4.2. Aktifitas Emulsifikasi
Aktifitas emulsifikasi mulai tampak sejak hari pertama pertumbuhan sel Gambar 3. Dalam hal ini aktifitas emulsifikasi yang terjadi menunjukkan bahwa
biosurfaktan yang diproduksi oleh isolat bakteri L. sphaericus mampu mengemulsi bensin. Emulsifikasi minyak bensin oleh biosurfaktan tersebut terjadi
karena adanya ikatan antara gugus hidrofobik dari tetes minyak dengan gugus hidrofilik dari biosurfaktan dengan membentuk struktur misel yang berukuran
mikron, dan menyebabkan minyak terdispersi dalam larutan. Sehingga terjadi emulsifikasi antara minyak-biosurfaktan dan air.
Gambar 3. Indeks Emulsifikasi IE
24
L. sphaericus pada Medium Perlakuan Crude Gliserol 2, 4, 6, Dan Kontrol.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tabel 18 dalam lampiran 4 diketahui bahwa IE
24
dari biosurfaktan medium yang ditambahkan dengan crude
gliserol tampak lebih besar secara nyata dengan IE
24
biosurfaktan medium kontrol. Artinya bahwa IE
24
biosurfaktan dari medium yang ditambahkan crude gliserol lebih tinggi dibandingkan dengan IE
24
biosurfaktan medium kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan crude gliserol
sebagai sumber karbon mampu meningkatkan produksi biosurfaktan. Seperti yang disebutkan oleh Bidlan et al 2007 bahwa gliserol mudah dimanfaatkan oleh
bakteri karena asam lemak bebas yang terkandung dapat merangsang bakteri untuk memproduksi biosurfaktan dengan cepat.
Dalam penelitian ini sumber karbon pada medium kontrol hanya diperoleh dari yeast ekstrak. Apabila dibandingkan IE
24
dari biosurfaktan medium kontrol pada hari ke-4 kultivasi IE
24
tertinggi dengan IE
24
dari biosurfaktan medium crude
gliserol 6 pada hari yang sama terdapat 18 perbedaannya. Artinya dengan penambahan crude gliserol 6 sebagai sumber karbon dihasilkan
biosurfaktan 18 lebih banyak dari biosurfaktan yang dihasilkan dalam medium kontrol.
Berdasarkan hasil analisis duncan tabel 24 dalam lampiran 4 diketahui bahwa IE
24
yang berasal dari biosurfaktan kultur medium dengan penambahan crude
gliserol 2, 4, dan 6 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan crude gliserol pada konsentrasi 2 sampai
dengan 6 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap indeks emulsifikasi biosurfaktan yang dihasilkan oleh L. sphaericus. Hal ini terjadi karena sebagian
crude gliserol pada konsentrasi 4 dan 6 dalam medium kultur tidak terpakai
untuk pertumbuhan sel dan uji emulsifikasi. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa konsentrasi crude gliserol yang optimal untuk indeks emulsi biosurfaktan yang
dihasilkan oleh L. spaerichus yaitu pada konsentrasi 2. Dengan demikian dapat disarankan untuk penelitian mendatang perlu dilakukan pengujian dengan
menurunkan konsentrasi crude gliserol dibawah 2 guna mengetahui sejak
konsentrasi berapa indeks emulsifikasi biosurfaktan yang dihasilkan oleh L. spaerichus
mulai mengalami kenaikan.
4.3. Hubungan Produksi Biosurfaktan dengan Pertumbuhan Sel