2.6.4.  Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biosurfaktan
Secara  umum  faktor  –  faktor  yang  mempengaruhi  komposisi  dan terakumulasinya  biosurfaktan  di  dalam  suatu  media  pertumbuhan  antara  lain
substrat  pertumbuhan,  umur  kultur,  dan  kondisi  lingkungan  pH  dan  salinitas, temperatur, agitasi, dan ketersediaan oksigen Akbar, 2004; Budiarti, 2000.
1.  Substrat Pertumbuhan a. Sumber Karbon
Pemilihan  sumber  karbon  mempunyai  peran  penting  terhadap  hasil  dan struktur biosurfaktan. Sumber karbon yang telah diketahui dapat digunakan untuk
produksi  biosurfaktan  yaitu  karbohidrat,  hidrokarbon,  dan  minyak  nabati. Beberapa  mikroorganisme  memproduksi  biosurfaktan  hanya  pada  substrat
karbohidrat,  beberapa  hanya  pada  substrat  hidrokarbon,  dan  beberapa mikroorganisme  ada  yang  mampu  memproduksi  biosurfaktan  pada  substrat
dengan  beberapa  sumber  karbon  yang  digabungkan  atau  terpisah.  Tipe, kualitas, dan  kuantitas  biosurfaktan  yang  dihasilkan  juga  dipengaruhi  oleh  sifat  sumber
karbon Desai  Banat, 1997. Perbedaan sumber karbon dapat mempengaruhi komposisi dan bagaimana
biosurfaktan  itu  diproduksi.  Arthrobacter  hanya  memproduksi  75  biosurfaktan ekstraseluler  ketika ditumbuhkan pada asetat atau etanol, namun dapat mencapai
100  biosurfaktan  ekstraseluler  ketika  ditumbuhkan  pada  substrat  hidrokarbon Mulligan    Gibbs,  1993.  Panjang  rantai  substrat  hidokarbon  sering  berakibat
signifikan terhadap konsentrasi akhir fermentasi biosurfaktan Georgiou, 1992.
Kemampuan  bakteri  menggunakan  karbon  dari  substrat  pertumbuhannya akan  menentukan  kualitas  dan  kuantitas  biosurfaktan  yang  dihasilkan  sehingga
memberikan  aktivitas  emulsifikasi  yang  berlainan,  serta  perbedaan  kemampuan dalam  menurunkan  tegangan  permukaan  kultur  Desai    Desai,  1993  dalam
Fathimah,  2007.  Sumber  karbon  seperti  mannitol,  gliserol,  dan  ethanol  mampu digunakan  oleh  Pseudomonas  sp.  untuk  memproduksi  rhamnolipid,  namun
produksinya  masih  lebih rendah  dari substrat  tidak  larut  air  seperti  n-alkana  dan olive oil
Desai  Banat, 1997. Bravibacterium
mampu  tumbuh  pada  sumber  karbon  glukosa,  gliserol, molasse,  gasolin,  Canola  oil,  dan  limbah  minyak,  akan  tetapi  biosurfaktan  tipe
gllikolipid  hanya dapat diproduksi pada substrat dengan sumber karbon glukosa, gliserol,  dan  Canola  oil.  Penurunan  tegangan  permukaan  terbaik  didapat  pada
substrat  gliserol  Samadi  et  al.,  2007.  Sandri  2009  dalam  penelitiannya menyebutkan  bahwa  Lysinibacillus  sphaericus  mampu  tumbuh  pada  sumber
karbon  yang  berbeda dan  memproduksi  biosurfaktan  dengan  indeks  emulsifikasi biosurfaktan yang berbeda pula.
Crude gliserol, oli bekas, dan crude oil merupakan sumber karbon yang dapat
digunakan oleh  L. spaerichus dalam pertumbuhannya dan produksi biosurfaktan. Oli  bekas  dan  crude  oil  mengandung  senyawa  yang  heterogen,  hal  ini
menyebabkan  lambatnya  pertumbuhan  sel  bakteri  dan  mempengaruhi biosurfaktan  yang  dihasilkan  Sandri,  2009.  Gliserol  mudah  dimanfaatkan  oleh
bakteri  karena  bersifat  larut  air  dan  asam  lemak  bebas  yang  terkandung  dapat merangsang pembentukan biosurfaktan dengan cepat Bidlan et al., 2007.
Moussa  et  al  2006 dalam  penelitiannya  diketahui  bahwa  pada  produksi
biosurfaktan  oleh  Nocardia  amarae  dengan  peningkatan  konsentrasi  olive  oil
hingga  mencapai  konsentrasi  3vv  menyebabkan  kenaikan  jumlah biosurfaktan  namun  pada  konsentrasi  3vv  jumlah  biosurfaktan  menurun.
Rashedi  et  al.,  2005b  menyebutkan  dalam  penelitiannya  bahwa  gliserol menunjukkan  merupakan  substrat  yang  paling  baik  untuk  produksi  rhamnolipid
oleh strain P. aeruginosa CFTR-6 dibandingkan dengan substrat gasolin, paraffin oil
,  dan  whey.  Pada  konsentrasi  5  gliserol  diperoleh  biomassa  tertinggi  dan produksi  rhamnolipid  terbanyak.  Namun,  pada  gliserol  dengan  konsentrasi lebih
dari  5  gliserol  terjadi  penghambatan  pada  pertumbuhan  bakteri  dan  produksi biosurfaktan.  Penghambatan  ini  diduga  berkaitan  dengan  solubilitas  gliserol  dan
kesulitan bakteri untuk memperoleh nutrisi dalam medium kultur. Nugroho  2006b  dalam  penelitiannya  telah  memperoleh  penurunan
tegangan  permukaan  yang  cenderung  meningkat  secara  teratur  sesuai  dengan peningkatan konsentrasi paraffin dalam media kultur. Semakin tinggi konsentrasi
parafin  dalam  media  maka  semakin  tinggi  pula  penurunan  tegangan  permukaan yang  dihasilkan.  Suryatmana  2006  dalam  penelitiannya  menyebutkan  bahwa
semakin  tinggi  konsentrasi  glukosa  yang  digunakan  dalam  pertumbuhan Azotobacter chroococcum
untuk produksi biosurfaktan maka semakin tinggi pula produksi biosurfaktan yang dihasilkan.
Begitu  pula  dengan  Rashedi  et  al  2005a  dalam  penelitiannya  diketahui bahwa  produksi  biosurfaktan  oleh  Pseudomonas  aeruginosa  meningkat  seiring
dengan  kenaikan  konsentrasi  molasse  sebagai  satu  –  satunya  sumber  karbon.
Sedangkan  Ruzniza  2005  pada  penelitiannya  menyebutkan  bahwa  terjadi perbedaan  signifikan  pada  biomassa  sel  isolat  ETL-CR1  antara  penambahan  1
mM  glukosa  dengan  3  mM  –  10mM  glukosa.  Dan  tidak  terjadi  perbedaan signifikan  biomassa  sel  pada  medium  dengan  penambahan  3  mM  –  10  mM
glukosa.
b. Sumber Nitrogen