2.3. Lysinibacillus spaerichus
Golongan Lysinibacillus dapat tumbuh pada kisaran suhu 16 – 45
o
C dan pada kisaran nlai pH 6,0 – 9,5 Ahmed et al., 2007. Lysinibacillus spaerichus
merupakan bakteri basil gram negatif. Sandri 2009 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa .L. sphaericus dapat tumbuh optimum dalam medium
Bushnell–Haas dengan urea sebagai sumber nitrogen dan crude gliserol sebagai
sumber karbon pada pH 6. Supernatant L sphaericus yang mengandung biosurfaktan memiliki kemampuan yang hampir sama dengan LAS. Biosurfaktan
yang dihasilkan bersifat termostabil dari suhu 28 sampai dengan suhu 121
o
C, tetap stabil pada kisaran pH 1 – 11. Biosurfaktan yang dihasilkannya dapat
mengemulsi jenis hidrokarbon crude oil dan oli motor bekas. Lysinibacillus spaerichus
didalam database Kyoto Encyclopedia of Genes and Genomes Pathway
diketahui dapat melakukan metabolisme dalam pertumbuhannya yaitu diantaranya glikolisis, siklus asam sitrat, biosintesis asam
lemak, metabolisme asam lemak, metabolisme gliserolipid, metabolism gliseropospolipid,
biosintesis peptidoglikan,
dan sebagainya
http:www.genome.jpkegg..
2.4. Biodegradasi Hidrokarbon
Secara umum biodegradasi merupakan penguraian suatu senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme Udiharto,
1999. Dalam proses biodegradasi senyawa organik diubah menjadi CO
2
, komponen sel, dan produk lain sesuai jalur metabolismenya, proses ini
berlangsung secara aerob. Oleh karena itu proses biodegradasi sangat tergantung pada oksigen yang tersedia. Dua hal penting bagi mikroba sebagai syarat awal
dalam mengoksidasi hidrokarbon, yaitu sintesis enzim oksidase dan kontak antara mikroba dengan air dan hidrokarbon yang tidak larut air dengan bantuan
biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba tersebut Rosenberg et al., 1993 dalam Akbar, 2004.
Tahap pertama degradasi hidrokarbon oleh mikroba adalah reaksi antara molekul oksigen dan hidrokarbon dengan bantuan enzim oksigenase. Tahap
berikutnya yaitu dengan dua mekanisme pengambilan substrat oleh bakteri. Pertama, pengambilan substrat dilakukan pada saat hidrokarbon telah mengalami
emulsifikasi oleh biosurfaktan yang dihasilkannya; kedua, pengambilan substrat dilakukan setelah sel mengalami kontak langsung dengan hidrokarbon melalui
mekanisme adhesi fisik. Kontak ini terjadi ketika mikroba mengeksresi biosurfaktan akibat respon dari keberadaan hidrokarbon Rosenberg et al., 1993
dalam Akbar, 2004; Kinbal, 1994 dalam Zam, 2006.
Biosurfaktan yang dihasilkan oleh mikroba dapat menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan luas daerah kontak antara hidrokarbon dan
mikroorganisme melalui pembentukan misel, pelarutan dan emulsifikasi hidrokarbon serta pembebasan tetesan minyak. Misel yang terbentuk berfungsi
sebagai paket transport hidrokarbon dan mempermudah mikroba dalam memperoleh nutrisi bagi pertumbuhannya sehingga pertumbuhan sel menjadi
lebih baik. Misel adalah agregat molekul aktif permukaan yang membentuk fase non-polar dalam larutan air. Rosenberg et al., 1993 dalam Akbar, 2004; Kinbal,
1994 dalam Zam, 2006; Barnet et al 1974 dalam Noviana 1998. Mikroorganisme yang memiliki afinitas tinggi terhadap hidrokarbon dapat menggunakan minyak
baik dalam bentuk tetesan besar droplet maupun dalam bentuk tetesan sangat kecil submikron. Sedangkan mikroorganisme yang memiliki afinitas rendah
terhadap hidrokarbon lebih efektif mendegradasi hidrokarbon dalam bentuk submikron daripada bentuk droplet Buhler Schindler, 1984 dalam Pikoli,
2000. Proses biodegradasi pada setiap hidrokarbon tidak sama, karena setiap
hidrokarbon memiliki tingkat kesulitan yang berbeda untuk dapat didegradasi oleh mikroba Udiharto dan Sudaryono, 1999. Senyawa hidrokarbon alifatik lebih
mudah didegradasi dibandingkan senyawa hidrokarbon aromatik dan naftalen. Hidrokarbon jenuh lebih mudah didegradasi dibandingkan hidrokarbon tidak
jenuh, dan hidrokarbon alifatik rantai lurus lebih mudah didegradasi dibandingkan hidrokarbon alifatik rantai bercabang Akbar, 2004; Udiharto,1999.
2.5. Crude Gliserol Limbah Biodiesel