan namanya. Lagi pula analisis ini bukanlah mengenai analisis pengarang melainkan analisis psikologi terhadap tokoh. Jadi, yang dianalisis tentu saja para tokoh yang di dalam karya sastra tersebut. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakekat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinnya sendiri. Perilaku yang tampak dalam kehidupan diri mereka masing-masing. Apa yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya karena manusia sering berusaha menutupinya. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan dan lain-lain berada dalam batin masing-masing yang terkadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak. Oleh sebab itu, kajian tentang dan tokoh harus ditekannya pada aspek kejiwaan dan tentu saja tidak lepas dari teori psikologi. Universitas Sumatera Utara

BAB II METODOLOGI PENELITIAN